in ,

Kenaikan BBM Turunkan Daya Beli Hingga Rp 8,1 T

Kenaikan BBM Turunkan Daya beli
FOTO: IST

Kenaikan BBM Turunkan Daya Beli Hingga Rp 8,1 T

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi (Pertalite dan Solar) turunkan daya beli hingga Rp 8,1 triliun pada 40 persen kelompok masyarakat yang kurang mampu. Secara lebih luas, kenaikan BBM juga akan berdampak pada inflasi serta peningkatan jumlah kemiskinan. Untuk memitigasi itu, pemerintah telah menaikkan anggaran bantuan sosial (bansos) menjadi sebesar Rp 24,17 triliun.

Seperti diketahui, per 3 September 2022 pukul 14.30, pemerintah resmi menaikkan harga BBM bersubsidi. Harga Pertalite diputuskan naik dari Rp 7.650 jadi 10.000 per liter; Solar dari Rp 5.150 pe liter menjadi Rp 6.800 per liter. Sementara, Pertamax nonsubsidi naik dari Rp 12.000 menjadi Rp 14.500 per liter.

“Pemerintah secara hati-hati terus melakukan perhitungan untuk melindungi masyarakat utamanya yang kurang mampu. Sehingga dengan adanya bansos yang mencapai Rp 24,17 triliun, kita harapkan bisa mengurangi beban mereka yang tadi kita sebutkan, 40 persen terbawah akan menghadapi juga tekanan akibat inflasi maupun kenaikan dari Pertalite dan Solar ini. Oleh karena itu, jumlah kompensasinya dibuat jauh lebih besar dari estimasi beban yang mereka akan hadapi,” ungkap ujar Sri Mulyani dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com (4/9).

Baca Juga  Realisasi Penyaluran Anggaran Subsidi dan Kompensasi Naik 11,3 Persen jadi Rp 327 Triliun per Oktober 2024

Secara lebih rinci, kenaikan bansos menjadi Rp 24,17 triliun ini diperuntukkan bagi 20,65 juta keluarga yang masing-masing akan mendapatkan Rp 150 ribu per bulan untuk empat bulan, dengan total anggaran Rp12,4 triliun; pemberian subsidi upah sebesar Rp 600 ribu per pekerja bagi 16 juta pekerja yang berpenghasilan maksimal Rp 3,5 juta tiap bulan, dengan total Rp 9,6 triliun; serta total anggaran Rp 2,17 triliun yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) pemerintah daerah untuk subsidi transportasi angkutan umum, ojek on-line, dan nelayan.

“Berdasarkan hitungan dari penerima dan kalau hubungan dengan kemiskinan, dengan adanya bantuan tersebut, maka angka kemiskinan bisa ditekan lagi turun sebesar sekitar 1,07 persen untuk dua bantuan itu (bansos dan subsidi upah). Kenaikan dari bantuan sosial sebanyak Rp 24,17 triliun yang tadi meng-cover 20,65 juta keluarga atau kelompok penerima, ini diperkirakan mencapai 30 persen keluarga termiskin di Indonesia. Dengan adanya kenaikan bansos diharapkan akan mengurangi beban mereka,” tambah Sri Mulyani.

Baca Juga  Defisit APBN Tembus Rp 309,2 Triliun per Oktober 2024

Pada kesempatan berbeda, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi masyarakat dari gejolak harga minyak dunia. Namun, mengingat anggaran subsidi dan kompensasi tahun 2022 telah meningkat, yaitu dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) awal sebesar Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022, maka pemerintah mengambil keputusan untuk mengalihkan sebagian subsidi BBM untuk bansos yang lebih tepat sasaran.

“Lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil pribadi. Mestinya uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu. Pemerintah akan mengalihkan subsidi BBM dengan menyalurkan BLT (Bantuan Langsung Tunai) BBM sebesar Rp 12,4 triliun kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu,” kata Jokowi.

Baca Juga  Menperin Dukung Upaya Mentan untuk Serap Susu Dalam Negeri

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai, jumlah pemberian bansos BBM itu cukup, asalkan penyalurannya dipercepat. Pemerintah perlu belajar dari sebelumnya, bansos yang tersendat penyalurannya akan membuat penurunan daya beli menurun signifikan, hingga akhirnya menganggu pemulihan ekonomi nasional.

“Dari sisi kecepatan ini penting karena penyaluran bansos butuh waktu, sementara kalau keburu dinaikkan (harga BBM), maka akan terjadi kenaikan harga langsung pada hari itu juga. Bahkan, ada harga barang dan jasa yang sudah naik sebelum pengumuman. Fenomena ini yang biasanya disebut expected inflation. Aspek penting lainnya adalah cakupan bansos, selama ini penyaluran bansos belum bisa mencakup seluruh orang miskin karena kendala data dan akses, jadi artinya ada gap juga,” ujar Faisal, melalui pesan singkat (5/9).

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *