Menu
in ,

Pajak Karbon Potensi Timbulkan Kebocoran Penerimaan

Pajak Karbon Kebocoran Penerimaan

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan, masifnya penerapan pajak karbon di Indonesia dapat timbulkan potensi terjadinya kebocoran penerimaan negara yang berasal dari pajak karbon. Kebocoran penerimaan negara yang dimaksud berupa tax evasion, tax fraud, korupsi, serta pencucian uang (money laundry) yang teridentifikasi sebagai tindak pidana yang terkait dengan pajak karbon.

“Fenomena global tersebut sejalan dengan penelitian anti-corruption resources center pada tahun 2021, yang menyatakan bahwa korupsi pada pajak karbon dapat menurunkan efektivitas pengenaan pajak karbon pada pelaku usaha, sehingga berdampak tidak terwujudnya carbon net sink yang ditargetkan oleh pemerintah,” ungkapnya dalam kegiatan PPATK 3rd Legal Forum “Mewujudkan Green Economy Berintegritas Melalui Upaya Disrupsi Pencucian Uang pada Pajak Karbon”, pada Kamis (31/03).

Ia menambahkan, tindak pidana korupsi dan tindak pidana di bidang perpajakan merupakan tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan penilaian hasil risiko nasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pemberantasan terorisme tahun 2021, telah menetapkan bahwa tindak pidana korupsi sebagai salah satu tindak pidana yang berisiko tinggi, yang diikuti oleh tindak pidana di bidang perpajakan.

Selanjutnya, Ivan menjelaskan bahwa rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) telah dibangun sejak dua dekade yang lalu melalui penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2022 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2023, yang kemudian di amandemen melalui UU Nomor 8 Tahun 2010.

“Penerapan UU tersebut dinilai mampu mendisrupsi aktivitas pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi, dan tindak pidana di bidang perpajakan, termasuk tindak pidana pajak karbon,” jelasnya.

Menurutnya, disrupsi pencucian uang melalui gerakan APU PPT di Indonesia dapat berjalan secara efektif dan optimal apabila dalam pelaksanaannya dilakukan secara sinergitas dan solid antara sektor publik dan sektor privat, termasuk pelaku usaha yang menghasilkan emisi karbon.

“Penerapan program APU PPT serta kewajiban pelaporan ke PPATK yang dilakukan oleh pihak pelapor, dapat membantu pelaksanaan tugas PPATK dalam melakukan monitoring terhadap transaksi keuangan yang terindikasi adanya kebocoran penerimaan negara atas pajak karbon,” imbuhnya.

Selain itu, terjalinnya sinergi dengan instansi penegak hukum juga perlu dioptimalisasikan dalam rangka asset recovery dan penyelamatan penerimaan negara yang berasal dari tindak pidana korupsi, tindak pidana bidang perpajakan, dan tindak pidana pencucian uang.

Ivan berharap, dengan dicanangkannya dua dekade gerakan APU PPT tahun 2022, dapat mendukung optimalisasi penerimaan negara atas pajak karbon, serta mampu mendisrupsi upaya kebocoran penerimaan negara yang dikarenakan adanya aktivitas pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi, dan tindak pidana di bidang perpajakan.

“Kami akan terus membantu teman-teman Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang hampir setiap hari menyampaikan inquiry kepada kami untuk mendapatkan hasil analisis terkait dengan upaya yang teman-teman DJP lakukan terkait pengungkapan kasus di bidang perpajakan,” pungkasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version