Bagaimana Syarat dan Ketentuan TP Doc di Indonesia? Begini Penjelasan TaxPrime
Pajak.com, Jakarta – Dalam ranah transfer pricing, dokumentasi transfer pricing atau transfer pricing documentation (TP Doc) sudah tidak asing lagi bagi Wajib Pajak dan otoritas pajak. Hingga saat ini, banyak otoritas pajak di berbagai negara telah mengeluarkan ketentuan dan panduan mengenai TP Doc, termasuk Indonesia.
Lantas, bagaimana syarat dan ketentuan serta kompleksitas pembuatan TP Doc di Indonesia? Dibantu Evi Kurnia Sari selaku Transfer Pricing Compliance & International Tax V Supervisor TaxPrime, Pak Jaka akan menjawabnya untuk Anda.
Bagi Wajib Pajak, khususnya yang melakukan transaksi dengan afiliasi, TP Doc dijadikan sebagai alat untuk mendemonstrasikan bagaimana mereka mengaplikasikan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi dengan pihak afiliasinya. Sebaliknya, bagi otoritas pajak, TP Doc dijadikan sebagai sumber informasi utama dalam menilai kewajaran dan kelaziman usaha atas transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan afiliasinya. Seiring berjalannya waktu, ketentuan dan panduannya telah berevolusi.
Tanya:
Bagaimana peran dan efektivitas TP Doc sebagai sumber informasi untuk memastikan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha? Apa saja ketentuan dan kompleksitas yang terlibat?
Jawab:
Terima kasih atas pertanyaannya. Meskipun pedoman dan ketentuan terkait TP Doc telah lama diterapkan dan terus berkembang, banyak yang menilai bahwa regulasi TP Doc saat ini belum sepenuhnya memberikan panduan yang komprehensif, terutama terkait detail informasi yang harus disertakan untuk mencapai tujuan utama.
Dari sudut pandang bisnis, semakin kompleks operasi perusahaan multinasional, semakin besar pula persyaratan yang harus dipenuhi, seiring dengan upaya intensif otoritas pajak dalam memitigasi praktik penghindaran pajak.
Peraturan terbaru, seperti Pasal 34 PMK 172/2023, memberikan kewenangan kepada DJP untuk meminta Dokumen Penentuan Harga Transfer, yang harus disampaikan Wajib Pajak dalam waktu satu bulan. Regulasi ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan transfer pricing.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, terdapat ambang batas (threshold) yang menentukan kapan Wajib Pajak harus menyusun dan menyimpan TP Doc. Jika ambang batas tersebut terpenuhi, Wajib Pajak wajib menyusun dan menyimpan TP Doc. Namun, jika tidak, tetapi terdapat transaksi afiliasi, Wajib Pajak tetap harus menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) dalam transaksi tersebut.
Penyusunan TP Doc dapat dilakukan secara mandiri oleh Wajib Pajak, asalkan informasi dan data yang dibutuhkan tersedia. Namun, banyak Wajib Pajak menghadapi kendala dalam menentukan metode pengujian transaksi afiliasi dan mencari pembanding yang sesuai. Konsultan pajak, seperti TaxPrime, sering kali diperlukan untuk menyediakan akses ke basis data yang relevan dan membantu proses pencarian pembanding.
Sebagai perusahaan konsultan, TaxPrime memiliki pengalaman luas dalam penyusunan TP Doc yang komprehensif, meskipun tantangan tetap ada.Kompleksitas utama terletak pada pendekatan pengujian yang digunakan, seperti pendekatan segregasi untuk menilai masing-masing transaksi afiliasi. Kendala lainnya adalah kurangnya dokumen yang dimiliki oleh Wajib Pajak, termasuk kesulitan dalam mengakses kebijakan harga dan kontrak yang sesuai dengan transaksi aktual.
Dokumen yang lengkap, termasuk perjanjian yang relevan, sangat penting dalam penyusunan TP Doc untuk memastikan kesesuaian antara kontrak dan pelaksanaan transaksi. Tanpa data yang memadai, penyusunan TP Doc menjadi sulit, sehingga Wajib Pajak sering kali memerlukan bantuan dari konsultan pajak.
Comments