Luhut Sebut Coretax Baru Berfungsi Baik 2 Tahun Lagi, Ini Respons IWPI
Pajak.com, Jakarta – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa Coretax baru berfungsi dengan baik satu hingga dua tahun ke depan. Merespons hal itu, Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) Rinto Setiyawan menilai adanya inkonsistensi pernyataan Luhut. Sebab sebelumnya Luhut menjanjikan Coretax akan berjalan optimal selama kurang dari enam bulan sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025.
Rinto mencatat, pada 15 Januari 2025, Luhut meminta publik untuk memberi waktu tiga hingga empat bulan untuk melihat hasil penyempurnaan Coretax. Permintaan tersebut disampaikan Luhut ketika publik hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ramai menyoroti berbagai kendala penggunaan Coretax.
Selang sebulan kemudian atau pada 19 Februari 2025, Luhut justru melontarkan kritik terhadap Coretax. Luhut menyayangkan belum optimalnya implemantasi Coretax padahal telah dikembangkan selama 10 tahun. Bahkan, Luhut menyarankan agar presiden melakukan audit menyeluruh terhadap sistem perpajakan.
Hanya berselang empat bulan atau pada 12 Juni 2025, Luhut memberi pernyataan baru. Luhut menyebut Coretax akan berfungsi optimal dalam satu hingga dua tahun ke depan.
“Inkonsistensi ini dapat dipandang sebagai bentuk sikap yang bertentangan secara moral dan politik dengan perintah Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pelaksanaan Pancasila secara penuh dan menyeluruh,” ungkap Rinto dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (13/6/25).
Ia berpandangan, pernyataan Luhut bukan hanya membingungkan publik, tetapi secara substansial bertentangan dengan perintah Presiden Prabowo. Dalam pidatonya pada peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2025, Prabowo menegaskan pentingnya menjalankan Pancasila secara penuh dan sungguh-sungguh dalam seluruh aspek pemerintahan.
Maka, menurut Rinto, sikap inkonsistensi Luhut terhadap sistem perpajakan digital justru mencederai nilai-nilai Pancasila. Sebab dalam perspektifnya, Sila ke-2 (kemanusiaan yang adil dan beradab) seyogianya dapat dimaknai bahwa sistem perpajakan harus manusiawi dan tidak membebani rakyat akibat ketidakbecusan digitalisasi.
Sila ke-4 (kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan), sejatinya dapat dimaknai bahwa rakyat sebagai Wajib Pajak tidak boleh hanya dijadikan objek kebijakan yang tidak transparan dan penuh eksperimen.
Kemudian, pada Sila ke-5 (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia), diharapkan dapat dimanifestasikan melalui perwujudan sistem perpajakan harus adil, efisien, tidak koruptif, dan memberikan kepastian hukum.
“Bagaimana mungkin sistem yang belum selesai dan belum bekerja bisa dipromosikan terus menerus? Di sisi lain, rakyat wajib lapor pajak tahunan, dengan sistem yang justru menyusahkan mereka,” ujar Rinto.
Solusi IWPI: Bentuk Badan Penerimaan Negara dan Audit Coretax
Sebagai solusi konkret, IWPI mendorong pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai lembaga terpisah dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menjamin adanya pengawasan silang (checks and balances) antara perancang kebijakan fiskal dan pelaksana penerimaan.
Secara simultan, IWPI juga mendorong dilakukannya audit independen terhadap Coretax, serta revisi peraturan perpajakan, agar sesuai dengan semangat reformasi fiskal yang dijanjikan Prabowo selama kampanye.
“Kalau Presiden [Prabowo] sudah memerintahkan jalankan Pancasila secara total, maka reformasi sistem perpajakan adalah ujian nyata. Apakah sistem ini berpihak kepada rakyat atau hanya mengamankan kekuasaan fiskal elit,” tutup Rinto.
Sebagai informasi, pernyataan terbaru Luhut mengenai optimalisasi Coretax disampaikannya dalam acara International Conference on Infrastructure, Jakarta, (12/6/25).
“Saya percaya Coretax akan berfungsi secara baik satu atau dua tahun lagi, sehingga dapat membantu sekitar 1,5 persen terhadap pertumbuhan ekonomi kita,” ujar Luhut.
Comments