in ,

Metode Pemeriksaan untuk Pemeriksaan WP Badan

Metode Pemeriksaan untuk Pemeriksaan WP Badan
FOTO : IST

Metode Pemeriksaan untuk Pemeriksaan WP Badan – Berdasarkan kebijakan pemeriksaan, Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan lima prinsip utama yang dapat digunakan oleh kanotr pajak untuk menyusun sasaran prioritas penggalian potensi perpajakan, antara lain: indikasi ketidakpatuhan tinggi (adanya tax gap), indikasi modus ketidakpatuhan Wajib Pajak, indentifikasi nilai potensi pajak, identifikasi kemampuan Wajib Pajak untuk membaran ketetapan pajak (collectability) dan pertimbangan Dirjen Pajak. Metode pemeriksaan untuk pemeriksaan wajib pajak badan. Dalam rangka pemeriksaan wajib pajak badan, terdapat beberapa metode pemeriksaan tidak langsung yang dapat diterapkan, antara lain:

a. Metode Transaksi Tunai

Dalam pencatatran yang dilakukan oleh Wajib Pajak, semua penghasilan dicatat di sisi debit dan pengeluaran dicatat di sisi kredit, termasuk penghasilan-penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan pengeluaran-pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Apabila jumlah pada sisi pengeluaran melebihi jumlah pada sisi penghasilan, selisih merupakan penghasilan bruto Wajib Pajak yang perlu dipastikan, apakah pennghasil tersebut telah dilaporkan atau tidak. Namun, apabila jumalh pada sisi penghasilan melebihi jumlah pada sisi pengeluaran, diperlukan keyakinan yang lebih mendalam karena ada kemungkinan Wajib Pajak tidak melaporkan seluruh penghasilannya.

Baca Juga  Kantor Pajak Buka Pelayanan Pelaporan SPT di Sabtu dan Minggu

b. Metode Transaksi Bank

Metode ini digunakan oleh Wajib Pajak yang dalam penerimaan dari usaha maupun diluar usaha disimpan di dalam bank. Petugas pajak hanya menjumlahkan sisi kredit di rekening bank karena sisi kredit dianggap sebagai gambaran atas penerimaan dari usaha Wajib Pajakk/setoran tabungan wajib pajak.

c. Metode Sumber Dan Penggunaan Dana

Metode pemeriksaan tidak langsung ini menggunakan pendekatan sumber uang yang diperoleh atas pembelian aktiva atau pengeluaran lainnya dalam menguji kepatuhan wajib pajak. jika penggunaan dana lebih besar daripada sumber-sumber dan berarti ada sejumlah penghasilan yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.

Pendekatan sumber dan penggunaan dana sebaiknya digunakan dalam kondisi apabila terdapat data sumber pendanaan dari kegiatan usaha Wajib Pajak baik internal maupun eksternal dan/atau penggunaan dana Wajib Pajak baik untuk kegiatan operasional maupun penambahan harta.

d. Pendekatan Satuan Dan/Atau Volume

Pendekatan ini merupakan salah satu cara untuk menentukan atau menghitung kembali jumlah penghasilan bruto wajib pajak atau pos SPT lainnya dengan menerapkan harga atau jumlah laba terhadap jumlah satuan dan/atau volume usaha yang direalisasi oleh Wajib Pajak. Satuan adalah segala sesuatu yang memberikan petunjuk besarnya volume sebuah usaha Wajib Pajak.

Baca Juga  DJP: Pengajuan Perpanjangan Waktu Pelaporan SPT Badan Bisa Secara “On-line”

Pendekatan ini digunakan untuk menguji dan menghitung kembali pos-pos SPT yang terkait dengan penghitungan kuantitas. Metode pemeriksaan ini sangat tepat digunakan apabila jenis barang dan/atau jasa yang dikelola oleh Wajib Pajak terbatas dan harga relative stabul sepanjang tahun atau terstandardisasi/ditetapkan pada suatu harga tertentu.

e. Pendekatan Penghitungan Rasio

Jika menggunakan pendekatan ini, pemeriksa pajak dapat menguji dan menghitung kembali peredaran usaha, harga pokok penjualan, laba bruto, laba bersih, ataupun penghasilan bruto secara keseluruhan untuk kemuadian dibandingkan dengan rasio/presentase pos yang berkaitan milik perusahaan sejenis. Demikian pula dengan objek-objek atau pos-pos SPT lainnya.

Pendekatan rasio dapat digunakan dalam kondisi sebagi berikut.

1. Terdapat data yang dapat digunakan sebagai pembanding dan/atau penghitungan rasio baik dari Direktorat Jenderal Pajak, Wajib Pajak, maupun dari pihak lain.

2. Kegiatan usaha wajib pajak dapat dibandingkan dengan rasio yang diperoleh.

Secara khusus, Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan rasio total benchmarking  yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menilai kewajaran kinerja keuangan dan pemernuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak. Rasio ini dituang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-96/PJ/2009 tentang Rasio Total Benchmarking dan Petunjuk Pemanfaatannya.

Baca Juga  Pemkot Bengkulu Bentuk Tim Gerebek Pajak

Rasio Total Benchmarking memiliki beberapa karakteristik, antara lain Rasio Total Benchmarking  disusun berdasarkan kelompok usaha (19 KLU); rasio-rasio yang dikeluarkan berkaitan dengan tingkat laba dan input-input perusahaan; terdapat ketertarikan antar rasio benchmark; dan fokusnya adalah penilaian kewajaran kinerja keuangan dan pemenuhan kewajiban perpajakan.

Terdapat 14 rasio yang berkaitan dengan tingkat laba dan input-input perusahan yang dilakukan benchmarking, antara lain Gross Profit Margin (GPM), Operating Profit Margin (OPM), Pretax Profit Marging (PPM), Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR), Net Profit Margin (NPM), Dividend Payout Ratio (DPR), Rasio PPN Masukan, Rasio biaya gaji terhadap penjualan, Rasio biaya bunga terhadap penjualan, Rasio biaya sewa terhadap penjualan, Rasio biaya penyusutan terhadap penjualan, Rasio “input” antara lainnya terhadap penjualan, Rasio penghasilan luar usaha terhadap penjualan, dan Rasio biaya luar usaha terhadap penjualan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *