Perbedaan Kebijakan Fiskal Ekspansif dan Kontraktif
Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah akan berupaya menyusun kebijakan fiskal yang tepat demi mendorong perbaikan fundamental bagi sumber pertumbuhan ekonomi, terutama yang dipengaruhi oleh faktor dalam negeri. Dalam teori makroekonomi, ada dua pendekatan kebijakan fiskal, yaitu kebijakan fiskal ekspansif dan kontraktif. Apa perbedaannya? Pajak.com akan mengulasnya untuk Anda.
Kebijakan fiskal merupakan suatu strategi atau kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tujuan menjaga pengeluaran dan pemasukan keuangan negara. Pemasukan yang diatur utamanya adalah dari sektor pajak, sedangkan pengeluarannya berupa anggaran yang disalurkan untuk menunjang program pemerintah/belanja negara.
Singkatnya, kebijakan fiskal berkaitan erat dengan kebijakan untuk memperoleh tujuan ekonomi tertentu melalui instrumen pemerintah, utang piutang, perpajakan, dan belanja pemerintah. Di Indonesia, lembaga yang berwenang dalam merumuskan kebijakan fiskal itu adalah Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
– Menjaga stabilitas dan mengembangkan kondisi perekonomian negara, baik korporasi, perbankan, hingga usaha mikro kecil menengah (UMKM);
– Menjaga stabilitas harga barang agar tetap terjangkau bagi masyarakat; dan
– Menciptakan iklim investasi yang lebih baik lagi bagi para pelaku pasar modal, terutama investor.
– Dengan begitu, negara dapat memperoleh lebih banyak pendapatan dari pajak maupun pendapatan negara lainnya.
– Kebijakan fiskal ekspansif, yakni kebijakan yang diambil oleh pemerintah saat ekonomi melemah, penurunan daya beli masyarakat yang disertai peningkatan angka pengangguran. Di sisi lain, pemerintah meningkatkan nilai belanja negara dan mengurangai target pajak, termasuk pemberian insentif. Tujuan pemberlakukan kebijakan fiskal ekspansif adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil. Salah satu contohnya adalah ketika pandemi tahun 2020-2021. BKF Kemenkeu menetapkan kebijakan fiskal ekspansif, yaitu meningkatkan anggaran belanja negara untuk menjaga stabilitas ekonomi.
– Kebijakan fiskal kontraktif, yakni kebijakan untuk menurunkan angka pengeluaran (belanja) negara dengan diikuti menaikkan target pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat untuk mengatasi inflasi. Contohnya, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah menaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi menjadi sebesar 35 persen khusus bagi orang berpenghasilan tinggi.
Maka, dapat disimpulkan, perbedaan kebijakan fiskal ekspansif dan kontraktif adalah:
- Kebijakan fiskal ekspansif mengakibatkan masyarakat mempunyai nominal uang lebih banyak sehingga daya konsumsi meningkat. Pada kebijakan fiskal ekspansif ini, pemerintah akan melakukan dua cara untuk mencapai tujuan, yakni meningkatkan keluarnya anggaran dan mengurangi tarif pajak. Penerapan kebijakan fiskal ekspansif juga merujuk pada teori trickle down, yaitu penurunan Pajak Penghasilan (PPh) agar memberikan kesempatan untuk pengusaha menyerap tenaga kerja yang lebih besar.
- Kebijakan fiskal kontraktif dilakukan dengan cara menaikkan pajak dan mengurangi keluarnya anggaran. Kebijakan fiskal kontraktif diterapkan saat situasi perekonomian disuatu negara mengalami tekanan inflasi tinggi.
- Kebijakan fiskal ekspansif bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke arah lebih baik dan sehat. Kebijakan ini dibutuhkan selama proses kontraksi siklus ekonomi di suatu negara. Khususnya saat Pemerintah Indonesia ingin meningkatkan permintaan konsumen, mengurangi pengangguran, hingga menghindari resesi. Sedangkan, kebijakan fiskal kontraktif bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi guna mengurangi ketimpangan sosial dan sebagainya.
Comments