Hadi Poernomo Jadi Penasihat Prabowo, Sri Mulyani Pernah Bilang Begini
Pajak.com, Jakarta – Prabowo Subianto resmi menetapkan Hadi Poernomo menjadi Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengungkapkan kekagumannya pada Hadi ketika menjabat sebagai Dirjen Pajak periode 2001 – 2006.
“Saya ingat Pak Hadi Poernomo itu Dirjen Pajak yang idenya banyak sekali. Beliau yang menginginkan adanya kalau sekarang Automatic Exchange of Information [AEoI] dan akses of information. Waktu itu, Pak Hadi Poernomo yang terus menerus bilang, ’Bu, kalau saya enggak dapat akses informasi, saya enggak akan bisa mengumpulkan pajak’,”kenang Sri Mulyani dalam Acara Peringatan Hari Pajak 14 Juli pada 2019 silam, dikutip Pajak.com, (15/5/25).
Dengan demikian, Sri Mulyani menekankan bahwa implementasi AEoI merupakan gagasan visioner Hadi sejak menjabat sebagai Dirjen Pajak. Secara simultan, ia menyebut, kewenangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengakses data informasi perbankan juga merupakan impian Hadi. Kewenangan tersebut kini termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang.
Melalui payung hukum itu, yurisdiksi mitra dapat saling bertukar data dan/atau informasi dengan DJP. Dalam ranah domestik, DJP juga dapat mengakses data perbankan untuk kepentingan perpajakan.
“Kami menyebutnya ada AEoI maupun yang kita sebut sekarang akses informasi yangs sekarang kita miliki, yang itu merupakan impian dari Pak Hadi Poernomo, sekarang sudah terealisir,” ujar Sri Mulyani.
Ia mengapresiasi seluruh punggawa Reformasi Perpajakan yang telah pantang menyerah menghadapi berbagai tantangan.
“Namun, yang saya kagumi seluruh teman-teman DJP adalah komitmen untuk membangun Republik Indonesia dengan perpajakan yang baik,” imbuh Sri Mulyani.
Konsep Garis Besar Haluan Perpajakan
Sekilas mengulas, di bawah nakhoda Hadi, DJP melaksanakan agenda Reformasi Perpajakan Jilid II yang ditandai oleh banyak terobosan. Di 100 hari kepemimpinannya, Hadi mencetuskan konsep Garis Besar Haluan Perpajakan (GBHP) yang dilegitimasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah pada 16 Juli 2001.
Selain terkait UU akses data dan/informasi perbankan untuk kepentingan perpajakan, isi GBHP berisi konsep amnesti pajak. Konsep itu akhirnya dijalankan DJP melalui agenda Pengampunan Pajak (2016 – 2017) dan Program Pengungkapan Sukarela/PPS (2022). Namun, Hadi menggarisbawahi adanya perbedaan konsep amnesti pajak dengan program Pengampunan Pajak atau PPS. Konsep amnesti pajak yang digagas Hadi diusulkan menggunakan peraturan presiden atau keputusan menteri keuangan (KMK), sementara Pengampunan Pajak atau PPS yang telah digulirkan pemerintah berlandaskan UU.
Kemudian, GBHP juga berisi agenda penerapan dan pengembangan sistem perpajakan berbasis on-line. Hadi menjadi inisiator pengembangan Sistem Informasi DJP (SI DJP) yang mampu mengintegrasikan proses bisnis perpajakan. Hingga kini SI DJP masih digunakan oleh otoritas di tengah masa transisi ke sistem baru (Coretax).
Secara simultan, Hadi mencetuskan gagasan besar mengenai penerapan single identity number (SIN) atau nomor induk tunggal sebagai kunci optimalisasi penerimaan negara. Dalam konsepnya, SIN berguna untuk mengawasi kepatuhan Wajib Pajak karena mampu mendeteksi kekayaan Wajib Pajak—menguji kebenaran atas data/informasi yang disampaikan, bahkan mengetahui sumber kekayaan tersebut. Pada tahun 2004, SIN diimplementasikan melalui MoU dengan melibatkan pemerintah daerah (pemda), universitas, dan 71 perbankan.
Konsep SIN terus berkembang dalam pelaksanaannya. Pada Reformasi Perpajakan Jilid III (2016-sekarang), konsep senada diejawantahkan melalui kewajiban pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Selain itu, Hadi juga menginisiasi pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar pada tahun 2002, diikuti dengan adanya KPP Jakarta Khusus dan KPP Madya.
Comments