in ,

Ini Cara DJP Perkuat Tata Kelola Data Perpajakan

DJP Perkuat Tata Kelola Data Perpajakan
FOTO: IST

Ini Cara DJP Perkuat Tata Kelola Data Perpajakan

Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan pemanfaatan individual analytic untuk perkuat tata kelola data perpajakan. Dalam buku Laporan Tahunan DJP 2021, penguatan itu dilakukan untuk menciptakan tata kelola data yang efektif, efisien, dan terpadu. Dengan demikian, data dapat dimanfaatkan secara optimal, komprehensif, dan terintegrasi.

“Penguatan tata kelola data perpajakan di antaranya diupayakan melalui pemanfaatan individual analytic yang mencakup hasil analisis data perpajakan berupa Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Analisis Perpajakan (LHAP),” tulis DJP dalam Laporan Tahunan DJP 2021 yang belum lama diterbitkan, dikutip Pajak.com (10/11).

Sebagai informasi, LHA memuat hasil penelaahan atas potensi perpajakan dalam lingkup mikro untuk Wajib Pajak pada beberapa sektor, seperti perkebunan, perikanan, industri tekstil, industri kimia, industri farmasi, jasa keuangan, jasa kesehatan, pertambangan, kehutanan, dan jasa konstruksi. LHA juga dilakukan untuk jasa pendidikan, jasa transportasi dan pergudangan, industri perdagangan makanan dan minuman, industri dan perdagangan elektronik, ekonomi digital, jasa freight forwarding dan logistik, jasa informasi dan komunikasi Over The Top (OTT).

“Hasil penelaahan dilakukan juga atas potensi perpajakan dari Wajib Pajak orang pribadi High Wealth Individual (HWI) dan prominent people. Lalu, Wajib Pajak orang pribadi, selain HWI dan prominent people. Selanjutnya, LHA dimanfaatkan dalam penyusunan LHAP sektoral yang bersifat makro,” tulis DJP.

Baca Juga  Tahapan Pengajuan Permohonan Penetapan Keasalan Barang Sebelum Impor

Secara spesifik, LHAP berisi hal terkait dengan aspek proses bisnis, aspek perpajakan, modus penghindaran pajak, teknik penggalian potensi pajak, usulan penyusunan dan/atau perbaikan regulasi, serta tentunya usulan mengenai kebutuhan data.

Berdasarkan Laporan DJP Tahun 2021, Direktorat Data dan Informasi Perpajakan – selaku walidata DJP—telah menyusun LHAP dengan beberapa ruang lingkup di tahun 2022. Pertama, PPN atas transaksi penjualan aset yang diambil alih dan transaksi cek saldo tarik tunai pada Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Link.

Kedua, pemanfaatan data Country by Country Reporting (CbCR) tahun 2017 dan 2018 untuk penentuan Daftar Sasaran Analisis (DSA) Wajib Pajak dengan menggunakan model agresivitas profit shifting. Ketiga, pemanfaatan data kehutanan. Keempat, proses bisnis dan modus penghindaran pajak kegiatan lalu lintas barang melalui Pelabuhan. Kelima, telaah industri tekstil Indonesia.

“Hasil penelaahan, baik yang tertuang dalam LHA maupun LHAP, memuat kebutuhan perolehan data dari pihak ketiga untuk mendukung kegiatan pengawasan Wajib Pajak. Kebutuhan data tersebut dapat dipenuhi melalui kerja sama dengan pihak ketiga atau instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya (ILAP),” tulis DJP.

Baca Juga  Sri Mulyani: Penerimaan Pajak Hingga 15 Maret 2024 Terkontraksi Penurunan Harga Komoditas

Kendati demikian, dalam persiapan kerja sama, Direktorat Data dan Informasi Perpajakan DJP terlebih dahulu menentukan ILAP yang menjadi prioritas. Secara simultan, Direktorat ini juga melakukan pendalaman atas ketersediaan data yang dibutuhkan.

Pada 2021, perolehan data baru hasil kerja sama antara DJP dengan beberapa ILAP meliputi pertama, dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan kebutuhan data untuk kegiatan pengawasan Wajib Pajak penyelenggara layanan pinjam-meminjam berbasis teknologi informasi. Kedua, dari Badan Pusat Statistik (BPS), yakni mengenai kebutuhan data untuk kegiatan pengawasan Wajib Pajak sektor perdagangan elektronik. Ketiga, dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) tentang kebutuhan data untuk kegiatan pengawasan Wajib Pajak dalam lingkungan perdagangan aset crypto currency.

DJP meyakini penguatan data ini akan meningkatkan kepatuhan sekaligus mengoptimalkan penerimaan pajak. Setidaknya, di tahun 2021, DJP mampu melebihi target penerimaan pajak sebesar 103,9 persen atau Rp 1.277,5 triliun.

Pada pelbagai kesempatan, Dirjen Pajak Suryo Utomo menegaskan, sebagai sebuah institusi penerimaan negara terbesar di Indonesia, DJP dituntut untuk terus melakukan reformasi dengan memperbaiki, salah satunya memperluas dan perkuat basis data.

Baca Juga  DJP: Pengajuan Perpanjangan Waktu Pelaporan SPT Badan Bisa Secara “On-line”

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Neilmaldrin Noor menambahkan, DJP juga melakukan Kegiatan Pengumpulan Data Lapangan (KPDL) agar basis data dapat berkualitas dan valid.

Adapun KPDL adalah kegiatan yang dilakukan DJP dan/atau pihak eksternal berdasarkan perjanjian kerja sama dengan DJP untuk mengumpulkan data dan/atau informasi pada lokasi tempat tinggal/kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha/harta Wajib Pajak.

“KPDL Wajib Pajak merupakan tugas dan fungsi pokok petugas pajak. Reformasi perpajakan yang secara bertahap dilakukan juga berfungsi untuk memperkuat basis pajak yang adil dan merata,” ujar Neil.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *