in ,

Perkembangan Regulasi dan Optimalisasi Pajak E-Commerce

Pengertian e-commerce yang tercantum dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor: SE-62/PJ/2013 ialah perdagangan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha dan konsumen melalui sistem elektronik. E-commerce mulai berkembang di Indonesia pada tahun 2010 dengan munculnya Tokopedia dan Gojek. kehadiran dua e-commerce tersebut, disusul oleh e-commerce lainnya seperti Tiket.com, Traveloka, Shopee, dan Bukalapak pada tahun berikutnya. Melihat pertumbuhan e-commerce yang terus meningkat, pemerintah membuat sejumlah aturan mengenai pengenaan pajak bagi pelaku e-commerce untuk memaksimalkan potensi penerimaan pajak yang dapat mendukung perekonomian di Indonesia.

Regulasi tentang pengenaan pajak atas transaksi elektronik pada platform e-commerce sebenarnya sudah ada sejak tahun 2103 berdasarkan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor: SE-62/PJ/2013 yang menjelaskan tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi e-commerce. Pada tahun 2017, ditetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map E-commerce) Tahun 2017-2019. Road Map tersebut memuat informasi terkait pemenuhan kewajiban pajak, tata cara pendaftaran bagi pelaku usaha e-commerce dan persamaan perlakuan pajak. Sebagai upaya lanjutan atas Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map E-commerce) Tahun 2017-2019, maka pada tahun 2018 dibentuklah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (E-commerce).

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 memuat kewajiban bagi pedagang maupun penyedia jasa untuk memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada penyedia platform marketplace. Apabila pedagang atau penyedia jasa belum memiliki NPWP, mereka dapat segera mengurusnya dengan mendaftarkan diri secara online pada aplikasi yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau dapat memberitahukan Nomor Induk kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace. Berdasarkan peraturan tersebut, pedagang dengan omzet Rp4,8 miliar dalam setahun akan dikenai pajak final dengan tarif 0,5% dari omzet brutonya, Sedangkan pedagang dengan omzet diatas Rp4,8 miliar dalam setahun dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena pajak dan wajib untuk membayar PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pengenaan pajak terhadap e-commerce berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 secara resmi mulai diberlakukan sejak tanggal 01 April 2019. Perberlakuan pajak bagi pelaku e-commerce menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat. Menteri Keuangan, Sri Mulyani akhirnya menarik kembali aturan tersebut dengan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan No. 31/PMK.010/2019 mengenai Pencabutan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce).

Setahun setelah terjadi pandemi Covid-19 pada akhir tahun 2019, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 sebagai upaya menjaga stabilitas keuangan Negara. Pasal 6 Undang-Undang tersebut membahas tentang Perlakuan Perpajakan Dalam Kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PSME) yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020. Peraturan Menteri Keuangan tersebut berisi tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pengumutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang kena Pajak tidak Berwujud dan/atau Jasa kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Pelaksanaan ketentuan yang berlaku dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 diatur berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2020.

Pertumbuhan transaksi e-commerce yang sangat pesat diperkirakan mencapai 33,3% dari tahun 2020 yang berada pada angka Rp253 triliun menjadi Rp337 triliun pada tahun 2021, kenaikan proyeksi pertumbuhan transaksi e-commerce ini disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia Pery Warjiyo. Namun, tingginya pertumbuhan transaksi e-commerce belum sebanding dengan penghasilan pajak yang diterima oleh pemerintah dari hasil transaksi e-commerce tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa regulasi yang dibuat oleh pemerintah belum sepenuhnya berjalan dengan efektif. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan hal itu terjadi yaitu Ditjen pajak belum memiliki daftar seluruh pelaku e-commerce yang ada di Indonesia.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh Ditjen Pajak diantaranya yaitu melakukan kerjasama dengan Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA), memberikan penawaran berupa NPWP bersyarat kepada pelaku e-commerce yang baru saja bergabung agar pelaku usaha yang baru bergabung tidak merasa terbebani dengan adanya pemberlakuan pajak. Serta Ditjen pajak harus memiliki sistem yang terhubung langsung untuk memantau transaksi yang terjadi pada platform e-commerce untuk mempermudah penerapan regulasi yang telah ditetapkan.

Pendekatan berupa sosialisasi juga penting untuk mengoptimalkan perolehan dana pajak atas transaksi e-commerce dengan membangun kesadaran pelaku e-commerce dalam membayar pajak. Sosialisasi yang dilakukan dapat berupa pelatihan dengan topik-topik yang menarik dan berkaitan dengan kegiatan yang terjadi di platform e-commerce. Kegiatan tersebut tidak hanya memberikan dampak positif berupa perilaku taat pajak, tetapi juga bermanfaat untuk pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia khususnya di bidang ekonomi digital.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *