Trump Ancam Kenakan Pajak Impor 100 Persen untuk Negara yang Lakukan Dedolarisasi
Pajak.com, Washington D.C. – Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) dan calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump, ancam akan kenakan tarif pajak impor atau bea masuk 100 persen terhadap barang-barang yang datang dari negara-negara yang melakukan dedolarisasi—jika ia kembali terpilih sebagai presiden pada November mendatang. Langkah ini menjadi bagian dari strategi Trump untuk menghadapi upaya negara-negara seperti Tiongkok, India, dan anggota BRICS lainnya yang berusaha mendiversifikasi perdagangan mereka dan mengurangi ketergantungan terhadap mata uang AS.
“Jika Anda meninggalkan dollar, Anda tidak akan melakukan bisnis dengan AS, karena kami akan memberlakukan pajak impor 100 persen pada barang-barang Anda,” ancam Trump dalam sebuah rapat umum di Wisconsin, AS, dikutip Pajak.com, Jumat (13/09).
Pernyataan ini menegaskan sikap proteksionisme Trump dan tekadnya untuk mempertahankan status dollar sebagai mata uang cadangan dunia.
“Jika kita kehilangan dollar sebagai mata uang dunia, itu setara dengan kehilangan perang,” imbuhnya.
Hanya seminggu sebelumnya, Trump sempat mewacanakan penerapan tarif pajak sebesar 20 persen untuk semua barang impor. Namun, kini ia melangkah lebih jauh dengan berjanji akan memberlakukan tarif pajak 100 persen terhadap impor dari negara-negara yang mulai beralih dari penggunaan dollar AS dalam perdagangan mereka.
“Saya berbicara tentang mengenakan pajak kepada negara-negara asing pada tingkat yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya, tapi mereka akan segera terbiasa,” ujar Trump dalam pidatonya di New York, pekan lalu.
Rencana pengenaan tarif pajak impor ini muncul setelah diskusi intens antara Trump dan penasihat ekonominya, yang membahas tindakan untuk menghukum negara-negara yang terlibat dalam perdagangan dengan menggunakan mata uang selain dollar AS. Bloomberg News melaporkan bahwa tindakan yang dipertimbangkan termasuk kontrol ekspor, tuduhan manipulasi mata uang, serta tarif tinggi.
Trump juga menegaskan bahwa ia lebih memilih tarif sebagai alat hubungan internasional daripada sanksi, yang menurutnya dapat “membunuh dollar” dan mengurangi pengaruh AS. Meskipun demikian, oposisi dari para ekonom dan beberapa politisi, termasuk dari Partai Republik, menunjukkan bahwa kebijakan ini dapat mengisolasi ekonomi AS dari mitra dagangnya dan menyebabkan resesi.
Sementara Trump menggunakan retorika proteksionis ini sebagai bagian dari kampanye “America First”-nya, lawannya, Kamala Harris, menyebut kebijakan ini sebagai “pajak Trump” yang akan membebani konsumen AS dan merugikan keluarga kelas menengah. Harris memperingatkan bahwa tarif yang tinggi akan membuat harga barang impor melonjak, sehingga mengurangi daya beli masyarakat.
Dedolarisasi Global dan Dampaknya pada AS
Langkah Trump ini muncul di tengah upaya dedolarisasi global yang semakin menguat, terutama di negara-negara BRICS seperti Brasil, Rusia, India, Cina (Tiongkok), hingga Afrika Selatan. Dalam beberapa tahun terakhir, BRICS semakin aktif mempromosikan penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional, terutama di sektor minyak dan gas. Tiongkok, misalnya, telah menginisiasi perdagangan minyak menggunakan yuan, dan BRICS juga berencana memperluas penggunaan mata uang digital bank sentral untuk memfasilitasi perdagangan lintas batas.
Pada awal tahun 2024, blok BRICS mengumumkan pembentukan platform pembayaran berbasis blockchain, yang dirancang untuk mendukung transaksi internasional dengan mata uang lokal. Sistem ini akan mengurangi ketergantungan pada dollar AS dan menawarkan alternatif dari sistem pembayaran internasional SWIFT yang didominasi Barat.
Dalam perkembangan terbarunya, BRICS mengonfirmasi bahwa 159 peserta akan mengadopsi sistem pembayaran baru ini. Seorang pejabat Rusia telah memverifikasi angka ini setelah sebelumnya disebutkan ada 160 negara yang terlibat. Sistem pembayaran berbasis blockchain tersebut dipandang sebagai elemen penting dalam strategi dedolarisasi BRICS, memungkinkan negara peserta untuk berdagang tanpa harus menggunakan dollar AS.
Biar bagaimana pun, pernyataan Trump ini memicu kekhawatiran akan kembalinya perang dagang global yang pernah menghantam ekonomi selama masa kepemimpinannya. Kebijakan tersebut akan berdampak besar bagi banyak negara berkembang, termasuk anggota kelompok BRICS yang telah berupaya mengurangi ketergantungan mereka pada dollar AS.
Pemilu AS 2024 dan Relevansi Dedolarisasi
Ancaman tarif pajak impor 100 persen dari Trump datang pada saat penting menjelang pemilihan presiden AS 2024, di mana dollar AS dan statusnya sebagai mata uang cadangan global menjadi isu sentral. Wisconsin, tempat Trump menyampaikan pidatonya, adalah salah satu negara bagian kunci dalam pemilu yang akan datang. Dalam jajak pendapat terbaru, Trump tertinggal 8 poin dari Kamala Harris, calon presiden dari Partai Demokrat.
Sementara Trump berfokus pada nasionalisme ekonomi dan mempertahankan dominasi dollar AS, lawan-lawannya di Partai Demokrat mencoba menarik dukungan dari pemilih kelas pekerja yang tidak puas dengan kebijakan ekonomi Presiden Joe Biden. Dengan dedolarisasi yang terus berkembang di beberapa negara, langkah Trump ini bisa menjadi salah satu upaya untuk memperkuat posisi dollar AS di kancah global dan menarik simpati para pemilih yang khawatir akan dampak ekonomi dari upaya dedolarisasi internasional.
Comments