in ,

Pro Visioner Konsultindo Beberkan Panduan Lengkap Penyusunan SPT Tahunan untuk WP Badan dan Orang Pribadi

Penyusunan SPT
FOTO: PVK/Desain: Muhammad Ikhsan Jamaludin

Pro Visioner Konsultindo Beberkan Panduan Lengkap Penyusunan SPT Tahunan untuk WP Badan dan Orang Pribadi

Pajak.com, Jakarta – Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) merupakan kewajiban tahunan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak (WP) badan dan orang pribadi. Proses ini tidak hanya memerlukan pemahaman mendalam tentang peraturan perpajakan yang berlaku, tetapi juga strategi penyusunan SPT Tahunan yang tepat untuk memastikan kepatuhan dan efisiensi WP badan maupun orang pribadi dalam pelaporan pajaknya.

Ketidakakuratan atau ketidakpatuhan dalam pelaporan SPT Tahunan sering kali menjadi alasan terjadinya pemeriksaan oleh petugas pajak—yang merupakan bagian integral dari sistem penegakan hukum perpajakan yang berkeadilan. Untuk itu, Manager PT Pro Visioner Konsultindo Christian Andreas menekankan bahwa strategi yang tepat dalam penyusunan SPT Tahunan dapat membantu WP memitigasi potensi pemeriksaan pajak serta kesalahan yang berisiko menyebabkan sanksi. Kepada Pajak.com, Christian beberkan panduan lengkap nan strategis mengenai penyusunan SPT Tahunan untuk WP badan dan orang pribadi.

SPT Tahunan Badan: Kompleksitas dan Strategi

Christian menjelaskan bahwa proses penyusunan SPT untuk WP badan bisa menjadi sangat kompleks, terutama bagi perusahaan dengan banyak transaksi dan perubahan regulasi perpajakan yang terus-menerus dilakukan oleh pemerintah. Untuk itu, WP perlu memahami perubahan peraturan yang ada dan memastikan bahwa perhitungan pajak serta pelaporan dilakukan dengan benar untuk menghindari kesalahan.

“Peraturan perpajakan yang sering berubah membuat perusahaan perlu memberikan perhatian khusus terhadap pembaruan kewajiban perpajakannya setiap tahun. Baik dari segi perhitungan PPh dan koreksi fiskalnya, maupun lampiran yang disyaratkan oleh regulasi perpajakan,” kata Christian kepada Pajak.com, melalui wawancara tertulis, dikutip Jumat (25/09).

Dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, WP badan harus menyiapkan berbagai data dan laporan meliputi data pemilik saham dan direksi perusahaan, laporan keuangan komersial dan neraca, rincian pendapatan yang telah dipotong PPh final, rincian kredit pajak, serta berbagai biaya yang dapat dikurangkan secara fiskal seperti gaji, depresiasi aktiva tetap, dan biaya operasional lainnya.

“Untuk data nonfinansial seperti lampiran direksi dan pemegang saham dibutuhkan akta terbaru perusahaan. Sementara untuk data finansial, maka data yang diperlukan adalah laporan keuangan lengkap meliputi buku besar, neraca percobaan, laporan laba rugi, neraca, dan rincian aktiva tetap,” jelas Christian.

Kemudian, untuk rincian biaya, WP badan harus menyiapkan dokumen pendukung untuk dapat membiayakan suatu biaya secara fiskal. Misalnya, daftar nominatif biaya entertainment dan marketing yang didasarkan pada voucer pengeluaran pada buku besar, lampiran penghitungan debt to equity ratio yang didasarkan pada neraca percobaan bulanan, laporan utang swasta luar negeri yang didasarkan pada perjanjian utang, dan ikhtisar transaksi afiliasi yang didasarkan pada dokumen harga transfer—jika disyaratkan.

Selain itu, penghitungan penghasilan kena pajak berdasarkan laporan laba rugi komersial yang sudah dilakukan koreksi fiskal, nilai PPh terutang beserta rincian pelunasannya, penghitungan PPh 25 untuk tahun pajak berikutnya. Lalu, untuk data perpajakan dibutuhkan daftar rincian dan salinan kredit pajak meliputi bukti potong PPh 22, bukti potong PPh 23, bukti setor PPh 25, dan lainnya jika ada yang akan digunakan pada SPT Tahunan.

Ada juga kewajiban pajak lain, seperti lampiran notifikasi Country-by-Country Report (CbCR), menjadi bagian yang perlu diperhatikan dalam pelaporan SPT Tahunan badan.

Baca Juga  Target Pendapatan Negara 2025 Rp 3.005,1 T, Kemenkeu Akan “Extra Effort”

“Jadi, SPT Tahunan badan mencakup banyak hal seperti data pemilik saham, laporan keuangan, rincian kredit pajak, hingga dokumen pendukung lainnya yang harus dilaporkan secara akurat,” imbuhnya.

Kesalahan Umum dalam Penyusunan SPT Badan dan Strategi Mitigasi 

Beberapa kesalahan umum yang sering terjadi dalam penyusunan SPT badan adalah kesalahan memasukkan data seperti angka atau informasi yang tidak akurat; penghitungan penghasilan kena pajak, koreksi fiskal, ataupun pajak terutang yang keliru; serta ketidaklengkapan dokumen pendukung yang diperlukan, seperti laporan keuangan atau bukti pembayaran pajak.

Adanya ketidakpatuhan hingga perubahan peraturan perpajakan yang dapat membingungkan WP, sehingga tak jarang membuat kesalahan; serta keterlambatan pengisian SPT yang dapat mengakibatkan sanksi juga menjadi kesalahan yang umum dilakukan WP badan.

Untuk memitigasi kesalahan-kesalahan tersebut, Christian menyarankan beberapa strategi. Pertama, memverifikasi dan melakukan pemeriksaan ganda terhadap semua data yang dimasukkan sebelum dilakukan pelaporan. Kedua, memberikan pelatihan kepada staf terkait perpajakan dan pengisian SPT untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan.

Ketiga, membuat daftar periksa untuk memastikan semua dokumen dan informasi telah lengkap dan akurat sebelum pelaporan. Keempat, membuat jadwal untuk mulai mempersiapkan SPT jauh sebelum tenggat waktu untuk menghindari pelaporan yang melewati tenggat batas. Kelima, konsultasi dengan konsultan pajak untuk memberikan panduan dalam pengisian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan terbaru.

“Libatkan konsultan pajak saat persiapan SPT Tahunan. Selain untuk edukasi staf internal, pihak internal perusahaan dapat fokus pada persiapan dokumen yang dipersyaratkan secara regulasi. Hal ini akan lebih efisien secara waktu sehingga tidak ada revisi berulang kali sebelum pelaporan SPT,” jelasnya.

Christian juga menyoroti tantangan dalam pelaporan SPT secara online, seperti ketidakstabilan peladen (server) DJP. Menurutnya, ketidakstabilan peladen DJP di saat proses pelaporan dapat dicegah dengan cara melaporkan SPT jauh sebelum tenggat batas pelaporan.

Pasalnya, ketidakstabilan peladen DJP terjadi ketika overload lantaran banyaknya WP yang melaporkan SPT Tahunan mendekati tenggat batas pelaporan. Sementara, data digital yang corrupt baik dokumen SPT maupun lampirannya dapat dicegah dengan melakukan backup data baik pada dokumen penyimpanan internal, eksternal, ataupun secara daring (cloud).

Christian merekomendasikan agar WP badan mulai menyusun SPT Tahunan sejak awal tahun. Bahkan, beberapa lampiran, seperti daftar nominatif biaya entertainment dan biaya marketing, dapat dipersiapkan sebelum Januari tahun berikutnya.

“Perusahaan disarankan melakukan rekapitulasi daftar nominatif setiap kali transaksi terjadi, dengan tujuan untuk menghindari transaksi yang terlewat dan kehilangan dokumen pendukung,” katanya.

Jika ada biaya bunga yang akan dibiayakan, Christian menyarankan agar lampiran debt to equity ratio dibuat secara bulanan berdasarkan neraca percobaan. Ini akan memudahkan saat finalisasi laporan keuangan. Menurutnya, finalisasi laporan keuangan biasanya menitikberatkan pada pengakuan transaksi accrual, sehingga rincian aset tetap dan depresiasinya dapat diinput terlebih dahulu pada draf SPT.

Ia pun menekankan pentingnya menyelesaikan pelaporan paling lambat satu minggu sebelum tenggat waktu. Setelah laporan keuangan final terbit, penghitungan koreksi fiskal, penghasilan kena pajak, PPh terutang, pengisian SPT, dan pelaporan SPT dapat dilakukan lebih lancar. Artinya, penyusunan timeline yang jelas sejak awal tahun sangat penting untuk memastikan proses penyusunan SPT berjalan lancar tanpa terburu-buru.

Baca Juga  Nilai Ekspor Indonesia Naik 5,97 Persen jadi 23,56 Miliar Dollar AS per Agustus 2024

“Menghindari pelaporan mendekati tenggat membantu mencegah ketidakstabilan server DJP.”

SPT Tahunan Orang Pribadi: Tantangan dan Persiapan

Sementara untuk WP orang pribadi, Christian menyoroti bahwa meskipun pelaporan SPT lebih sederhana dibandingkan WP badan, tetap ada tantangan dalam pengarsipan dokumen.

“Banyak WP orang pribadi yang tidak telaten dalam menyimpan dokumen pendukung, sehingga lupa mendeklarasikan aset atau pendapatan secara lengkap,” kata Christian.

Dalam pengisian STP Tahunan orang pribadi, WP harus melaporkan beberapa hal penting. Christian menyebutkan bahwa yang pertama harus dilaporkan adalah data tanggungan WP. Data ini biasanya didasarkan pada kartu keluarga.

Selain itu, jika WP menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, Christian menegaskan bahwa laporan keuangan yang terdiri dari laporan laba rugi komersial dan neraca juga harus disertakan. Bukti-bukti seperti voucer pengeluaran dan penerimaan serta rekening koran digunakan untuk menyusun laporan tersebut.

Bagi karyawan, Christian menjelaskan bahwa mereka harus melaporkan nilai pendapatan berdasarkan bukti potong 1721-A1 atau 1721-A2 (bukti potong PPh Pasal 21 untuk karyawan). Jika ada pendapatan yang sudah dipotong PPh final, maka bukti setor PPh harus disertakan terutama dalam kasus seperti pendapatan sewa atau dividen.

Adapun mengenai aturan Tarif Efektif Rata (TER) dan pajak natura, Christian menegaskan kalau hal itu tidak berpengaruh langsung pada pengisian SPT Tahunan orang pribadi. Namun, keduanya berdampak pada kalkulasi PPh 21 oleh perusahaan saat melakukan pemotongan PPh pada pembayaran gaji. Seluruh penghasilan yang telah dikurangi PPh akan terkompilasi menjadi penghasilan neto dalam bukti potong 1721-A1, yang nantinya dimasukkan ke SPT induk.

Di sisi lain, pendapatan dari bunga tabungan, bunga obligasi, atau bunga deposito juga harus dilaporkan berdasarkan rekening koran, sementara pendapatan dari transaksi jual beli saham wajib dilampirkan dengan statement sekuritas. Untuk pendapatan lain, baik dari dalam maupun luar negeri, Christian menjelaskan bahwa WP perlu menyertakan bukti penerimaan uang atau dokumen pendukung lainnya.

Mengenai rincian kredit pajak dalam negeri, Christian menyebutkan pentingnya melaporkan bukti potong untuk PPh 21, PPh 22, PPh 23, serta setoran PPh 25.

“Rincian penghitungan dan bukti bayar pajak di luar negeri perlu dicantumkan, jika ada kredit pajak luar negeri atau PPh 24,” katanya.

Christian juga menyampaikan bahwa WP perlu melaporkan bukti uang keluar yang terkait dengan pembayaran zakat atau kewajiban agama lainnya yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Untuk laporan harta, bukti kepemilikan seperti rekening koran untuk harta di bank, akta jual beli untuk properti, serta BPKB untuk kendaraan bermotor harus dilampirkan.

“Jika ada utang, WP juga harus melampirkan perjanjian pinjaman atau statement tagihan kartu kredit,” sebutnya.

Christian juga mengingatkan bahwa WP harus melaporkan rincian PPh terutang serta pelunasannya, termasuk perhitungan PPh 25 untuk tahun pajak berikutnya, juga rincian daftar saldo harta dan utang pada akhir tahun.

“WP orang pribadi seringkali mengabaikan pentingnya melakukan rekapitulasi pendapatan secara berkala, sehingga saat tiba waktunya melaporkan SPT, dokumen-dokumen tersebut sulit dilacak,” ungkapnya.

Ia bilang, tantangan utama saat penyusunan SPT Tahunan bagi WP orang pribadi terletak pada pengarsipan dokumen secara rapi dan memastikan kelengkapannya. Untuk memitigasi kesalahan atau kealpaan dalam mendeklarasikan harta dan pendapatan secara penuh, WP orang pribadi disarankan untuk mencatat pendapatan dan transaksi secara rutin sepanjang tahun, atau dapat berkonsultasi dengan konsultan pajak.

Baca Juga  Ada Jalur Merah, Kuning, Hijau dalam Alur Pengeluaran Barang Impor, Ini Definisi dan Kriterianya

Christian menyarankan agar WP pribadi melibatkan konsultan pajak tidak hanya saat pelaporan SPT, tetapi juga dalam setiap transaksi yang memiliki dampak perpajakan.

“Perlu diketahui, seluruh transaksi ini memiliki dampak perpajakan yang memerlukan arsip dan pelaporan pada SPT Tahunan orang pribadi. Ini akan mempermudah proses pelaporan akhir tahun karena seluruh transaksi telah terdokumentasi dengan baik,” jelasnya.

Tantangan serupa terkait pelaporan secara daring juga dialami oleh WP orang pribadi. Menurut Christian, ketidakstabilan peladen DJP dapat diatasi dengan melaporkan SPT Tahunan lebih awal. Selain itu, melakukan backup data digital dapat menghindari hilangnya dokumen penting.

Januari merupakan waktu yang tepat bagi WP orang pribadi untuk mulai mengumpulkan seluruh bukti pendukung yang berkaitan dengan kalkulasi PPh, seperti rekening koran dan bukti potong. Setelah bukti-bukti tersebut terkumpul, lanjutnya, proses persiapan SPT Tahunan dan pembayaran PPh bisa dimulai.

“Pastikan ada waktu yang cukup untuk diskusi dengan konsultan pajak, jika menggunakan jasa mereka. Jika tidak menggunakan konsultan pajak, lakukan double check terhadap kelengkapan data, penghitungan, dan penginputan informasi pada e-form SPT,” sambungnya.

Idealnya, pelaporan SPT dilakukan paling lambat satu minggu sebelum tenggat waktu. Christian menambahkan, “Pelaporan lebih awal membantu menghindari ketidakstabilan server DJP yang sering terjadi saat mendekati batas akhir.”

PembetulanPengungkapan Ketidakbenaran, serta Perpanjangan

Christian mengemukakan, baik WP orang pribadi maupun badan diperbolehkan mengajukan permohonan perpanjangan waktu pelaporan SPT tahunan. Prosedurnya adalah dengan cara mengajukan permohonan secara luring ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar ataupun mengirimkan permohonan melalui perusahaan ekspedisi.

Pada permohonan tersebut, WP harus melampirkan laporan keuangan sementara, perhitungan PPh terutang sementara, pembayaran PPh terutang sementara, serta menyebutkan alasan permohonan perpanjangan dengan melampirkan dokumen pendukung.

“Perpanjangan waktu pelaporan dapat diberikan hingga batas waktu dua bulan setelah batas pelaporan awal,” kata Christian.

Namun, perlu diingat bahwa tenggat waktu penyetoran PPh kurang bayar (jika ada) tidak dapat diperpanjang, hanya pelaporan SPT yang bisa diperpanjang. Apabila permohonan perpanjangan waktu diterima, maka sanksi telat lapor SPT hanya akan berlaku setelah melewati batas waktu perpanjangan yang diberikan.

Selanjutnya, apabila terjadi kesalahan dalam pengisian SPT tahunan, WP memiliki dua opsi: melakukan pembetulan atau pengungkapan ketidakbenaran. Pembetulan SPT dapat dilakukan selama belum ada pemeriksaan atas kewajiban perpajakan yang bersangkutan. Sementara itu, pengungkapan ketidakbenaran hanya dapat dilakukan saat pemeriksaan sedang berlangsung, namun belum terbitnya Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).

Dilihat dari tarif sanksi bunga telat setor, yang dipublikasi secara bulanan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK), sanksi bunga melalui mekanisme pembetulan umumnya lebih rendah dibandingkan tarif sanksi bunga yang dikenakan akibat pengungkapan ketidakbenaran.

“Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa pembetulan SPT lebih efektif dan efisien baik dari segi waktu maupun nilai ekonomis,” pungkasnya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *