Prabowo Tunjuk Hadi Poernomo Jadi Penasihat Presiden, Pernah Teken Kontrak Politik Penerimaan Negara di Era SBY
Pajak.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Hadi Poernomo, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara. Sepanjang kariernya di pemerintahan, Hadi dikenal sebagai figur yang tidak hanya teknokrat pajak, tetapi juga pernah menjalankan komitmen politik besar dalam pengelolaan penerimaan negara.
Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 45/P Tahun 2025, yang menetapkan bahwa Hadi akan menjalankan tugas dengan hak keuangan dan fasilitas setara pejabat setingkat menteri.
Hadi menjabat sebagai Dirjen Pajak pada periode 2001–2006, masa reformasi di sektor perpajakan. Salah satu peristiwa paling menonjol dalam masa jabatannya terjadi pada tahun 2004, saat pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menugaskan Menteri Keuangan saat itu, Yusuf Anwar, untuk menyusun kontrak politik guna mengamankan penerimaan negara.
Adapun, Hadi termasuk dalam jajaran pejabat tinggi yang diminta menandatangani kontrak politik/kerja, yang merupakan sebuah kesepakatan yang mewakili komitmen penuh dari pejabat teknis dalam menjamin pencapaian target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Komitmen tersebut dilandasi dengan agenda konkret yaitu memperkuat bank data perpajakan agar menjadi fondasi bagi bank data nasional. Strategi ini diharapkan bisa memastikan keberlanjutan penerimaan negara, tidak hanya dalam jangka pendek, tetapi juga sebagai sistem yang tahan terhadap pergantian kepemimpinan.
Kala itu, Hadi menyatakan kesiapannya untuk melanjutkan atau mundur dari jabatannya, dengan catatan bahwa tugas yang ia emban telah dijalankan sesuai dengan sistem yang telah dilaksanakan sejak 2001 silam.
Sebagai pimpinan DJP, Hadi berupaya memperkuat basis data dan sistem pengawasan fiskal yang lebih modern. Namun upaya itu menghadapi hambatan serius di antaranya keterbatasnya akses informasi yang dimiliki otoritas pajak terhadap data perbankan dan transaksi devisa.
Pada saat itu, untuk mengatasi hal tersebut ia mendorong perlunya perubahan regulasi agar akses terhadap data-data keuangan, seperti deposito, lalu lintas devisa, kredit macet, dan penggunaan kartu kredit yang dinilai bisa digunakan untuk menutup potensi kebocoran penerimaan negara yang nilainya sangat besar, mencapai Rp679,2 triliun.
Kini, hampir dua dekade setelah momen tersebut, Hadi kembali dipercaya untuk mengemban tanggung jawab strategis. Sebagai Penasihat Presiden, ia membawa serta pengalaman panjang, pemahaman mendalam tentang sistem perpajakan nasional, dan semangat reformasi yang telah melekat dalam rekam jejak kariernya.
Comments