in ,

Kenali Modus dan Sanksi Faktur Pajak Fiktif

Modus dan Sanksi Faktur Pajak Fiktif
FOTO: IST

Kenali Modus dan Sanksi Faktur Pajak Fiktif

Pajak.com, Jakarta – Belum lama ini Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menetapkan Achmad Khadafi sebagai terdakwa kasus penerbitan faktur pajak fiktif. Hal itu membuatnya dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp 324,99 miliar. Lantas, apa itu faktur pajak fiktif? Dan, bagaimana modus dan/atau sanksi faktur pajak fiktif? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan peristiwa yang telah terungkap disertai dengan regulasi yang berlaku.

Apa itu faktur pajak fiktif? 

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 132/PJ/2018, faktur pajak fiktif atau faktur pajak yang tidak sah adalah faktur pajak yang terbit tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau faktur pajak yang diterbitkan oleh pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

Bagaimana kriteria faktur pajak yang sah? 

Faktur pajak dapat dikatakan sah jika sesuai dengan kriteria berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010, yaitu menggunakan kode dan nomor seri faktur pajak serta memuat keterangan yang lengkap dan jelas.

Baca Juga  Sri Mulyani: Sekitar 40 Ribu Pegawai DJP Sedang Dilatih Operasikan “Core Tax”

Bagaimana modus kejahatan faktur pajak fiktif?

Modus yang kerap terjadi, yaitu PKP membeli faktur pajak fiktif masukan dan mengkreditkannya dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tujuannya agar PKP tersebut memperoleh pengembalian pajak (restitusi) atau setidaknya mengurangi pajak keluaran yang harus disetorkan ke negara.

Praktik faktur pajak fiktif ini pada umumnya diperoleh dari pihak lain yang sengaja menjualnya. Dengan demikian, terdapat 2 pihak pelaku utama kejahatan, yaitu pihak penerbit faktur pajak fiktif yang menjual dan pihak pengguna yang membeli dari penerbit dan kemudian mengkreditkannya dalam SPT Masa PPN.

DJP merangkum ciri-ciri penerbit/pengunggah faktur pajak fiktif, yakni: 

  • Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN, tetapi elemen data SPT beserta lampirannya tidak dapat direkam karena yang bersangkutan tidak terdaftar sebagai PKP;
  • Wajib Pajak yang kerap pindah alamat atau sering mengajukan permohonan pindah alamat/tempat kedudukan/permohonan perpindahan lokasi tempat terdaftar;
  • Wajib Pajak nonefektif (NE) yang tiba-tiba aktif dan mempunyai jumlah penyerahan besar;
  • Wajib Pajak yang baru berdiri tetapi memiliki jumlah penyerahan besar dan PPN kurang bayarnya kecil;
  • Beberapa Wajib Pajak yang pengurus dan komisarisnya adalah orang yang sama;
  • Wajib Pajak yang melaporkan jumlah penyerahan tidak sebanding dengan jumlah modal atau jumlah harta perusahaan;
  • Wajib Pajak yang melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang mengakibatkan jumlah pajak keluaran menjadi lebih besar diimbangi dengan perubahan pajak masukan yang besar, sehingga tidak mengubah PPN kurang bayar yang telah dilaporkan atau menambah PPN kurang bayar tetapi nilainya kecil;
  • Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) sangat beragam sehingga tidak diketahui dengan pasti kegiatan usaha utamanya; dan/atau
  • Wajib Pajak yang berdomisili di kawasan perumahan tetapi punya peredaran usaha besar.
Baca Juga  Proses Banding di Pengadilan Pajak setelah e-Tax Court Berlaku

Apa sanksi pelaku tindak pidana faktur pajak fiktif?

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menambah sanksi denda terhadap tindak pidana pajak faktur fiktif, yaitu menjadi sebanyak 4 kali—sebelumnya 3 kali denda. Selain itu, sanksi pidana bagi Wajib Pajak yang membuat dan menjual faktur pajak fiktif adalah penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun.

Bagaimana mitigasi DJP untuk mencegah tindak pidana faktur pajak fiktif?

Untuk mencegah adanya modus faktur pajak fiktif, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengembangkan layanan digital e-Faktur Pajak. Aplikasi ini secara otomatis terhubung dengan layanan perpajakan DJP lainnya, sehingga pembuatan SPT Masa PPN pun akan lebih mudah. Untuk memanfaatkan e-Faktur Pajak, PKP harus mengirim surat permohonan kepada DJP/Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar untuk mendapatkan sertifikat elektronik.

Baca Juga  Kantor Pajak Buka Pelayanan Pelaporan SPT di Sabtu dan Minggu

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *