in ,

Lebih Bayar Pajak? Ajukan Restitusi, Tidak Perlu Takut Diperiksa

Lebih Bayar Pajak
FOTO: Tiga Dimensi

Lebih Bayar Pajak? Ajukan Restitusi, Tidak Perlu Takut Diperiksa

Pajak.com, Jakarta – Kali ini, Pak Jaka dibantu oleh Tax Compliance & Audit Assistant Manager TaxPrime Eneng Shopuroh untuk menjawab pertanyaan Wajib Pajak badan (perusahaan) mengenai kekhawatiran pemeriksaan atas permohonan status lebih bayar pajak, baik atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, pemotongan pemungutan pajak pada Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Masa, dan/atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut Eneng, perusahaan tidak perlu takut mengajukan permohonan pengembalian pajak (restitusi) meski harus diperiksa.

Tanya: 
Kami adalah perusahaan yang bergerak di sektor manufaktur dan selalu berupaya mematuhi peraturan perpajakan. Saat menghitung pajak dalam proses pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan, kami menilai ada kelebihan pembayaran. Untuk itu, kami ingin mengajukan permohonan status lebih bayar atau restitusi itu ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Namun, yang kami pahami, dalam prosesnya, KPP akan melakukan pemeriksaan yang terkadang menimbulkan potensi adanya cost of compliance. Jadi, apakah perusahaan kami perlu mengajukan restitusi meski nantinya harus diperiksa?  

Jawab: 

Perlu saya jelaskan, bahwa status lebih bayar muncul dikarenakan jumlah PPh yang telah dipotong oleh pihak lain lebih besar dari hasil perhitungan ulang PPh terutang saat mengisi SPT tahunan. Atas kondisi ini Wajib Pajak dipersilakan mengajukan restitusi atau pengembalian pajak.

Apabila perusahaan Anda ingin mengajukan restitusi, maka Wajib Pajak dapat meminta pengembalian dari kelebihan bayar pajak tersebut dengan konsekuensi dilakukannya pemeriksaan oleh KPP terdaftar.

Namun, jangan khawatir, risau, atau takut. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan bahwa perhitungan PPh atau pajak-pajak lain yang menyebabkan lebih bayar itu telah sesuai dengan keadaan sebenarnya dan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Jika hasil pemeriksaan menyebutkan bahwa perhitungan tersebut telah sesuai, jumlah lebih bayar tersebut akan dikembalikan kepada Wajib Pajak. Di sisi lain, apabila tidak sesuai, kemungkinan perhitungan lebih bayar tersebut dikoreksi menjadi lebih sedikit atau bahkan lebih banyak, dan bisa juga kurang bayar. Hal tersebut berkaitan dengan penemuan-penemuan yang didapatkan selama proses pemeriksaan. 

Baca Juga  Sri Mulyani: Sekitar 40 Ribu Pegawai DJP Sedang Dilatih Operasikan “Core Tax”

Dengan demikian, bila perusahaan Anda merasa telah mematuhi peraturan pajak dengan baik, maka tidak perlu khawatir untuk mengajukan restitusi sebagai hak yang diberikan pemerintah kepada Wajib Pajak. Untuk itu, jika mau mengajukan permohonan restitusi, Wajib Pajak harus mempersiapkan semua dokumentasi, baik terkait akuntansi (laporan keuangan) maupun kewajiban pajak perusahaan.

Perlu juga dipahami, restitusi akan lebih mudah diberikan kepada Wajib Pajak Kriteria Tertentu. Untuk mendapatkan status itu, Wajib Pajak harus memenuhi 4 persyaratan. Pertama, Wajib Pajak patuh menyampaikan SPT tahunan dalam 3 tahun. Kedua, tidak mempunyai tunggakan pajak, kecuali terhadap tunggakan pajak yang pembayarannya telah memperoleh izin penundaan atau pengangsuran. Ketiga, laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah yang dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh badan—wajib disampaikan selama 3 tahun berturut-turut. Keempat, tidak pernah melakukan tindak pidana perpajakan selama kurang lebih 5 tahun terakhir.

Dasar hukum pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Aturan diperinci dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Berdasarkan aturan itu, pengajuan restitusi dibagi menjadi tiga jenis, yakni:

  • Restitusi pajak atas pembayaran pajak oleh Wajib Pajak. Berikut cara pengajuannya:
  • Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  • Permohonan pengembalian harus ditandatangani oleh pihak pembayar. Adapun pihak pembayar, misalnya Wajib Pajak orang pribadi, Wajib Pajak badan, orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  • Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan pihak pembayar, permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan;
  • Permohonan pengembalian harus dilampiri dengan dokumen berupa bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang dipersamakan·dengan SSP, penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang, alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;
  • Permohonan pengembalian disampaikan secara langsung ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, KPP yang wilayah kerjanya, seperti tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan, dalam hal orang pribadi atau badan tersebut tidak diwajibkan memiliki NPWP, dan kepadanya diberikan bukti penerimaan surat; dan
  • Selain penyampaian permohonan secara langsung, permohonan juga dapat disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
  • Pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas kelebihan pajak dalam rangka impor (PDRI):
  • Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  • Permohonan pengembalian harus ditandatangani oleh Wajib Pajak. Namun, dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  • Permohonan pengembalian harus dilampiri dengan dokumen berupa fotokopi bukti pembayaran pajak berupa surat setoran pabean cukai dan pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan surat setoran pabean cukai dan paja,  fotokopi Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP), Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP), Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk (SPKPBM), SPP, atau dokumen yang berisi pembatalan impor yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang;
  • Lampirkan pula fotokopi keputusan keberatan, putusan banding, dan/atau putusan peninjauan kembali yang terkait dengan SPTNP, SPKTNP, SPKPBM, atau SPP;
  • Penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;
  • Alasan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang sejenisnya tidak terutang;
  • Permohonan pengembalian disampaikan secara langsung ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar;
  • Selain penyampaian permohonan secara langsung, permohonan dapat disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; dan
  • Bukti penerimaan surat atau bukti pengiriman surat merupakan bukti penerimaan surat permohonan.
  • Pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas kesalahan pemotongan atau pemungutan:
  • Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; dan
  • Permohonan pengembalian harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau pihak yang berhak mengajukan permohonan. Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak atau pihak yang berhak mengajukan, maka permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Baca Juga  Ingatkan Lapor SPT, DJP Akan Kirim “E-mail” ke 25 Juta Wajib Pajak

Nah, setelah Wajib Pajak mengajukan permohonan, KPP akan melakukan penelitian dan pemeriksaan yang menghasilkan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Adapun SKPLB diterbitkan oleh KPP paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diserahkan dan diterima secara lengkap, kecuali pada kondisi tertentu sudah ditetapkan berdasarkan keputusan DJP.

Apabila dalam 12 bulan sejak permohonan restitusi belum memberikan keputusan, artinya permohonan restitusi dikabulkan dan SKPLB tersebut akan diterbitkan dalam waktu paling telat 1 bulan setelah jangka waktunya berakhir. Bila restitusi di tolak, maka KPP akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Artinya, Wajib Pajak justru memiliki kekurangan bayar pajak.

Baca Juga  Pahami Penyebab dan Kewenangan DJP Melakukan Penyidikan Pajak

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *