Realisasi Penerimaan Pajak di Jawa Timur Capai Rp19,05 Triliun Hingga Januari 2025
Pajak.com, Jawa Timur – Penerimaan pajak di Jawa Timur hingga 31 Januari 2025 mencapai Rp19,05 triliun atau 6,83 persen dari target tahunan sebesar Rp278,96 triliun. Meskipun capaian ini mencerminkan awal yang cukup baik, realisasi tersebut mengalami kontraksi sebesar 2,70 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy).
Sebagaimana dilansir dari pajak.go.id, penurunan penerimaan pajak ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama kebijakan pemusatan pembayaran dan administrasi Wajib Pajak cabang yang mengurangi penerimaan pajak di Jawa Timur. Selain itu, implementasi sistem perpajakan baru, core tax yang belum optimal juga berdampak pada kelancaran administrasi perpajakan.
Di tengah tantangan penerimaan pajak, sektor Kepabeanan dan Cukai justru menunjukkan kinerja positif. Peningkatan produksi rokok serta pertumbuhan volume ekspor produk turunan Crude Palm Oil (CPO) menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan penerimaan di sektor ini. Harga referensi CPO yang tinggi turut berkontribusi terhadap peningkatan ekspor, sehingga memberikan dampak positif bagi penerimaan negara.
Perekonomian Jawa Timur terus tumbuh dengan solid. Pada kuartal IV-2024, ekonomi provinsi ini tumbuh 5,03 persen yoy, didorong oleh meningkatnya aktivitas produksi dan mobilitas masyarakat.
Dari sisi permintaan, Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) masih menjadi faktor utama yang menopang pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, dari sisi penawaran, industri pengolahan tetap menjadi sektor terbesar yang berkontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur.
Sebagai provinsi dengan perekonomian terbesar kedua di Pulau Jawa dan nasional, Jawa Timur menyumbang 25,23 persen terhadap ekonomi Pulau Jawa dan 14,39 persen terhadap perekonomian nasional pada tahun 2024.
Deflasi 0,54 Persen di Jawa Timur pada Januari 2025
Pada Januari 2025, Jawa Timur mencatat deflasi sebesar 0,54 persen (month to month/mtm), yang disebabkan oleh penurunan harga di kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Kelompok ini mengalami deflasi 10,1 persen (mtm) dengan andil inflasi negatif sebesar 1,13 persen.
Deflasi terjadi di 11 kota/kabupaten di Jawa Timur, dengan Kota Surabaya mengalami deflasi terdalam, yaitu 0,72 persen.
Namun, secara tahunan, Jawa Timur masih mencatat inflasi sebesar 1,06 persen (yoy), dengan inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Banyuwangi sebesar 1,72 persen yoy. Beberapa komoditas utama yang mendorong inflasi di antaranya:
- Daging ayam ras naik 9,39 persen
- Minyak goreng naik 12,13 persen
- Cabai rawit melonjak 31,14 persen
- Emas perhiasan meningkat 35,04 persen dengan andil inflasi 0,37 persen
Sebaliknya, beberapa komoditas yang menahan inflasi antara lain:
- Tomat turun 37,18 persen dengan andil -0,10 persen
- Cabai merah turun 14,02 persen
- Jeruk turun 6,57 persen
- Tarif listrik turun 29,93 persen dengan andil -1,19 persen
Hingga akhir Januari 2025, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) masih menjadi sumber utama penerimaan pajak di Jawa Timur dengan kontribusi 66,32 persen, sedangkan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas menyumbang 32,95 persen.
Namun, penerimaan pajak masih menghadapi tantangan besar akibat kebijakan pemusatan pembayaran bagi Wajib Pajak cabang. Implementasi sistem core tax yang belum sepenuhnya berjalan optimal juga berdampak pada penerbitan faktur pajak oleh Wajib Pajak, sehingga memengaruhi kelancaran administrasi perpajakan.
Di sisi lain, penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mengalami lonjakan signifikan masing-masing sebesar 693,01 persen dan 311,23 persen. Pertumbuhan ini dipicu oleh perubahan administrasi yang membuat pembayaran Wajib Pajak cabang yang sebelumnya tidak tercatat di Jawa Timur kini dikelola dalam wilayah administrasi provinsi tersebut.
Penerimaan dari PPN dalam negeri masih mengalami kontraksi akibat kebijakan pemusatan pembayaran, tetapi PPN Impor dan PPh Pasal 22 Impor justru tumbuh 9,1 persen (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas impor di Jawa Timur tetap berjalan stabil meskipun ada perubahan dalam sistem administrasi pajak.
Comments