Target Penerimaan Pajak 2023 Tertinggi Sepanjang Sejarah
Pajak.com, Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menyebut, penerimaan perpajakan 2023 ditargetkan tumbuh moderat di tengah tantangan perekonomian global. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) optimistis penerimaan perpajakan di 2023 mampu mencapai Rp 2.021,2 triliun dan merupakan target penerimaan pajak 2023 tertinggi sepanjang sejarah.
“Penerimaan perpajakan merupakan tulang punggung penerimaan negara. Di awal pandemi, penerimaan perpajakan sempat mengalami tekanan akibat turunnya aktivitas perekonomian dan pemberian insentif perpajakan untuk mempertahankan keberlangsungan dunia usaha. Seiring dengan pemulihan ekonomi dan juga kenaikan harga komoditas, pendapatan negara, termasuk penerimaan perpajakan meningkat cukup signifikan, bahkan tertinggi sepanjang sejarah,” urai Febrio dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com (15/9).
Berdasarkan hasil kesepakatan pemerintah dan Badan Anggaran DPR, penerimaan perpajakan tahun 2023 ditargetkan tumbuh 5 persen dari outlook Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 yang ditopang oleh penerimaan pajak sebesar Rp 1.718,0 triliun serta bea dan cukai Rp 303,2 triliun.
“Di tahun 2023, pemerintah memperkirakan keuntungan tiba-tiba (windfall profit) yang diperoleh dari kenaikan harga komoditas tidak setinggi tahun 2022 seiring dengan penurunan harga komoditas. Kondisi pemulihan ekonomi tahun 2023 yang diperkirakan akan semakin menguat. Selain itu, terdapat penerimaan pajak yang tidak berulang di tahun 2023, seperti penerimaan dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS),” kata Febrio.
Oleh karena itu, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan akan tumbuh relatif moderat di tahun depan, yang turut didorong oleh keberlanjutan reformasi perpajakan melalui implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), serta penegakan hukum.
Di sisi lain, kebijakan penerimaan perpajakan tahun 2023 diarahkan untuk optimalisasi pendapatan negara yang mendukung transformasi ekonomi dan upaya pemulihan ekonomi pascapandemi COVID-19 dengan memastikan implementasi reformasi perpajakan berjalan dengan efektif untuk penguatan konsolidasi fiskal.
Seperti diketahui, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah melakukan Reformasi Perpajakan Jilid III, selain UU HPP, implementasi lainnya adalah pengembangan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau core tax. Melalui sistem ini semua proses bisnis DJP akan terintegrasi secara komprehensif, sehingga mampu semakin menutup celah praktik penghindaran pajak.
Febrio memastikan, optimalisasi penerimaan melalui reformasi perpajakan itu bertujuan supaya sistem lebih sehat dan adil untuk seluruh Wajib Pajak. DJP akan melakukan juga penggalian potensi, perluasan basis data, peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, serta perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan melalui inovasi layanan.
“Dengan berbagai upaya reformasi perpajakan, pemerintah memperkirakan rasio perpajakan akan meningkat pada tahun 2023, sehingga dapat memperkuat ruang fiskal. Namun demikian, implementasi reformasi perpajakan akan tetap menjaga iklim investasi, keberlanjutan dunia usaha, dan melindungi daya beli masyarakat,” jelasnya.
Secara simultan, pemerintah akan terus memberikan berbagai insentif perpajakan yang tepat dan terukur guna mendorong percepatan pemulihan dan peningkatan daya saing investasi nasional sekaligus memacu transformasi ekonomi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memerinci, faktor yang memengaruhi naiknya penerimaan pajak di tahun 2023 sebesar Rp 2,9 triliun berasal dari target penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dinaikkan dari Rp 740,1 triliun menjadi Rp 743 triliun. Penambahan ini terjadi karena dengan adanya inflasi yang disepakati 3,6 persen di 2023 dari sebelumnya 3,3 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen.
“Artinya, patokan ekonomi akan sangat tinggi, sehingga penerimaan dari PPN diharapkan bisa mengikuti ukuran target perekonomian tersebut,” jelas Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Banggar DPR di Gedung DPR, yang juga disiarkan secara virtual, (14/9).
Maka, secara keseluruhan, penerimaan pajak tahun depan bakal ditopang oleh Pajak Penghasilan (PPh) minyak dan gas (migas) sebesar Rp 61,4 triliun, PPh nonmigas Rp 873,6 triliun, PPN Rp 743 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp 31,3 triliun, serta pajak lainnya sebesar Rp 8,7 triliun.
Sementara, target penerimaan bea dan cukai yang disepakati sebesar Rp 303,2 triliun atau naik Rp 1,4 triliun dipengaruhi oleh penerimaan Bea Masuk yang dipatok naik menjadi Rp 200 miliar, kemudian target penerimaan Bea Keluar menjadi sebesar Rp 1,2 triliun.
“Perubahan target penerimaan kepabeanan dan cukai disebabkan oleh perubahan asumsi kurs 2023 dari Rp 14.750 per dollar AS menjadi Rp 14.800 per dollar AS, serta peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) nominal 2023 dari Rp 20.988,6 triliun menjadi Rp 21.037,9 triliun,” kata Sri Mulyani.
Comments