Menu
in ,

Tiga Fokus Utama Kebijakan Penerimaan Pajak 2023

Tiga Fokus Utama Kebijakan

FOTO: KLI Kemenkeu

Pajak.com, Jakarta – Dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023 yang disusun Kementerian Keuangan (Keuangan) menetapkan tiga fokus utama kebijakan penerimaan pajak di tahun 2023. Pertama, memperluas basis dan meningkatkan rasio perpajakan melalui ekstensifikasi dan penggalian potensi, optimalisasi penerimaan pajak untuk ekonomi digital, serta tindak lanjut pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Kedua, melakukan penguatan administrasi, peningkatan kepatuhan, dan penyempurnaan regulasi. Ketiga, memberikan insentif perpajakan yang terarah dan terukur dengan cara tetap menjaga efektivitas dan diarahkan pada kegiatan ekonomi strategis yang menghasilkan multiplier effect yang besar.

“Kebijakan penerimaan perpajakan tahun 2023 diarahkan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19 dan memastikan implementasi reformasi perpajakan berjalan dengan efektif dalam rangka penguatan konsolidasi fiskal,” tulis Kemenkeu dalam dokumen KEM-PPKF 2023, diterbitkan (20/5).

Tindak lanjut PPS yang akan dilakukan pemerintah berupa pengawasan atas Wajib Pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat memberi sanksi terhadap Wajib Pajak apabila diketahui terdapat harta yang belum atau kurang diungkap saat PPS diselenggarakan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 telah mengatur, Wajib pajak peserta Kebijakan I PPS berpotensi dikenai sanksi sebesar 200 persen atas harta yang kurang diungkapkan sampai dengan berakhirnya periode PPS. Sementara, bagi peserta Kebijakan II, Wajib Pajak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) final 30 persen atas harta yang kurang diungkap dan sanksi bunga per bulan ditambah uplift factor 15 persen.

Selain itu, untuk upaya perluasan basis pajak demi optimalisasi penerimaan, akan dilakukan dengan menjaga rasio pajak meningkat secara bertahap. Maka, kebijakan teknis yang akan dilakukan, antara lain implementasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); penguatan kegiatan ekstensifikasi pajak dan pengawasan berbasis kewilayahan dalam rangka menjangkau seluruh potensi di tiap wilayah; fokus kegiatan pengawasan yang lebih terarah melalui implementasi penyusunan Daftar Prioritas Pengawasan (DPP); persiapan implementasi core tax system, dan sebagainya.

Di sisi lain, Kemenkeu juga mewaspadai kinerja penerimaan perpajakan tahun 2023 yang diperkirakan masih menghadapi pelbagai tantangan, meliputi ketidakpastian harga komoditas utama dunia; perubahan struktur perekonomian dengan semakin meningkatnya penggunaan transaksi elektronik; masih relatif rendahnya basis pajak dan tingkat kepatuhan Wajib Pajak.

Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pendapatan negara ditargetkan dapat naik pada kisaran 11,19 persen hingga 11,70 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun depan. Pendapatan negara, antara lain berasal dari penerimaan pajak; bea dan cukai; serta Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Optimalisasi pendapatan negara turut diupayakan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif serta mencapai sasaran pembangunan jangka menengah dan panjang. Ini agar Indonesia dapat keluar dari jebakan kelas menengah, middle income trap. Penerimaan negara yang defisit juga akan dikembalikan dengan batas maksimal 3 persen dari PDB di tahun depan. Pemerintah berencana menekan defisit APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) hingga minus 2,61 persen sampai minus 2,90 persen dari PDB di tahun 2023,” jelas Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang juga disiarkan secara virtual (20/5).

Secara umum, kebijakan fiskal tahun 2023 difokuskan untuk meningkatkan efektivitas transformasi ekonomi yang didukung dengan reformasi. Adapun reformasi ini dilakukan melalui mobilisasi pendapatan untuk pelebaran ruang fiskal, konsistensi penerapan perbaikan kualitas belanja (spending better) secara efisiensi dan efektif, serta terus mendorong pengembangan pembiayaan yang kreatif dan inovatif.

“Kebijakan pendapatan negara diarahkan untuk mendorong optimalisasi pendapatan dengan menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha serta kelestarian lingkungan. Melalui akselerasi pemulihan ekonomi, reformasi struktural, dan reformasi fiskal, maka diharapkan kebijakan fiskal 2023 tetap efektif mendukung pemulihan ekonomi namun tetap sustainable. Untuk itu, kebijakan fiskal tahun 2023 mengusung tema ‘Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan’,” kata Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version