in ,

Kanada Abaikan Tekanan AS, Pajak Digital Sasar Raksasa Teknologi Mulai 30 Juni

Pajak Digital Teknologi
FOTO: IST

Kanada Abaikan Tekanan AS, Pajak Digital Sasar Raksasa Teknologi Mulai 30 Juni

Pajak.comOttawa – Pemerintah Kanada menegaskan tidak akan menunda penerapan pajak layanan digital (digital services tax/DST) kepada perusahaan teknologi besar, meski terus menuai tekanan dari Amerika Serikat (AS) dan pelaku industri. Pajak ini mulai berlaku 30 Juni 2025 dan akan dikenakan secara retroaktif sejak 2022, dengan potensi tagihan hingga 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp32 triliun (kurs Rp16.000/dolar AS).

Menteri Keuangan Kanada François-Philippe Champagne mengungkapkan, aturan tersebut telah disahkan Parlemen dan akan tetap diberlakukan. “Pajak layanan digital sudah berlaku dan akan diterapkan,” tegasnya kepada awak media jelang rapat kabinet di Gedung Parlemen Kanada, dikutip Pajak.com, Sabtu (20/6/2025).

Pajak digital ini nantinya akan membebani perusahaan seperti Amazon, Google, Meta (Facebook), Uber, dan Airbnb sebesar 3 persen atas pendapatan yang diperoleh dari pengguna di Kanada. Cakupannya meliputi pasar digital, layanan iklan daring, platform media sosial, serta penjualan data pengguna.

Baca Juga  Kanwil DJP Jaksel II Lakukan Pemeriksaan “All Taxes” bagi Wajib Pajak yang Ajukan Restitusi Besar

Sebelumnya, kebijakan ini menimbulkan ketegangan baru dalam hubungan perdagangan Kanada-AS. Dalam surat tertanggal 11 Juni, sebanyak 21 anggota Kongres AS memperingatkan bahwa perusahaan AS akan menanggung 90 persen dari total penerimaan pajak tersebut. AS pun mengancam akan mengambil langkah balasan, termasuk yang bisa berdampak pada dana pensiun dan investasi warga Kanada.

Bahkan, Presiden Kamar Dagang Amerika di Kanada Rick Tachuk menyebut penerapan pajak ini sebagai “provokasi” yang bisa menggagalkan negosiasi kesepakatan dagang baru antara kedua negara. “Pajak retroaktif seperti DST bukanlah alat tawar-menawar. Ini justru melemahkan pembicaraan dan berisiko menggagalkan kesepakatan,” katanya.

Di sisi lain, Kamar Dagang Kanada mendesak pemerintah menunda implementasi DST agar negosiasi perdagangan tetap berjalan konstruktif. “Jika tarif balasan untuk baja dan aluminium bisa disesuaikan dengan tenggat waktu, maka DST pun seharusnya bisa,” kata Wakil Presiden Eksekutif Kamar Dagang Kanada Matthew Holmes.

Namun, Champagne menegaskan bahwa isu ini bukan hanya antara Kanada dan AS, melainkan bagian dari diskusi global mengenai rezim perpajakan digital. Ia menyebut negara-negara anggota G7 saat ini tengah membahas format pajak lintas batas untuk sektor digital yang belum terjangkau rezim perpajakan konvensional.

Baca Juga  Pemerintah Siapkan Aturan Baru Perpajakan Digital, “Marketplace” Bakal jadi Pemungut Pajak

Sejatinya, wacana pajak digital ini telah lama menjadi agenda politik Partai Liberal di Kanada, pertama kali dijanjikan pada pemilu 2019. Namun, implementasinya tertunda karena proses negosiasi internasional yang dipimpin oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengalami hambatan.

Karena proses global itu berjalan lambat, Kanada memilih jalan sendiri—mengikuti langkah serupa dari Prancis dan Inggris. Pemerintah Kanada memperkirakan penerapan pajak ini akan menambah pemasukan negara sebesar 7,2 miliar dolar Kanada atau sekitar Rp86 triliun dalam lima tahun.

Namun, situasi semakin rumit lantaran Presiden AS Donald Trump telah menarik AS keluar dari proses multilateral perumusan pajak digital. Hal ini membuat DST Kanada menjadi “target utama” Washington, menurut pakar hukum dan e-commerce dari Universitas Ottawa, Michael Geist.

Baca Juga  DJP Ungkap Partisipasi Sosialisasi Insentif Pajak Masih Seret, Ini Penjelasannya!

Geist mengingatkan Pemerintah Kanada bahwa tekanan dari raksasa teknologi AS, yang memiliki kedekatan politik dengan Presiden Trump, kemungkinan akan mendorong AS menjadikan penghapusan DST sebagai tuntutan utama dalam hubungan bilateral.

Selain pajak digital, Kanada juga dinilai harus bersiap jika aturan lain seperti Undang-Undang Streaming Daring ikut disorot Washington. “Perusahaan teknologi besar sangat tidak menyukai aturan itu, dan kini mereka punya akses langsung ke Presiden AS,” kata Meredith Lilly, profesor dari Universitas Carleton.

Meskipun pasar Kanada relatif kecil bagi perusahaan-perusahaan raksasa AS, tekanan politik dari Gedung Putih dan Kongres bisa membuat Kanada berada dalam posisi tawar yang sulit. Namun hingga kini, Ottawa masih kukuh pada sikapnya, pajak harus dibayar, dan semua pihak yang meraup keuntungan dari pasar Kanada harus berkontribusi secara adil.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *