Menu
in ,

Yang Dilakukan Jika Sertifikat Elektronik Kena “Suspend”

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sangat memerhatikan kasus penerbitan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau biasa juga disebut penerbitan faktur fiktif. Tahun 2020 lalu, pemerintah melaporkan, faktur pajak fiktif ternyata mendominasi kasus tindak pidana perpajakan di Indonesia. Untuk meminimalisasi kasus tersebut, melalui Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (HPP), pemerintah pun menambah besaran sanksi administrasi pada Wajib Pajak yang membuat faktur pajak fiktif. Tak hanya itu, DJP juga bisa secara langsung menetapkan status suspend pada sertifikat elektronik dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) terhadap Wajib Pajak yang menerbitkan faktur fiktif. Apa yang dilakukan jika seritifikat elektronik kena status suspend?

Status suspend merupakan suatu keadaan ketika sertifikat elektronik yang dimiliki oleh Wajib Pajak dinonaktifkan untuk sementara waktu secara jabatan oleh DJP. Dengan ditetapkannya status suspend, akibatnya Wajib Pajak tidak dapat menerbitkan faktur pajak atau bukti pungutan pajak. Status suspend ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang terindikasi sebagai Penerbit Bukti Pungutan Pajak Tidak Sah. Faktur Pajak Tidak Sah diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dan/ atau diterbitkan oleh pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Jika Wajib Pajak terkena penetapan status suspend, klarifikasi, dan tindak lanjut diatur sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017 tentang Perlakuan terhadap Penerbitan dan/atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah oleh Wajib Pajak.

Sebelum Wajib Pajak terkena status suspend biasanya DJP telah meneliti dan memeriksa dokumen Wajib Pajak, seperti keabsahan dokumen identitas Wajib Pajak pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak; keberadaan dan kewajaran lokasi usaha Wajib Pajak; keberadaan Wajib Pajak, pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak, dan kesesuaian atau kewajaran profil Wajib Pajak, pengurus dan/atau penanggung jawab Wajib Pajak, dan; kesesuaian kegiatan usaha Wajib Pajak.

Namun demikian, Wajib Pajak tidak akan dikenakan status suspend apabila berdasarkan hasil penelitian terbukti dan dapat diyakini memenuhi persyaratan tersebut di atas. Dokumen identitas diyakini keabsahan dan kebenarannya, Wajib Pajak diketahui keberadaannya dan profil yang dimiliki wajar, lokasi usaha diketahui keberadaannya serta kegiatan usaha sesuai dengan profil Wajib Pajak.

Jika Wajib Pajak mengalami status suspend oleh DJP, seorang Wajib Pajak dapat menyampaikan klarifikasi. Proses klarifikasi harus disampaikan secara langsung dan tertulis oleh Wajib Pajak atau pengurus atau penanggung jawab Wajib Pajak ke Direktorat Intelijen Perpajakan Kantor Pusat DJP. Klarifikasi tidak dapat dilakukan melalui telepon. Klarifikasi harus disampaikan secara tertulis dengan menggunakan contoh format sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017.

Selain itu, penyampaian klarifikasi harus disampaikan paling lama 30 hari kalender sejak keputusan DJP tentang penetapan status suspend dikirimkan kepada Wajib Pajak dengan syarat, terhadap Wajib Pajak belum dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan.

Untuk klarifikasi, Wajib Pajak harus melampirkan dokumen yang diperlukan. Untuk Wajib Pajak orang pribadi, dokumen yang dilampirkan adalah fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga bagi Warga Negara Indonesia (WNI) atau Paspor yang masih berlaku bagi Warga Negara Asing (WNA), yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang; surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari pejabat pemerintah daerah sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa; foto berwarna yang menunjukkan lokasi/tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak; daftar penyedia barang (supplier list) selama satu tahun terakhir; rekening koran dan bukti penerimaan pembayaran selama satu tahun terakhir; dan dokumen transaksi seperti dokumen pemesanan pembelian (purchase order), surat jalan (delivery order), berita acara serah terima barang dan/atau berita acara penyelesaian pekerjaan selama satu tahun terakhir.

Sementara untuk Wajib Pajak badan, dokumen yang dilampirkan meliputi, fotokopi KTP dan Kartu Keluarga dalam hal pengurus dan/atau penanggung jawab merupakan WNI atau Paspor yang masih berlaku dalam hal pengurus dan/atau penanggung jawab merupakan WNA, yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang; fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap, yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang; surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari pejabat pemerintah daerah sekurang-kurangnya lurah atau kepala desa setempat; foto berwarna yang menunjukkan lokasi/tempat dan kegiatan usaha Wajib Pajak; daftar penyedia barang (supplier list) selama satu tahun terakhir; rekening koran dan bukti penerimaan pembayaran selama satu tahun terakhir; dan dokumen transaksi seperti dokumen pemesanan pembelian (purchase order), surat jalan (delivery order), berita acara serah terima barang dan/atau berita acara penyelesaian pekerjaan selama satu tahun terakhir.

Proses klarifikasi ini penting. Jika Wajib Pajak berstatus suspend tidak segera menyampaikan klarifikasi dalam jangka waktu 30 hari setelah keputusan DJP tentang penetapan status suspend terlewati, maka sertifikat elektronik milik Wajib Pajak akan dicabut dan ditindaklanjuti dengan pencabutan pengukuhan PKP. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 53 PMK Nomor 147/PMK.03/2017.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version