Menu
in ,

Tarif PPN Naik Jadi 11 Persen Mulai 1 April 2022

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 11 persen dari 10 persen. Tarif baru ini akan berlaku mulai 1 April 2022.

Penetapan tarif PPN tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) dan sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rencananya, RUU HPP akan dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi UU pada minggu depan. Sebelumnya, RUU HPP bernama RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

“Tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu sebesar 11 persen yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022,” tulis Pasal 7 ayat 1 RUU HPP itu, seperti dikutip Pajak.com, pada Jumat (30/9).

Selanjutnya, pemerintah juga menetapkan tarif PPN menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.

Kendati demikian, pemerintah masih membuka opsi bahwa penetapan tarif PPN sebesar 11 persen (2022) dan 12 persen (2025) dapat diubah ke skema rentang tarif. Rentangnya, yaitu paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen,” tulis Pasal 7 ayat 3.

Perubahan tarif PPN dengan skema rentang tarif ini akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP)—setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).

Sementara, PPN dengan tarif nol persen tetap diberikan. Namun, hanya pada ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memastikan, penyusunan RUU HPP merupakan kerja maraton tanpa jeda, proses yang deliberatif, diskursif, dan dinamis. Ia berharap, aturan segera disahkan menjadi UU dan dapat diimplementasikan dengan baik dan menjadi manfaat bagi masyarakat.

“Dan jangan khawatir, karena pemerintah dan DPR sepakat tetap melindungi, bahkan memperkuat keberpihakan,” kata Prastowo.

Namun, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen di tahun depan justru sangat berisiko terhadap pemulihan ekonomi nasional. Khususnya akan berdampak ke daya beli kelas menengah.

“Jika barang harga nya naik, maka terjadi inflasi. Sementara belum tentu daya beli akan langsung pulih di 2022. Akibatnya masyarakat punya dua opsi, mengurangi belanja, banyak berhemat, atau mencari alternatif barang yang lebih murah. Situasinya sangat sulit bagi kelas menengah dan bawah karena PPN tidak memandang kelas masyarakat. Mau kaya dan miskin beli barang, ya kena PPN,” kata Bhima kepada Pajak.com melalui pesan singkat.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version