Menu
in ,

BI: Digitalisasi Kunci Akselerasi Pemulihan Ekonomi

Pajak.comJakarta – Digitalisasi merupakan kunci untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan. Lebih dari itu, digitalisasi selain untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi juga sangat penting untuk inklusi ekonomi dan keuangan. Hal itu disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat membuka Bulan Fintech Nasional & Grand Launching Cekfintech.id secara virtual, Kamis (11/11).

Perry mengemukakan, transaksi ekonomi dan keuangan digital di masa pandemi meningkat sangat cepat baik baik dari perbankan digital, perusahaan jasa sistem pembayaran, maupun e-commerce. Namun, di sisi lain, digitalisasi membawa sejumlah risiko yang mesti dicermati bersama.

“Ekosistem ekonomi digital perlu terus kita perkuat untuk negeri kita. Di sisi lain tentu saja kita juga harus sadar digitalisasi ada sejumlah risiko seperti shadow banking, perlindungan data pribadi, serangan cyber atau bahkan yang sekarang meresahkan masyarakat adalah pinjaman online ilegal (pinjol),” ucapnya.

Perry mengungkapkan, BI sebagai otoritas bank sentral juga memiliki peran untuk memitigasi semua risiko itu, sehingga manfaat digitalisasi bisa ditingkatkan dan digitalisasi sistem pembayaran bisa diakselerasi untuk pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan.

Sejumlah peran yang dimaksud yakni membangun sistem pembayaran yang sehat, kompetitif, dan inovatif; membangun infrastruktur pembayaran yang terintegrasi, interkoneksi, interoperabilitas, aman, dan handal; serta membangun praktek pasar yang sehat, efisien, wajar, bertata kelola dan mampu mengelola risiko.

Saat ini, Perry menyebut ada empat capaian penting dalam implementasi digitalisasi sistem pembayaran ini untuk mendukung inovasi, serta mengintegrasikan ekonomi keuangan digital nasional.

Pertama, perluasan QRIS sebagai satu-satunya standar yang berlaku untuk pembayaran di negeri ini. “Kami juga sudah memperluas fitur-fitur QRIS yang memenuhi kebutuhan preferensi masyarakat, bahkan sejak Agustus lalu kita melakukan uji coba transaksi cross border QRIS dengan Thailand,” ucapnya.

Kedua, melakukan standarisasi untuk open application programming interface (API) bersama industri sistem pembayaran maupun perbankan dan nonperbankan.

“Kita hadiahkan pada negeri ini pada 17 Agustus 2021, Standard National Open API Pembayaran (SNAP) yang akan semakin mempercepat dan memperkuat integrasi, interkoneksi, dan interoperabilitas antar penyelenggara. Perbankan digital, fintech, e-commerce semua menggunakan SNAP agar semakin memperkuat efisiensi sistem pembayaran nasional,” imbuhnya.

Ketiga, BI-FAST payment yang akan mulai diimplementasikan Desember 2021. Pekan lalu, BI telah mengumumkan 22 perbankan dan nonbank yang mengimplementasikan tahap pertama. BI-FAST merupakan sistem pembayaran retail yang melayani seluruh pembayaran retail hingga Rp 250 juta dengan biaya Rp 2.500.

“Ini akan semakin memperkuat integrasi nasional secara end-to-end perbankan digital, fintech, uang elektronik, maupun e-commerce,” kata Perry.

Keempat, reformasi regulasi melalui penyederhanaan 135 regulasi menjadi 4 peraturan BI yang bertujuan untuk membentuk ekosistem ekonomi keuangan digital nasional.

“Kami ingin menciptakan suatu lingkungan bagi bertumbuhnya industri yang kondusif, mendukung inovasi, dan memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus memajukan ekonomi negeri melalui kemudahan regulasi dan reformasi perizinan,” tegasnya.

Di kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengemukakan, pandemi memberikan momentum bagi seluruh pelaku usaha untuk mengakselerasi transformasi digital dengan memanfaatkan potensi Indonesia yang sangat besar.

Menurutnya lagi, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam mengembangkan industri digital terutama fintech karena populasi Indonesia sebanyak 227 juta penduduk tersebar di seluruh Indonesia dan 137 juta di antaranya merupakan angkatan kerja.

“Di samping itu, sebanyak 175 juta penduduk atau 65,3 persen populasi telah terkoneksi dengan internet. Selain itu, pada 2020 terdapat 120 juta penduduk menggunakan e-commerce dengan nilai transaksi sebesar Rp 266 triliun,” ungkapnya.

Di sisi lain, bos OJK ini mengingatkan agar pihak-pihak yang berkepentingan dalam ekosistem ini dapat secara bersama-sama menjaga industri jasa keuangan, dan melindungi kepentingan masyarakat. Caranya, dengan tetap mengedepankan produk yang murah, berbasis teknologi, dan memberikan layanan yang lebih baik, serta akses yang lebih cepat.

“Terutama untuk masyarakat di daerah dengan tetap memerhatikan kepentingan perlindungan konsumen, serta mengedepankan adanya literasi dan edukasi masyarakat,” katanya.

Ia menilai, adanya rangkaian Bulan Fintech Nasional ini dapat menjadi momentum dan wadah yang tepat untuk memberikan pemahaman dan awareness yang lebih baik kepada masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan digital, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan produk dan layanan digital secara aman dan nyaman.

Pihaknya menyadari, perlindungan konsumen masyarakat di daerah sangat penting lantaran banyak dari mereka yang minim literasi dalam memahami produk yang betul-betul cocok dan aman bagi mereka.

“Untuk itu edukasi dan literasi sangat penting dalam hal ini terutama kami mengingatkan kepada masyarakat hati-hati dengan pinjol ilegal. Kami bersama-sama pemangku kepentingan lainnya berkomitmen untuk memberantas pinjol ilegal, dan memproses secara hukum apabila melanggar perundang-undangan yang berlaku,” jelas Wimboh.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version