Menu
in ,

Pemda Harus Cari Alternatif Sumber Penerimaan Pajak

Pemda Harus Cari Alternatif Sumber Penerimaan Pajak

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyarankan agar pemerintah daerah dapat mencari alternatif sumber pertumbuhan ekonomi baru untuk mencapai target penerimaan pajak daerah. Mengingat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro akan berdampak pada anjloknya kinerja ekonomi andalan daerah, seperti sektor perhotelan, pariwisata, dan ritel.

“Daerah yang bergantung pada pariwisata, tentu harus melakukan inovasi atraksi pariwisata agar bisa tetap jalan dan pada muaranya pada meningkatnya penerimaan pajak daerah. Misalnya, melakukan inovasi kunjungan pariwisata atau kebudayaan virtual. Sementara untuk diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi daerah baru, pemerintah daerah perlu koordinasi dengan pusat karena sumber dananya, pasti akan banyak melalui pusat,” kata ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy melalui pesan singkat, kepada Pajak.comSabtu (26/6).

CORE Indonesia tidak bisa memberikan usulan secara spesifik untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak daerah. Sebab setiap daerah memiliki potensi pajak yang berbeda. Namun, sebenarnya pemerintah pusat telah memberi kebebasan pemerintah daerah untuk mengalokasikan dana transfer daerah untuk pemulihan ekonomi.

“Harus diakui bahwa tidak sederhana memberikan rekomendasi daerah untuk pajak. Kita paham bahwa karateristik ekonomi tiap daerah akan berbeda. Tinggal bagaimana peran kepala daerah—berani atau tidak, lambat atau cepat mengeluarkan kebijakan inovasi. Pemerintah pusat sudah mengalokasikan dana transfer ke daerah, seharusnya dana ini dioptimalkan daerah untuk proses pemulihan ekonomi di daerah masing-masing, ketika aktivitas pemulihan ekonomi terjadi, secara otomatis pajak juga akan ikut meningkat,” kata Yusuf.

Alumnus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Jakarta itu menyoroti penerimaan pajak Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta yang baru mencapai mencapai Rp 11,08 triliun atau 25,28 persen dari target perolehan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 sebesar Rp 43,84 triliun. Menurut Yusuf, kinerja itu wajar terjadi karena sektor unggulan DKI Jakarta sangat terpuruk sepanjang pandemi Covid-19.

“Menjadi wajar penerimaan pajak DKI Jakarta sampai saat ini kemudian baru mencapai angka 25 persen dari target. Sebut saja penerimaan pada pajak hotel, pajak restoran hingga pajak hiburan. Kalau dilihat dari kinerja ekonomi DKI Jakarta pada kuartal I, ketiga sektor yang berkaitan dengan pos pajak tersebut, masih mengalami kontraksi yang masih cukup dalam. Sebut saja akomodasi makan dan minum yang mengalami kontraksi pertumbuhan hingga minus 10 persen,” kata Yusuf.

Selain itu, penyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar di DKI Jakarta, yaitu perdagangan juga masih mengalami kontraksi pertumbuhan pada kuartal I-2021. Rangkaian itu menambah lambatnya realisasi target penerimaan pajak daerah.

“Alhasil dengan kinerja beberapa sektor ekonomi di DKI Jakarta yang belum pulih secara optimal, menjadi wajar realisasi pajak juga menjadi lebih lambat,” tambah Yusuf.

Hal serupa juga terjadi pada penerimaan pajak di Provinsi Bali. Realisasi pendapatan daerah Pulau Dewata itu baru mencapai Rp 1,1 triliun atau 18,24 persen dari target Rp 6,034 triliun pada 2021.

Berdasarkan data Badan Pendapatan Daerah (Bappenda), realisasi itu bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) senilai Rp 688,82 miliar. Adapun realisasi PAD bersumber dari pajak daerah senilai Rp 495,9 miliar; retribusi daerah Rp 2,6 miliar; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp 158,44 miliar; dan pendapatan lain-lain Rp 31,86 miliar.

Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali I Made Santha mengatakan, penerimaan pajak daerah memang terus mengalami penurunan sejak kuartal I-2020. Bali sudah tidak mampu mengandalkan PAD dari pajak kendaraan bermotor. Padahal, porsi pajak kendaraan bermotor terhadap pendapatan asli daerah selama ini paling besar, yakni mencapai 85 persen lebih.

“Kami juga masih menunggu kondisi pariwisata normal. Kami melihat perolehan pajak kendaraan bermotor yang selama ini jadi sumbu harapan kami tidak lagi bergairah sehingga kami harus pikirkan berbagai kebijakan,” kata Santha.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version