in ,

Mengenang Faisal Basri, Pemikir Visioner Kebijakan Ekonomi dan Perpajakan Indonesia

Faisal Basri
FOTO: Tangkap Layar YouTube INDEF

Mengenang Faisal Basri, Pemikir Visioner Kebijakan Ekonomi dan Perpajakan Indonesia

Pajak.com, Jakarta – Ekonom senior Faisal Basri bin Hasan Basri Batubara meninggal dunia akibat serangan jantung, Kamis, 5 September 2024, sekitar pukul 03.50 WIB, di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta, pada usia 65 tahun. Pemikiran Faisal Basri yang kritis dan visioner akan terus dikenang sebagai kontribusi penting bagi kebijakan ekonomi dan perpajakan Indonesia, sehingga menjadikannya sebagai salah satu tokoh ekonomi yang sangat berpengaruh di tanah air.

Mengutip kabar duka yang disampaikan keluarga, pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini akan disemayamkan di Komplek Gudang Peluru Blok A 60, Jakarta Selatan, dan dimakamkan setelah salat Ashar dari Masjid Az Zahra, Tebet, Jakarta Selatan.

“Innalillahi wa innailaihi rodji’un. Mohon doanya semoga Rahimahullah diberikan tempat terbaik Jannatul Firdaus, diampuni segala khilafnya, dilapangkan kuburnya, diterima amal ibadahnya, serta keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan keikhlasan,” bunyi kabar duka tersebut, dikutip Pajak.com, (5/9).

Baca Juga  Reyna Syalsabella Harahap, Keilmuan Bisnis Internasional Pertajam Analisis “Transfer Pricing”

Faisal Basri meninggalkan seorang istri, Syahfitri Nasution, dan tiga anak: Anwar Ibrahim Basri, Siti Nabila Azuraa Basri, dan Mohamad Atar Basri.

Akademisi kelahiran Bandung pada 6 November 1959 ini, dikenal karena kritiknya terhadap kebijakan ekonomi, perpajakan, dan upaya mendorong reformasi fiskal. Pemikiran Faisal tentang pentingnya penguatan institusi dan kebijakan yang lebih responsif terhadap tantangan global, inklusif dan adil, kerap menjadi acuan dalam upaya membangun kesejahteraan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.

Terakhir, ia mengkritik rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai tahun 2025. Menurutnya, kebijakan itu hanya akan menambah beban rakyat kecil.

Menurutnya, pemerintah dapat mencabut insentif pajak dari korporasi untuk mendapatkan penerimaan negara lebih banyak. Terlebih, pemerintah memproyeksikan nilai belanja perpajakan (insentif pajak) sebesar Rp 445,5 triliun pada 2025 atau naik sebesar 11,4 persen dibandingkan tahun ini yang diperkirakan mencapai Rp 399,9 triliun.

“Insentif diberikan kepada korporasi yang besar sementara rakyat dibebani terus, hampir pasti kelihatannya PPN akan naik (menjadi) 12 persen,” kata keponakan dari mendiang Wakil Presiden RI Adam Malik ini dalam Diskusi Publik INDEF Kemerdekaan dan Moral Politik Pemimpin Bangsa, (19/8).

Baca Juga  Li Ling Sudarmiati, Penyuka Tantangan Kompleksitas Perpajakan Industri “Freight Forwarding”

Faisal merinci, jika PPN dinaikkan menjadi 12 persen, pendapatan negara hanya akan bertambah tidak lebih dari Rp 100 triliun. Namun jika dibandingkan dengan pengenaan pajak ekspor ke batu bara, maka pendapatan negara bisa bertambah sebesar Rp 200 triliun.

Ia juga menyatakan tidak setuju dengan rencana pemerintah mengenakan bea masuk 200 persen untuk barang-barang dari Cina. Ia menilai kebijakan itu diskriminatif.

“Tidak boleh diskriminatif terhadap produk Cina yang masuk barang impor,” kata Faisal beberapa waktu lalu. Ia menilai bea masuk tinggi baru bisa dilakukan apabila Cina terbukti melakukan dumping, yaitu ketika suatu negara menjual barang lebih murah di luar negeri.

Mengutip laman Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Faisal Basri menyelesaikan pendidikan sarjananya di FEB UI tahun 1985 dan meraih gelar Master of Arts bidang ekonomi di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika tahun 1988.

Baca Juga  Reyna Syalsabella Harahap, Keilmuan Bisnis Internasional Pertajam Analisis “Transfer Pricing”

Ia memulai kariernya sebagai pengajar di FEB UI untuk mata kuliah Ekonomi Politik, Ekonomi Internasional, Ekonomi Pembangunan, dan Sejarah Pemikiran Ekonomi (1981-sekarang). Kemudian juga merupakan pengajar pada Program Magister Akuntansi (Maksi), Program Magister Manajemen (MM), Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Pembangunan (MPKP), dan Program Pascasarjana UI (1988-sekarang).

Ia pun pernah menjadi Ketua Jurusan ESP (Ekonomi dan Studi Pembangunan) FEB UI (1995-1998), Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta (1999-2003), Pendiri INDEF (1995-2000).

Selain kiprah akademisnya, Faisal Basri juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) periode 1998-2000, dan berperan sebagai anggota Tim “Perkembangan Perekonomian Dunia” pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang Ekuin (1985-1987), dan anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI (2000).

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

90 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *