in ,

Pajak E-Commerce (Nilai Plus,Potensi, dan Strategi)

Di era digital saat ini banyak kegiatan yang beralih menggunakan sistem elektronik (online),terlebih disaat pandemi seperti sekarang.kegiatan tersebut tidak terkecuali dalam hal perdagangan atau biasa disebut dengan e-commerce.Saat ini belanja online bisa dibilang sebagai primadona terutama kawula muda karena berbagai keuntungan yang didapat dibandingkan dengan belanja secara konvensional.Benefit tersebut di dapat melalui berbagai promo seperti flash sale,big sale,diskon,gratis ongkir dan lain sebagainya.Dengan semakin merebaknya e-commerce ini tentunya meningkatkan potensi pengguna e-commerce di indonesia.

Potensi

Melihat dari tabel di atas angka pengguna e-commerce di indonesia terus meningkat setiap tahunnya.Dari tahun 2020 dengan angka 129,9 juta pengguna sudah meningkat 18,6 juta ke tahun 2021 dengan angka 148,5 juta pengguna e-commere di indonesia.TEMPO.CO memprediksi hingga tahun 2024 angka pengguna e-commerce di indonesia mencapai 189,6 juta pengguna.

Sepanjang dua kuartal awal tahun 2021 Bank Indonesia mencatat nilai transaksi e-commerce sebesar Rp.186,7 triliun,angka tersebut diprediksi akan meningkat hingga 48,4% yaitu sebesar Rp.395 triliun sampai akhir tahun 2021.

Namun dibalik besarnya nilai transaksi tersebut,apakah relevan jika transaksi elektronik pada e-commerce dikenakan pajak?

Jawabannya adalah ya,karena dengan pengenaan pajak atas transaksi elektronik pada e-commerce,perdagangan dapat disama ratakan dengan konvensional yang pada dasarnya sama-sama terjadi jual beli dan transaksi.

Pemerintah menetapkan pajak PPN 10% pada transaksi elektronik, hal tersebut tercantum pada PMK Nomor 48/PMK.03/2020.Melihat hal itu pada semester pertama tahun 2021 saja penerimaan pajak dari transaksi ini kurang lebih mencapai Rp.18 triliun.Hal ini tentunya potensi yang besar bagi penerimaan pajak di tengah pandemi saat ini.

Baca Juga  Peran Pajak Dalam Menyukseskan SDGs 8

Nilai plus

  • Dengan begitu besarnya penerimaan atas pengenaan pajak transaksi elektronik pada e-commerce ini tentunya dapat mendongkrak input pajak disaat terpuruknya ekonomi dikala pandemi.Penerimaan pajak tentunya lebih maksimal guna menjalankan roda pemerintahan,biaya infrastuktur,pembangunan dan lain sebagainya
  • Ditetapkannya pajak ini,antara pedagang konvensional dan pedagang e-commerce tercipta kesetaraan dan keadilan (level playing field).
  • pajak ini juga dapat menjadi perlindungan bagi masyarakat yang berkecimpung pada dunia e-commerce yaitu dengan adanya kepastian hukum.
  • Memicu kesadaran membayar pajak terutama bagi generasi muda,karena menurut riset dari Katadata 36% transaksi elektronik berasal dari usia 18-25 tahun.

Strategi

Supaya penerimaan pajak dari transaksi elektronik ini dapat maksimal,perlunya komponen atau strategi yang dijalankan.Menanggapi hal tersebut Direktur Jendral Pajak (DJP) mengusulkan sebuah strategi ,yaitu Retargeting (Reoptimizing tax revenue with goal-oriented e-commerce taxation implementation for national growth) atau implementasi perpajakan e-commerce untuk pertumbuhan nasional.Strategi tersebut terbagi menjadi tiga komponen yaitu:

  1. Kebijakan hukum

Mulai tanggal 1 Desember 2020 pemerintah resmi menerapkan pungutan pajak PPN atas transaksi elektronik pada e-commerce.Dari produk yang dijual kepada konsumen,pelaku e-commerce wajib memungut PPN sebesar 10% dari harga sebelum pajak dan mencantumkannya dalam invoice.Peraturan tersebut bisa dibilang sama dengan peraturan yang sudah ada sebelumnya:

Baca Juga  Mengenal Tobin Tax: Definisi, Tujuan, dan Tantangan Penerapannya

PP Nomor 80 tahun 2019 =Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE)                                        PMK Nomor 48/PMK.03/2020 = PPN sebesar 10%

2.Infrastruktur Digital

Oleh karena transaksi yang digunakan menggunakan sistem elektronik,maka dari itu perlunya infrastruktur digital yang memadai guna proses rekapitulasi data dapat maksimal.Melalui Proyek Pembaruan Sistem Inti Perpajakan (PSIAP),pemerintah menggunakan beberapa sistem digital diantaranya;

  • Big data analysis
  • Advanced analytics                                                                                                                        Sistem canggih guna untuk proses,analisis,statistik data dan beberapa kecanggihan lainnya
  • Artificial intelligence                                                                                                                        Sistem yang menyediakan layanan dan informasi seputar perpajakan kepada wajib pajak sehingga proses perpajakan lebih terintegrasi.
  • Robotics process automation                                                                                                        Perangkat lunak (sofeware) yang dapat terkoneksi atau interaksi dengan dekstop GUI pengguna
Baca Juga  Kanwil DJP Jaktim Kenalkan Proses Bisnis “Core Tax” ke IKPI

3.Sumber daya manusia (SDM)

Guna menjalankan berbagai sistem canggih itu,tentunya diperlukan sumber daya manusia yang mumpuni agar sistem dapat berjalan maksimal.oleh karena itu pemerintah harus selektif dalam memiih sumber daya manusia yang berkualitas dan mumpuni dibidangnya terutama dalam penguasaan teknologi di atas sehingga income pajak juga maksimal.

Jika semua strategi tersebut dapat berjalan lancar, diharapkan penerimaan pajak dapat maksimal dan dapat ikut andil dalam menopang pajak di tanah air.pemerintah juga harus terus memperbaiki payment gateway agar lalu lintas perdagangan dapat dimonitor dan meminimalisir pelanggaran dalam perpajakan.Kita sebagai generasi muda terutama wajib pajak juga harus taat dan sadar akan pentingnya membayar pajak yang diharapkan dapat menjadi penopang bangsa.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *