in ,

Pahami Pajak untuk Bisnis Kos-Kosan

Pahami Pajak untuk Bisnis Kos-Kosan
FOTO: IST

Pahami Pajak untuk Bisnis Kos-Kosan

Indekos atau yang sering disebut kos-kosan merupakan salah satu bisnis properti yang sangat menjanjikan dan banyak diminati banyak orang. Biasanya kos-kosan banyak ditemui di daerah perkantoran, sekolah atau kampus, dan daerah industri. Pahami Pajak untuk Bisnis Kos-Kosan.

Karena di sana banyak pendatang yang membutuhkan tempat tinggal dalam jangka waktu tertentu. Namun, apakah penghasilan yang diperoleh dari bisnis kos-kosan dikenakan pajak? Jika iya, bagaimana mekanisme perpajakannya?

Pada awalnya pengenaan pajak bisnis kos-kosan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa kos-kosan termasuk bagian dari pengertian hotel, sehingga apabila wajib pajak memiliki kos-kosan lebih dari sepuluh kamar maka mekanisme perpajakannya sama seperti hotel yang akan dikenakan pajak daerah dengan tarif tertinggi 10% dan disesuaikan dengan kebijakan daerah masing-masing.

Namun apabila wajib pajak memiliki kos-kosan kurang dari sepuluh kamar peraturan pajaknya diatur dalam PPh Final Pasal 4 Ayat 2 dengan tarif pajak 10%. Dalam peraturan tersebut dijelaskan penghasilan dari transaksi atau pengalihan aset dalam bentuk tanah/bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan sewa atas tanah/bangunan termasuk ke dalam objek pajak.

Baca Juga  KPP Bonjer Dua Adakan Layanan SPT di Universitas Esa Unggul

Namun kini peraturan tersebut telah disederhanakan. UU PDRD telah dicabut dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa kos-kosan tidak termasuk pengertian dari hotel.

Sehingga berarti kos-kosan tidak lagi menjadi objek pajak daerah. Kemudian dengan hadirnya Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dijelaskan bahwa penghasilan dari kos-kosan tidak termasuk sebagai penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, melainkan digolongkan ke dalam penghasilan usaha.

Sehingga mekanisme perpajakan kos-kosan pada PPh Final Pasal 4 Ayat 2 tidak berlaku lagi.

Saat ini pengenaan pajak pada bisnis kos-kosan menjadi lebih sederhana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.

Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa pajak penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yaitu tidak melebihi 4,8 miliar dalam satu tahun pajak, maka atas penghasilan yang diterima tersebut dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif pajak sebesar 0,5%.

Kemudian dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dijelaskan bahwa adanya batas peredaran bruto yang mendapatkan insentif pajak bagi pelaku UMKM orang pribadi yang menggunakan PP No.23 yaitu sebesar Rp 500 juta penghasilan yang diperoleh dari usahanya tidak dipungut pajak atau bebas dari pembayaran pajak.

Baca Juga  Pahami Penyebab dan Kewenangan DJP Melakukan Penyidikan Pajak

Contoh Mekanisme Perhitungan Pajak Bisnis Kos-Kosan

Pada 2020, Ibu Melati memiliki 20 kamar kos-kosan yang sudah terisi penuh dengan harga sewa per kamar sebesar Rp1.000.000. Sehingga penghasilan yang diperoleh Ibu Melati adalah Rp20.000.000 dalam satu bulan atau Rp240.000.000 dalam satu tahun.

Karena penghasilan bisnis kos-kosan Ibu Melati dalam satu tahun tidak lebih dari 4,8 Miliar maka Ibu Melati dapat menggunakan tarif 0,5% (PP No.23) dan berhak mendapatkan insentif pajak sesuai peraturan dalam UU HPP.

Sehingga PPh Final yang harus dibayar oleh Ibu Melati adalah Rp 0 atau dengan kata lain Ibu Melati tidak perlu membayar pajak atas penghasilan bisnis kos-kosannya. Karena penghasilan yang diperoleh Ibu Melati tidak lebih dari peredaran bruto sebesar Rp500 juta dalam setahun sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam UU HPP.

Contoh lain, pada 2020, Bapak Ahmad memiliki 30 kamar kos-kosan yang sudah terisi penuh dengan harga sewa per kamar sebesar Rp1.500.000. Sehingga penghasilan yang diperoleh Bapak Ahmad adalah Rp45.000.000 dalam satu bulan atau Rp540.000.000 dalam satu tahun.

Baca Juga  Data Pendukung yang Diperlukan saat Ajukan Keberatan Penetapan Tarif Kepabeanan

Karena penghasilan bisnis kos-kosan Bapak Ahmad dalam satu tahun tidak lebih dari 4,8 Miliar maka Bapak Ahmad dapat menggunakan tarif 0,5% (PP No.23) dan berhak mendapatkan insentif pajak sesuai aturan dalam UU HPP. Perhitungan PPh Final terutang Bapak Ahmad atas penghasilan bisnis  kos-kosannya sebagai berikut.

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Setahun – Batas Peredaran Bruto

= Rp540.000.000 – Rp500.000.000

= Rp40.000.000

PPh Final                    = 0,5% x Penghasilan Kena Pajak

= 0,5% x Rp40.000.000

= Rp200.000

Demikian penjelasan beserta contoh perhitungan pajak atas  bisnis kos-kosan. Dengan perhitungan yang sederhana dan adanya insentif pajak yang tersedia mari penuhi kewajiban perpajakan apabila memiliki bisnis kos-kosan. Pajak Kita Untuk Kita.

 

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *