in ,

Pemeriksaan Pajak Dipercepat Jadi Maksimal 6 Bulan, BKF: Diatur PMK 15/2025 

Foto: Aprilia Hariani

Pemeriksaan Pajak Dipercepat Jadi Maksimal 6 Bulan, BKF: Diatur PMK 15/2025 

Pajak.com, Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menegaskan bahwa pemerintah berupaya membantu dunia usaha untuk menghadapi pengenaan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32 persen yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.  Salah satunya dengan mempercepat proses pemeriksaan pajak menjadi maksimal enam bulan dari sebelumnya 12 bulan. Kebijakan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak.

“Melakukan percepatan pemeriksaan pajak yang diatur dalam PMK yang baru, PMK Nomor 15 Tahun 2025. PMK masih harus lebih disosialisasikan pada masyarakat dengan [proses] percepatan pemeriksaan pajak yang semula maksimum selama 12 bulan, sekarang menjadi 6 bulan,” jelas Febrio usai rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dikutip Pajak.com, (11/4).

Baca Juga  “Pink Tax”, Ketimpangan Harga Bagi Perempuan dan Langkah Korektif Lewat Kebijakan Pajak

Selain itu, PMK Nomor 15 Tahun 2025 juga telah mengubah batas waktu proses pemeriksaan bagi Wajib Pajak grup terkait transfer pricing yang dipangkas menjadi 10 bulan dari sebelumnya 2 tahun (24 bulan).

“Dengan ini, transparansi, kecepatan, dan efektivitas pemeriksaan pajak diharapkan meningkat,” imbuh Febrio.

Pada kesempatan yang berbeda, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari perbaikan administrasi perpajakan yang ekuivalen dapat mengurangi beban perusahaan, terlebih di tengah pengenaan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32 persen dari basis tarif sebesar 10 persen yang diterapkan AS.

“Kalau perbaikan administrasi perpajakan dan kepabeanan dari mulai pemeriksaan pajak, restitusi pajak, dan perizinan, ini akan mengurangi tarif hingga 2 persen sendiri. Nanti kalau dunia usaha akan kena beban 32 persen, dengan adanya berbagai reform (administrasi perpajakan) 2 persen lebih rendah,” jelas Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta Pusat, (8/4).

Baca Juga  Kanwil DJP Jawa Barat II Gelar Pekan Sita Serentak, Targetkan 28 Aset Penunggak Pajak


Ia memastikan, pemerintah terus melakukan harmonisasi kebijakan pajak dan kepabeanan untuk aktivitas ekspor – impor. Penguatan ini dilakukan agar kebijakan dari hulu hingga ke hilir dapat lebih bersinergi sehingga mempermudah proses bisnis pelaku usaha.

“Ini akan memudahkan transaksi proses restitusi, perbaikan proses kerja, dan fasilitas impor. Kami juga telah mendapatkan feedback dalam situasi seperti ini, ada perusahaan yang merger atau proses akuisisi itu perlu lebih cepat. Mungkin biasanya ini terhalangi policy karena adanya implikasi perpajakan. Kami akan terbuka untuk melihat aspek perpajakan agar perusahaan-perusahaan yang perlu melakukan merger atau akuisisi jauh lebih agile, karena situasi memang mengharuskan seperti itu,” ungkap Sri Mulyani.

Baca Juga  Pemerintah Telah Tarik Utang Baru Rp250 Triliun Hingga Kuartal I-2025, Sri Mulyani: “On Track”

Baca juga:

Batas Waktu Tanggapan SPHP Jadi 5 Hari? Tenang, Taxco Solution Beri Strateginya

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *