Menu
in ,

Pemerintah Kaji Pengenaan Bea Meterai di e-Commerce

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan tengah mengkaji rencana pengenaan bea meterai (e-meterai) di berbagai platform digital, termasuk e-commerce. Adapun bea meterai sebesar Rp 10 ribu akan dibebankan untuk syarat dan ketentuan tertentu (term and condition) dengan transaksi di atas Rp 5 juta. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menyebut, pengenaan ini dinilai sesuatu yang wajar dan tidak akan mengganggu ekosistem digital, karena ada ketentuan minimum transaksi yang ditetapkan.

“Kan, ada batas minimumnya, harusnya tidak akan berpengaruh. Tapi kalau yang ingin kita lihat formalitasnya, kalau makin besar (belanjanya), ya formalitas juga makin kuat. Ya, wajar dong untuk bayar meterai, enggak apa-apa,” katanya di Kawasan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, dikutip Pajak.com, Selasa (14/6).

Sementara itu Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengungkapkan, berdasarkan aturan itu disebutkan salah satu objek bea meterai adalah surat perjanjian baik dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, maupun elektronik. Ia juga memastikan, bea meterai ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan berusaha alias level of playing field.

“Bea meterai juga dikenakan kepada para pelaku e-commerce dengan tujuan untuk menciptakan level of playing field atau kesetaraan dalam berusaha bagi para pelaku usaha digital dan konvensional,” ucapnya.

Menurutnya, Terms and Conditions (T&C) merupakan bentuk klausa baru yang dilahirkan untuk melindungi hak dan kewajiban pengguna platform digital supaya lebih efisien, mudah, dan praktis. Neil bilang, tidak semua T&C terutang bea meterai; tetapi hanya yang memenuhi persyaratan sebagai perjanjian atau persetujuan seperti yang diatur dalam Undang-Undang KUH Perdata, dan berbentuk dokumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Bea Meterai.

Ia mengklaim, pihaknya bersama Indonesia E-commerce Association (iDEA) masih mengkaji dan berdiskusi untuk menetapkan mekanisme pengenaan bea meterai atas T&C yang memenuhi syarat sebagai dokumen perjanjian yang terutang bea meterai.

“Kita terus berdiskusi untuk menentukan mekanisme pemeteraian atas T&C yang memenuhi persyaratan sebagai dokumen perjanjian yang terutang bea meterai,” kata Neil.

Sebelumnya, Ketua Umum iDEA Bima Laga memastikan telah memerhatikan beleid dalam Undang-Undang Bea Meterai dan menyampaikan usulan kepada DJP. Sebab, pemerintah saat ini menganggap dokumen T&C itu sebagai dokumen perjanjian dan terutang bea meterai sesuai UU nomor 3 tahun 2020.

Bima menilai, kondisi ini akan menciptakan hambatan besar untuk proses digitalisasi yang sedang berjalan. Pasalnya, T&C ada dalam layanan seluruh platform digital. Syarat dan ketentuan ini bertujuan untuk menjelaskan hak dan tanggung jawab dari seluruh pihak yang mengakses layanan digital.

”Bayangkan apabila seluruh user, termasuk pembeli dan seller sebelum mendaftar di platform harus bayar Rp 10 ribu terlebih dahulu. Padahal mereka belum transaksi, apalagi UMKM laku saja belum sudah harus bayar meterai,” ujar Bima.

Kalaupun benar-benar akan diterapkan, lanjut Bima, Indonesia akan menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan pada platform digital dan secara signifikan dapat mengurangi daya saing Indonesia di kancah global. Di sisi lain, hal ini juga tidak sejalan dengan program pemerintah yang menargetkan 30 juta UMKM go digital pada 2024 mendatang.

Untuk itu, pihaknya merekomendasikan kepada pemerintah supaya memberikan pengecualian khusus agar T&C tidak menjadi objek e-meterai agar tidak memberi dampak masif kepada pelaku usaha—terutama UMKM dan menghambat digitalisasi.

“Apabila di kemudian hari secara perdata diperlukan e-meterai, maka kami merekomendasikan dilakukan terutang di kemudian hari agar proses digitalisasi tidak terhambat,” ujarnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version