Menu
in ,

Pertumbuhan Pajak Daerah Positif, Capai Rp 50,49 T

Pertumbuhan Pajak Daerah Positif

FOTO: KLI Kemenkeu

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini, aktivitas ekonomi daerah telah pulih setelah dua tahun terpuruk akibat pandemi COVID-19. Hal itu tecermin dari pertumbuhan pajak daerah yang positif mencapai Rp 51,86 triliun hingga April 2022 atau tumbuh 2,7 persen dibandingkan dengan April 2021 sebesar Rp 50,49 triliun.

“Selaras dengan kinerja pajak pusat yang tumbuh positif (tumbuh mencapai 51,5 persen), perpajakan daerah mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Kegiatan-kegiatan di daerah sudah mulai normalize. Hotel mulai pulih, parkir mulai pulih, restoran mulai pulih,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta), yang dikutip Pajak.com (25/5).

Ia memerinci, komponen pajak daerah, meliputi penerimaan pajak hiburan yang tumbuh 196,93 persen, pajak hotel 83,06 persen, pajak parkir 37,31 persen, pajak restoran 37,29 persen, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) 14,12 persen, serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) 12,18 persen.

“(Pajak) hiburan naik karena memang di tahun 2020 hingga 2021 itu menurun sekali. Parkir juga (pulih) karena masyarakat sudah mulai pulih mobilitasnya. Ini menggambarkan mobilitas masyarakat yang memberikan dampak terhadap ekonomi daerah. Kita berharap ini bertahan karena perbaikan ekonomi nasional,” kata Sri Mulyani.

Ia menjelaskan, pajak daerah merupakan kontributor terbesar dari realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Secara komposisi, pajak daerah berkontribusi sebesar 77,8 persen, sementara retribusi daerah berkontibusi 2,4 persen, hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah (PKD) yang dipisahkan 5,4 persen, lain-lain PAD yang sah 14,4 persen.

“Hingga April 2022, restribusi daerah kita lihat sebesar Rp 1,59 triliun, hasil PKD yang dipisahkan Rp 3,61 triliun, lain-lain PAD yang sah kinerjanya Rp 9,57 triliun,” urai Sri Mulyani.

Sekilas mengulas, apa itu pajak daerah? Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung, dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Apa saja jenis pajak daerah? Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, terdapat 16 jenis pajak daerah yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, yang terdiri dari tujuh jenis pajak yang pemungutannya merupakan kewenangan pemerintah provinsi dan sembilan merupakan kewenangan Pemerintah kabupaten/kota.

Pajak yang dipungut oleh pemerintah provinsi sebagai berikut:

  1. PKB.
  2. BBNKB.
  3. Pajak Alat Berat (PAB).
  4. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
  5. Pajak Air Permukaan (PAP).
  6. Pajak Rokok.
  7. Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).

Pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota adalah:

  1. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
  2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
  3. Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
  4. Pajak Reklame.
  5. Pajak Air Tanah.
  6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
  7. Pajak Sarang Burung Walet.
  8. Opsen PKB.
  9. Opsen BBNKB.

Selain itu, Sri Mulyani juga menyebutkan, jumlah transfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah pada tahun 2022 mencapai Rp 242,4 triliun atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 233,2 triliun.

“Transfer kita ke pemerintah daerah mencapai Rp 242,4 triliun ini lebih tinggi 4 persen dari tahun lalu yang berjumlah Rp 233,2 triliun posisi di akhir April. Kenaikan tersebut paling besar terlihat dari nilai Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp 154,4 triliun. Jumlah DAU 2022 lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 134,4 triliun,” kata Sri Mulyani.

Ia mengatakan, kenaikan DAU ditopang oleh transfer tiga dana, meliputi, Dana Desa, Dana Otonomi Khusus (Otsus), dan Dana Insentif Daerah (DID).

“Dana Otsus lebih tinggi, DID lebih tinggi, dan Dana Desa jauh lebih tinggi, yaitu naik 32,3 persen mencapai Rp 22,3 triliun,” tambah Sri Mulyani.

Kendati demikian, Dana Bagi Hasil (DBH) di daerah masih lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.

“Jadi memang paling besar kita lihat kenaikannya DAU. Untuk lainnya DBH, DAK (Dana Alokasi Khusus) fisik dan DAK nonfisik masih lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya,” kata Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version