Menu
in ,

KTP Akan Berfungsi sebagai NPWP

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah menambah fungsi Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketetapan yang berlaku untuk WP orang pribadi (OP) ini telah tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang akan segera ditetapkan menjadi UU dalam Sidang Paripurna.

Berdasarkan Draf RUU HPP disebutkan, “Setiap WP OP yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pendaftaran ini sesuai wilayah kerjanya, meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.”

“Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), termasuk penggunaan nomor induk kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak,” begitu bunyi Pasal 44 E RUU HPP.

Selain itu, RUU HPP juga mengamanahkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk memberikan data kependudukan dan data balikan dari pengguna kepada menteri keuangan untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, penambahan fungsi KTP sebagai NPWP merupakan upaya pemerintah untuk menguatkan sistem administrasi perpajakan.

Sejatinya, kebijakan mengintegrasikan KTP dengan NPWP sudah dicetuskan pemerintah sejak sekitar tahun 2001-2004. Dirjen Pajak yang kala itu dijabat oleh Hadi Poernomo mendorong konsep bernama single identity number (SIN).

“Dengan terwujudnya SIN akan dapat dipastikan penerimaan perpajakan akan meningkat secara sistemik,” kata Hadi Poernomo atau biasa dipanggil Poeng ini.

Optimisme itu karena konsep SIN juga akan mewajibkan seluruh instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP. Data ini bersifat interkoneksi secara online sehingga tidak ada campur tangan manusia dalam pengambilan data, disertai mekanisme pengujian link and match.

“Penggunaan SIN dapat mencegah adanya upaya penghindaran pajak dan manipulasi pajak oleh para WP yang pada akhirnya merugikan negara karena mengurangi penerimaan. Mekanisme seperti ini membuat penerimaan pajak tercapai,” kata Poeng.

Secara umum, RUU HPP bertujuan untuk mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan, memiliki kepastian hukum, konsolidatif, dan memperluas basis perpajakan. Dengan demikian, diharapkan regulasi ini dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, serta mengoptimalkan penerimaan negara.

Demi mencapai tujuan itu, RUU HPP juga telah mengatur kebijakan strategis berupa perubahan aturan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan sebagainya. Adapun aturan yang akan diubah maupun ditambah melalui RUU HPP meliputi:

  • Perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2009.
  • Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diamandemen dengan UU Nomor 36 Tahun 2008.
  • Perubahan UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Aturan ini sudah diubah melalui UU Nomor 42 Tahun 2009.
  • Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 39 Tahun 2007.
  • Penambahan aturan pajak karbon serta program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version