in ,

Kriteria dan Mekanisme Tindakan “Gijzeling” bagi Penunggak Pajak

Kriteria dan Mekanisme Tindakan Gijzeling
FOTO: IST

Kriteria dan Mekanisme Tindakan “Gijzeling” bagi Penunggak Pajak

Pajak.com, Jakarta – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat (Kanwil DJP Jakbar) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kembangan belum lama ini melakukan tindakan penyanderaan (gijzeling) terhadap seorang direktur perusahaan karena memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 6 miliar. Lantas, apa itu gijzeling? Dan, bagaimana kriteria dan mekanisme tindakan gijzeling bagi penunggak pajak? Pajak.com akan mengupasnya berdasarkan regulasi yang berlaku.

Apa itu “gijzeling”?

Gijzeling, berasal dari bahasa Belanda, yang artinya sandera atau penyanderaan. Ada dua makna dalam bahasa Belanda itu, ada ketentuan herziene inlandsch reglement (HIR) atau reglement buitengewesten (RBg). Namun, keduanya mendefinisikan gijzeling sebagai tindakan menahan pihak yang kalah di lembaga pemasyarakatan (lapas) dengan tujuan untuk memaksanya memenuhi putusan hakim.

Di Indonesia, gijzeling dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Menurut aturan ini, gijzeling adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.

Definisi penanggung pajak adalah orang pribadi yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan perundang-undangan.

Baca Juga  Kanwil DJP Sumut I Ingatkan Wajib Pajak Badan Lapor SPT Sebelum 30 April

Kemudian, Wajib Pajak itu akan ditempatkan dalam tempat tertentu, yakni harus tertutup, terasing dari masyarakat, memiliki fasilitas terbatas, serta mempunyai sistem pengaman dan pengawasan yang memadai. Biasanya, lapas menjadi tempat penyanderaan Wajib Pajak.

Apa tujuan dilakukannya “gijzeling”?

– Mendorong kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak;
– Untuk melaksanakan fungsi pengawasan DJP. Sebab sistem pemungutan pajak Indonesia menganut self assessment, yaitu pemerintah memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya. Di sisi lain, DJP berwenang melakukan pemeriksaan terhadap pelaporan pajak itu; dan
– Mengoptimalkan penerimaan pajak.

Apa saja kriteria Wajib Pajak yang dilakukan “gijzeling”? 

Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, yang ditegaskan pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tempat Dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, gijzeling hanya dapat dilakukan terhadap:

– Penanggung pajak yang tidak melunasi utang pajak, setelah lewat jangka waktu 14 hari terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak;
– Wajib Pajak yang memenuhi syarat kuantitatif, yaitu mempunyai utang pajak minimal Rp 100 juta; dan/atau
– diragukan itikadnya dalam melunasi utang pajak, serta telah dilaksanakan penagihan pajak sampai dengan surat paksa.

Baca Juga  BP2MI Usul Barang Kiriman Pekerja Migran Hingga 2.800 Dollar AS Bebas Pajak

Terdapat 6 kriteria penanggung pajak yang diragukan itikad baiknya berdasarkan pasal 3 Ayat (1) Huruf d Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-218/PJ./2003, yaitu:

  • Penanggung pajak tidak merespons imbauan untuk melunasi utang pajak;
  • Penanggung pajak tidak menjelaskan atau tidak bersedia melunasi utang pajak baik sekaligus maupun angsuran;
  • Penanggung pajak tidak bersedia menyerahkan hartanya untuk melunasi utang pajak;
  • Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
  • Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia; dan/atau
  • Penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya, dan/atau menggabungkan usahanya, memekarkan usahanya, memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, melakukan perubahan bentuk lainnya.
Bagaimana mekanisme izin proses “gijzeling’’?

Gijzeling hanya dapat dilaksanakan berdasarkan surat perintah penyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat setelah mendapat izin tertulis dari menteri keuangan atau kepala daerah tingkat I (gubernur);
– Masa penyanderaan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6 bulan; dan
– Penyanderaan juga tidak boleh dilaksanakan dalam hal penanggung pajak sedang beribadah atau tengah mengikuti pemilu.

Baca Juga  4 Sektor Dominan Penyumbang Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jakut Sebesar Rp 8,35 T
Bagaimana menyelesaikan/melepas penanggung pajak dari kegiatan “gijzeling”?

Sesuai Per-03/PJ/2018, ada 4 syarat untuk melepas penanggung pajak yang disandera atau dilakukan gijzeling, yakni:

– Utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;
– Jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perintah penyanderaan telah habis;
– Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan/atau
– Berdasarkan pertimbangan tertentu dari menteri keuangan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *