in ,

Tax Ratio: Pajak Sebagai Upaya Menuju Bonus Demografi Indonesia

Tax Ratio: Pajak Sebagai Upaya Menuju Bonus Demografi Indonesia
FOTO: IST

Pajak, (dari bahasa latin taxo; rate) adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat imbalan atau balas jasa secara langsung.

Pajak merupakan instrumen penting dalam menopang keberlangsungan hidup suatu negara, namun diremehkan keberadaannya oleh masyarakat. Dikarenakan prespektif konvensional yang menyebabkan perbedaan dalam mendefinisikan manfaat pajak, bahkan hingga meragukan eksistensi manfaat pajak itu sendiri.

Pajak sangat berdampak signifikan bagi pertumbuhan suatu negara, kesadaran akan pentingnya membayar pajak masih rendah. Ini merupakan masalah yang terjadi di negeri kita, dimana masyarakat menuntut kehidupan layak dari pemerintah, menuntut kesejahteraan yang merata, menuntut hak rakyat dari undang-undang, namun kewajibannya sendiri sebagai warga negara masih tidak dilaksanakan.

Saat ini, Indonesia memasuki era bonus demografi yang ditandai dengan menurunnya tingkat dependency ratio atau rasio ketergantungan jumlah penduduk usia non produktif terhadap jumlah penduduk usia produktif. Semakin banyak penduduk usia produktif maka semakin rendah angka ketergantungannya.

Momen bonus demografi ini merupakan peluang Indonesia untuk menjadi negara maju. Indonesia dapat belajar dari Jepang yang pernah mengalami bonus demografi pada tahun 1950 dan membuat Jepang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi tertinggi ke-3 di dunia. Indonesia memiliki modal SDM yang dapat terus meningkat hingga tahun 2035. Namun, Indonesia juga harus dapat mengimbangi jumlah dengan kualitas yang memadai. Jumlah penduduk usia produktif yang meningkat akan berdampak positif bagi perekonomian. Pendapatan negara akan meningkat karena banyak pemasukan dari pajak-pajak, tabungan, dan investasi.

Bonus Demografi dapat diibaratkan seperti “bom waktu” karena apabila penduduk usia produktif tidak berkualitas maka akan menimbulkan berbagai masalah sosial.

Pemerintah perlu memberi perhatian dalam pembangunan kualitas SDM agar dapat membentuk tenaga kerja yang berkualitas dan kompetitif. Indonesia dapat belajar dari beberapa negara maju yang sukses dalam menciptakan tax ratio yang baik. Seperti contoh pertama adalah negara Denmark. Denmark berhasil mencapai tingkat tax rate sebesar 49% karena tingkat kepercayaan masyarakatnya yang begitu tinggi pada pemerintah, bagaimana tidak? Masyarakat mendapatkan manfaat langsung dari pajak secara merata. Lalu pendidikan di Denmark digembleng melalui pembangunan mental dan persepsi tentang korupsi.

Baca Juga  3 Kanwil DJP Jatim Temui Pangdam V/Brawijaya, Bahas Implementasi “Core Tax”

Beberapa faktor yang menentukan sulitnya meningkatkan tax ratio di Indonesia antara lain tingkat presepsi korupsi yang tinggi sehingga kepercayaan rakyat terhadap instansi pemungut pajak rendah, tingkat edukasi kesadaran pajak yang minim dari masyarakat, presepsi dari masyarakat bahwa sistem perpajakan yang berbelit-belit, dan ketegasan aparat penegak hukum terkait regulasi pajak menjadi masalah yang harus diperbaiki secara teliti dan seksama.

Demi meningkatkan tax ratio, institusi perpajakan harus mengurangi beberapa resiko kebocoran yang umum terjadi. Biasanya kebocoran kebocoran tersebut terjadi karena tidak semua penghasilan yang diperoleh dari kegiatan perekonomian yang berlangsung di suatu negara dilaporkan. Misalnya saja usaha-usaha yang tidak melalui prosedur pendaftaran resmi (contohnya usaha kecil), laba perusahaan resmi tetapi tidak dilaporkan, dan lain-lain.

Berikut ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat rasio pajak, diantaranya:

  • Faktor mikro, yang terdiri dari tingkat kepatuhan wajib pajak, komitmen dan koordinasi antar lembaga negara, serta kesamaan persepsi antara wajib pajak dan petugas negara.
  • Faktor makro, yang meliputi tarif pajak, tingkat pendapatan per kapita, dan tingkat optimalisasi tata laksana pemerintahan yang baik.

Maka dari itu, untuk mencapai kebijakan perpajakan yang ideal menuju tax ratio menuju bonus demografi yang lebih baik dapat diraih sebagai berikut:

  • Memberlakukan Kebijakan Yang Tepat.
  • Hingga kini, regulasi atau otoritas pajak telah memberikan hasil kerja yang optimal pada konsep reformasi pajak yang diusung oleh pemerintah, dimana regulasi tersebut sudah berhasil meningkatkan nominal tax revenue secara konsisten. Indonesia secara luas mempromosikan dan memperluas populasi wajib pajak dan menurunkan tax rate-nya. Selama empat dekade ini, reformasi pajak sangat bertumpu pada regulation form dan tax administration reform. Sementara itu komponen lain, seperti tax payer dan tax environment belum dimanfaatkan secara optimal.
  • Dengan adanya kebijakan pajak yang tepat, bonus demografi penduduk diharapkan bisa diantisipasi di masa datang. Pemerintah berusaha menyimpan cadangan pungutan pajak yang didapatkannya untuk keperluan perluasan lapangan pekerjaan dan pembangunan infrastruktur.
  • Meningkatkan Strategi Komunikasi.
  • Perlu diketahui bahwa bonus demografi bukanlah sekadar istilah ataupun formalitas. Karena bila dicermati dengan teliti, setidaknya ada 3 generasi yang ada pada dividen demografis, yakni generasi X, Y, dan Z. Sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa perilaku ketiganya sangat berbeda. Artinya otoritas pajak perlu melakukan komunikasi dengan mempertimbangkan segmentasi tersebut. Sebagai contoh, pengenalan tentang pajak akan lebih intensif dilakukan kepada generasi remaja yang masih berusia 15 tahun dibandingkan dengan generasi Y yang sudah memasuki masa kerja. Cara ini memiliki implikasi besar bahwa tax awareness dan tax compliance yang lebih rendah pada generasi yang lebih tua diharapkan bisa ditingkatkan pada generasi yang berada di bawahnya.
  • Memperbaiki Database Wajib Pajak
  • Rasio wajib pajak Indonesia tercatat masih rendah dan jauh dari ideal, bahkan termasuk rendah di kawasan Asia. Self-Assesment System tidak serta merta akan diikuti dengan wajib pajak. Walaupun demikian, generasi Y dan Z yang mendominasi media sosial seperti Facebook, Instagram, dan LinkedIn membuat individual tax database menjadi lebih mudah untuk dirancang secara lengkap dan aktual. Maka dari itu, perlu untuk memperbaiki dan memperbaharui database wajib pajak seiring dengan tingkat usia produktif.
Baca Juga  Mengenal Tobin Tax: Definisi, Tujuan, dan Tantangan Penerapannya

Tax ratio bisa memberikan gambaran atau kesimpulan mengenai jumlah pajak yang dikumpulan dengan pendapatan nasional suatu negara dalam satu periode fiskal tertentu. Rendahnya rasio pajak suatu negara menjadi indikator jika kepatuhan bayar pajak di negara tersebut masih rendah. Hal ini dapat berujung pada terhambatnya pembangunan sarana dan prasarana di negara tersebut.

Dengan begitu, lewat tax ratio membuat wajib pajak mengetahui posisi dan peranannya dalam membayar pajak. Kontribusi wajib pajak yang lebih baik membuat Indonesia mampu mencapai target rasio pajak yang diharapkan dan momentum bonus demografi ini dapat menjadi peluang dalam memajukan Indonesia, tetapi di sisi lain juga dapat berubah menjadi bencana. Untuk meraih manfaat dari era bonus demografi ini diperlukan kerjasama dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah sebagai Agent of Development agar manfaatnya dapat semakin kuat. Peluang dari era ini dapat memberikan sebuah kontribusi yang berupaya untuk memajukan kesejahteraan, memakmurkan masyarakat terhadap pembangunan negara.

Baca Juga  Hak Wajib Pajak saat Terima Surat Tagihan Pajak

Referensi:

Tax Ratio: Sistem & Perkembangannya di Indonesia

3 Cara Memanfaatkan Bonus Demografi untuk Meningkatkan Tax Ratio

Eka Putri,Yosi.Amar,Syamsul. Aimon,Hasdi. 2013. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pendapatan Di Indonesia”.Jurnal Kajian Ekonomi Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.

Fenochietto, R. dan C. Pessino (2013), “Understanding Countries’ Tax Effort” (MemahamiUpaya Pajak di Berbagai Negara), IMF Working Paper WP/13/244.

Kenny, L. W. and S. L. Winer.2006. “Tax Systems in the World: An Empirical Investigation into the Importance of Tax Bases, Administration Costs, Scale and Political Regime” International Tax and Public Finance, 13, 181 – 215.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

30 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *