Masyarakat Perlu Bersiap Kemungkinan Kenaikan BBM
Pajak.com, Jakarta – Menteri Investasi (Menves)/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menilai, masyarakat perlu bersiap atas kemungkinan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebab harga minyak dunia semakin tinggi.
Sebagai gambaran, harga minyak dunia saat ini mencapai sebesar 100 dollar AS per barel, sementara Indonesian Crude Price (ICP) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 ditetapkan hanya sebesar 63 dollar AS per barel. Maka, nilai subsidi BBM yang harus ditanggung pemerintah mencapai Rp 500 triliun-Rp 600 triliun (kurs Rp 14.750).
“Kalau ini terjadi APBN lama-lama akan bermasalah. Sampai kapan APBN kita kuat menghadapi subsidi yang begitu tinggi? Jadi tolong sampaikan juga kepada rakyat, bahwa rasa-rasanya sih untuk menahan terus dengan harga BBM seperti sekarang, feeling saya sih harus siap-siap, kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi,” ungkap Bahlil dalam Konferensi Pers, di Gedung Kementerian Investasi/BKPM yang juga juga disiarkan secara virtual, dikutip Pajak.com, (15/8).
Di sisi lain, ia menilai, subsidi harus tetap diberikan pemerintah walaupun anggarannya perlu diperkecil. Sebab bila pemerintah mencabut subsidi sepenuhnya untuk BBM, maka akibatnya akan menimbulkan dampak inflasi lebih tinggi. Adapun inflasi Indonesia saat ini tercatat 4,8 persen.
“Karena kita harus menjaga beban rakyat, tetapi kita juga harus menjaga keseimbangan terhadap fiskal, karena dari Rp 500 sampai Rp 600 triliun itu sama dengan 25 persen dari total pendapatan negara. Apalagi subsidi itu tidak tepat sasaran,” kata Bahlil.
Dalam kesempatan berbeda, menanggapi pernyataan Bahlil, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan, kementerian keuangan akan terus memerhatikan sejumlah indikator dalam penentuan anggaran subsidi energi. Ia mengakui, pemerintah sudah mengeluarkan tambahan anggaran yang cukup besar untuk menjaga stabilitas harga energi, yaitu telah mencapai Rp 520 triliun di 2022.
“APBN, subsidi dan lain-lain kita sampaikan waktu itu, jadi nanti kita lihat volume, harga, nilai tukar, itu memengaruhi. Kita akan lihat perkembangan yang ada dunia. Tapi memang volume sangat melebihi kalau dibiarkan, jadi ini nanti pasti akan menimbulkan suatu persoalan mengenai berapa jumlah subsidi yang harus disediakan dari tambahan,” kata Sri Mulyani usai acara UMKM Week di Kantor Pusat Bea Cukai, di Jakarta.
Ia pun meminta PT Pertamina (Persero) segera mengimplementasikan pembatasan subsidi BBM di seluruh Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU).
Berdasarkan Pertamina, total kuota yang ditetapkan untuk BBM subsidi jenis Pertalite di tahun 2022, yakni sebesar 23,05 juta kiloliter. Sementara, penyaluran Pertalite telah mencapai 16,8 juta kiloliter hingga Juli 2022. Artinya, kuota Pertalite hingga akhir tahun hanya tersisa 6,25 juta kiloliter.
Sedangkan, penyaluran BBM subsidi jenis Solar telah mencapai 9,9 juta kiloliter hingga Juli 2022. Dengan demikian, sisa kuota solar hingga akhir tahun hanya tersisa 5, juta kiloliter dari total kuota 15,1 kiloliter.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman juga mendorong agar Pertamina segera membatasi BBM bersubsidi. Bila tidak, maka kuota BBM subsidi yang sudah ditetapkan bakal habis sebelum akhir tahun. Apalagi, sejak harga BBM jenis Pertamax naik, ini membuat masyarakat beralih ke BBM subsidi.
“Tentu jika tidak dikendalikan maka kita akan hadapi Solar habis di Oktober atau November (2022). Pertalite juga, jika tidak dilakukan pengendalian maka kita prognosa di akhir 2022 kuota kita akan di atas realisasi,” kata Saleh.
Sebenarnya, Pertamina telah berencana membatasi penjualan BBM bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina mulai 1 Agustus 2022. Kendati demikian, menurut Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, hingga kini pemerintah masih mematangkan rancangan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Revisi perpres ini akan mengatur petunjuk teknis berkaitan dengan kriteria konsumen dan sistem verifikasi untuk dapat mengakses BBM bersubsidi.
“Pemerintah sedang memfinalkan revisi perpresnya, sehingga nanti ada kriteria kendaraan dan masyarakat yang berhak untuk itu (BBM bersubsidi),” ungkap Nicke
Ia menilai, pembatasan pembelian BBM bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina membuat pemerintah dapat mengidentifikasi dan mengontrol pemanfaatan subsidi yang tepat sasaran. Sebab konsumen yang membeli Pertalite dan Solar wajib mendaftarkan kendaraannya ke aplikasi.
“Saat sudah ada kriteria yang jelas, nanti akan diset di digitalisasinya. Kalau yang tidak berhak, ini (BBM) tidak bisa ngocor dari nozzle-nya. Nah, ini untuk mencegah penggunaan BBM subdisi oleh konsumen kelas atas. Kriteria penerima BBM subsidi ini akan diidentifikasi dari pelat nomor kendaraan dan harus dipastikan juga pelat nomor kendaraan mesti terdaftar di aplikasi MyPertamina,” kata Nicke.
Comments