in ,

Ketahui Kewajiban Perpajakan atas Konsinyasi Saat ini

Kewajiban Perpajakan atas Konsinyasi
FOTO: IST

Ketahui Kewajiban Perpajakan atas Konsinyasi Saat ini

Dalam melakukan kegiatan jual beli, terdapat berbagai mekanisme yang dapat dijalankan oleh penjual. Penjual dapat membuat atau memproduksi barangnya sendiri, membeli barang dari produsen atau penjual lain kemudian menjualnya (reseller), hingga menjual barang milik penjual lain. Ketahui kewajiban perpajakan atas konsinyasi saat ini.

Mekanisme yang terakhir biasa disebut dengan istilah konsinyasi atau “titip”, dimana kepemilikan barang masih berada pada penitip (consignor). Disini pihak yang dititipkan (consignee) berhak menjual barang milik consignor, dan menetapkan margin keuntungan tertentu atas harga yang dipatok oleh consignor.

Apabila barang telah terjual, consignee akan menyetorkan hasil penjualan barang sekaligus mengembalikan barang konsinyasi yang tidak terjual kepada consignor dan menyimpan keuntungan untuk dirinya sendiri.

Consignee tidak mengeluarkan biaya untuk memperoleh barang, dan memiliki risiko yang lebih sedikit apabila barang tidak terjual. Lalu bagaimanakah kewajiban perpajakan atas konsinyasi?

Karena konsinyasi berhubungan dengan penyerahan barang, maka aspek perpajakan yang meliputi adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebagaimana disebutkan dalam UU nomor 8 tahun 1983 tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM yang terakhir diubah dengan UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dikenai PPN. Kapankah saat pemungutan PPN untuk kegiatan konsinyasi?

Baca Juga  Pemotongan Kuota dan Jenis Impor yang Dapat Fasilitas Bea Masuk

Sebelum diterbitkannya UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, diatur dalam pasal 1A ayat (1) huruf g UU PPN bahwa penyerahan BKP secara konsinyasi termasuk dalam definisi penyerahan BKP yang dipungut PPN. Artinya, saat consignor menyerahkan barang konsinyasi kepada consignee, consignor memiliki kewajiban untuk memungut PPN atas penyerahan BKP konsinyasi tersebut.

Namun setelah terbitnya UU Cipta Kerja, pasal 1A ayat (1) huruf g ini dihapus. Sehingga, penyerahan BKP secara konsinyasi tidak lagi termasuk dalam definisi penyerahan BKP. Penghapusan pasal ini bukan berarti atas kegiatan penjualand dengan metode konsinyasi tidak lagi dipungut PPN, namun terdapat penyesuaian saat terutang PPN atas kegiatan konsinyasi ini.

Ketentuan terkait saat terutang PPN dengan metode penjualan konsinyasi diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha. Pada pasal 17A ayat (1) PP tersebut, terdapat 4 saat terutang PPN dan saat penerbitan faktur pajak untuk kegiatan konsinyasi.

Yang pertama adalah saat consignee menyerahkan BKP milik consignor secara langsung atau telah terjual kepada pembeli. Yang kedua adalah saat BKP milik consignor diserahkan secara langsung kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian cuma – cuma, dilakukan pemakaian sendiri BKP dari consignor, serta dilakukan penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya, dan/atau antarcabang.

Baca Juga  MK Tolak Permohonan Penghapusan Sanksi Penjara bagi Wajib Pajak yang Lalai Lapor SPT

Yang ketiga saat BKP milik consignor diserahkan kepada juru kirim apabila perjanjian penjualan dilakukan dengan syarat FOB shipping point. Dan yang keempat saat harga penyerahan BKP milik consignor diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau saat faktur penjualan diterbitkan oleh consignor.

Dari keempat saat terutang diatas, dapat disimpulkan bahwa pemungutan PPN atas konsinyasi adalah saat barang konsinyasi telah terjual oleh consignee atau telah diserahkan kepada konsumen akhir. Hal ini sesuai dengan saat terutang PPN pada mekanisme penjualan konvensional, dimana pajak keluaran dipungut saat BKP telah terjual atau diserahkan kepada pembeli.

Penyesuaian ini tentu memberi kemudahan bagi pihak – pihak yang terlibat dalam mekanisme konsinyasi, baik consignor maupun consignee. Apabila pada ketentuan sebelumnya consignor memungut PPN atas seluruh BKP yang dititipkan kepada consignee, maka consignee akan menanggung beban yang besar sementara barang belum tentu akan terjual semuanya.

Beban yang dikeluarkan lebih besar, namun kepemilikan barang tetap berada pada consignor. Hal ini tentunya akan berpengaruh negatif pada arus kas consignee yang penting dalam menjaga kegiatan operasional tetap berjalan dengan baik.

Baca Juga  DJP: NIK Sudah Terintegrasi, Tarif PPh Lebih Tinggi Tak Berlaku

Dengan disesuaikannya saat terutang PPN untuk konsinyasi, asas efisiensi pemungutan pajak menjadi terlihat dengan memungut PPN atas barang konsinyasi yang telah terjual saja.

Ketentuan ini sesuai dengan mekanisme konsinyasi yang mana memang hak kepemilikan barang tetap berada di consignor dan barang baru akan berpindah kepemilikan saat telah diserahkan kepada pembeli atau konsumen akhir. Maka selayaknya, PPN atas penyerahan BKP dipungut saat barang telah berpindah kepemilikan kepada konsumen akhir.

Dimudahnya ketentuan perpajakan sudah semestinya membuat kita sebagai wajib pajak semakin bersemangat untuk membayar pajak. Semakin semangat kita membayar pajak akan membantu negara kita maju.

Tentunya untuk mendukung majunya negara kita, otoritas pajak akan terus memberikan kemudahan-kemudahan perpajakan. Jadi tunggu apalagi, penuhi kewajiban perpajakan Anda dan jadilah wajib pajak yang taat. Orang bijak taat pajak!

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *