in ,

Chatib Basri: Kebijakan Fiskal Lingkungan untuk Pemulihan

Chatib Basri Kebijakan Fiskal Lingkungan untuk Pemulihan
FOTO : IST

Pajak.com, Jakarta – Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Muhammad Chatib Basri mengusulkan, agar pemerintah menerapkan kebijakan fiskal lingkungan. Salah satunya memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang mengembangkan inovasi ramah lingkungan. Sementara, perusahaan yang memiliki eksternalitas negatif atau tidak mendukung sustainability dikenakan pajak tinggi. Upaya ini juga sekaligus berpotensi meningkatkan pendapatan negara.

“Semua negara bikin stimulus. Di Amerika tingkat bunga 0,25 persen cuma. Kalau tingkat bunga rendah orang mau investasi untuk yang namanya green. Karena biasanya yang berkaitan dengan investasi lingkungan itu mahal. Sekarang mumpung tingkat bunganya rendah, kasih insentif pajak buat green,” kata Chatib, kepada Pajak.com, pada Kamis pagi (18/2).

Baca Juga  Menteri ESDM Bahlil: Pemanfaatan Energi Terbarukan adalah Keharusan Bukan Pilihan 

Menteri Keuangan Tahun 2013-2014 ini juga mengusulkan agar pemerintah tidak menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) di tengah harga minyak dunia yang tengah turun. Selisih harga nantinya dapat dialokasikan ke penanganan kesehatan, bantuan sosial (bansos), dan stimulus Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

“Saya tau kalau saya propose ini, mungkin enggak populer. Tapi saya lagi enggak di pemerintahan, saya bisa ngomong apa yang ingin saya usulkan. Apa sumber uang yang bisa dicari?. Kalau dari pajak, sumber ekonomi sedang kena (terdampak pandemi). Jadi, harga BBM jangan diturunkan. Ketika harga BBM-nya turun, ditentukan saja selisihnya antara harga dunia (minyak) dengan harga domestik. Misalnya, harga BBM jadi turun Rp 2 ribu, turunkan saja jadi seribu. Kalau 60 juta kilo liter dipakai, kita punya Rp 60 triliun—yang bisa dialihkan ke bansos, Itu akan mengurangi permintaan pada fossil flue, gasolin menurun,” jelas Dede.

Baca Juga  Jokowi Minta Menteri ESDM Percepat Waktu Perizinan Investasi Panas Bumi

Komisaris Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk  ini menilai, BBM mayoritas dikonsumsi untuk kalangan kelas menengah ke atas yang notabene menggunakan mobil.

“Penduduk miskin biasanya pakai public transport. Atau kalau transport naik, makanan naik karena BBM tadi, kita kompensasi dengan BLT (bantuan langsung tunai). Jadi itu adalah program-program yang membuat recovery-nya adalah ramah lingkungan,” kata Dede.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *