Vonis Helena Lim, Hakim: Kembalikan Aset yang Diikutkan ”Tax Amnesty” dan PPS
Pajak.com, Jakarta – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat (Jakpus) memerintahkan Jaksa Penuntut Umum mengembalikan seluruh aset yang disita dari Helena Lim, tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang pengelolaan timah PT Timah Tbk 2016-2022. Salah satu pertimbangan Majelis Hakim karena sejumlah aset itu sudah diikutsertakan dalam Program Pengampunan Pajak atau tax amnesty jilid I pada tahun 2016 dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS)/tax amnesty jilid II pada tahun 2022.
”Dalam pembelaannya terkait dengan aset-aset terdakwa Helena yang telah disita, menyatakan bahwa terdakwa Helena selaku Wajib Pajak telah ikut serta dalam Program Pengampunan Pajak atau tax amnesty tahun 2016 dan PPS tahun 2022, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 20 Ayat 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 37 Tahun 2016 menyatakan bahwa harta yang diungkap melalui program tax amnesty dan PPS berkekuatan hukum mengikat atau final and binding,” jelas Hakim Anggota Fajar Kusuma Aji saat membacakan Amar Putusan, di Pengadilan Tipikor Jakpus dikutip Pajak.com, (31/12).
Dengan demikian, aset tersebut telah diverifikasi dan divalidasi oleh negara, dibuktikan dengan diterbitkannya Surat Keterangan Pengampunan Pajak dan Surat Keterangan Pengampunan Hak Bersih.
”Di samping itu, dengan dilakukan penyetoran sendiri PPh (Pajak Penghasilan) serta diterbitkannya Surat Keterangan Pengampunan Pajak dan Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih, maka tambahan harta atas keikutsertaan dalam program tax amnesty dan PPS tersebut telah dapat dibuktikan validitas dan eksistensinya berdasarkan mekanisme peraturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku,” jelas Hakim Fajar.
Oleh dasar itu, sudah sepatutnya aset terdakwa Helena dinyatakan demi hukum tidak dapat disita serta dijadikan sebagai dasar penyidikan, penyelidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.
Selain itu, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh mengatakan, pihaknya mempertimbangkan pembelaan Helena dan kuasa hukumnya bahwa aset yang disita itu diperoleh sebelum atau di luar waktu terjadinya tindak pidana korupsi. Ketua Majelis Hakim Rianto pun menegaskan bahwa upaya paksa penyidik Kejaksaan Agung menyita aset-aset Helena, tidak memenuhi satupun syarat penyitaan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Majelis Hakim berpendapat bahwa terkait dengan penyitaan terhadap aset milik Terdakwa Helena diperoleh sebelum atau sesudah atau di luar tempus dugaan tindak pidana di mana atas perolehan dana pengamanan seolah-olah dana CSR dari pihak smelter swasta tersebut ke rekening PT QSE (Quantum Skyline Exchange) adalah sejak awal 2019 dan aset yang tidak terkait dugaan tindak pidana haruslah dikembalikan kepada terdakwa Helena,” jelas Hakim Rianto.
Vonis Hukuman Helena
Helena merupakan pemilik perusahaan money changer PT QSE yang terlibat dalam mengelola uang hasil korupsi pada tata niaga komoditas timah terdakwa Harvey Moeis. Atas perbuatannya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakpus menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap Helena dan membayar uang pengganti Rp 900 juta.
“Jika tidak membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut dengan ketentuan. Apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun,” tegas Hakim Rianto.
Comments