Menu
in ,

Ekonomi Kian Pulih, Penerimaan Pajak Capai Rp 868,3 T

Ekonomi Kian Pulih

FOTO: P2humas DJP

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, ekonomi nasional semakin pulih, tecermin dari realisasi penerimaan pajak di semester I-2022 (Januari-Juni) yang tercatat sebesar Rp 868,3 triliun atau mencapai 58,5 persen dari target Rp 1.485 triliun yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022. Realisasi penerimaan pajak ini tumbuh 55,7 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Sri Mulyani menyebut, kinerja manis penerimaan pajak didorong beberapa faktor, terutama peningkatan harga komoditas, perbaikan pertumbuhan ekonomi, dan implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Postur APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sampai akhir Juni sangat baik dan positif. Tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, serta basis yang rendah pada tahun 2021 akibat pemberian insentif fiskal, serta dampak implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pada bulan Juni, kinerja pertumbuhan terutama ditopang oleh penerimaan PPS (Program Pengungkapan Sukarela) yang sangat tinggi implementasinya. PPS berhasil memperoleh pendapatan pajak sebesar Rp 61 triliun dari 247.918 Wajib Pajak, dengan total nilai harta bersih sebesar Rp 594,8 triliun,” ungkapnya dalam Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) Juli 2022, (27/7).

Sri Mulyani memerinci, penerimaan pajak pada semester I-2022, terdiri dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) non-minyak dan gas (non-migas) yang tercatat Rp 519,6 triliun atau mencapai 69,4 persen dari target. Pertumbuhan penerimaan PPh nonmigas ini terutama didukung perbaikan kinerja ekonomi.

Kemudian, realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) tercatat Rp 300,9 triliun atau 47,1 persen dari target. Sedangkan, penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya tercatat Rp 4,8 triliun atau 14,9 persen dari target. Sementara itu, penerimaan PPh migas tercatat Rp 43,0 triliun atau mencakup 66,6 persen dari target.

Namun, Sri Mulyani menekankan, pemerintah tetap mewaspadai adanya kemungkinan kinerja penerimaan pajak yang mungkin melambat pada semester selanjutnya dikarenakan ketidakpastian global.

“Semester II-2022 juga tidak ada PPS dan basis tahun lalu sudah mulai membaik, sehingga akan ada normalisasi dari sisi penerimaan pajak. Penerimaan pajak pada semester II-2022 ini nantinya akan lebih bergantung pada faktor pemulihan ekonomi. Tentunya, diharapkan pertumbuhan ekonomi terus pulih dan sehat sehingga ini juga bisa mendongkrak penerimaan pajak,” ujar Sri Mulyani.

Selain pajak, pendapatan negara juga disumbang dari penerimaan kepabeanan dan cukai yang terealisasi sebesar Rp 167,6 triliun atau mencapai 56,1 persen dari target di Perpres Nomor 98 Tahun 2022, tumbuh 37,2 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.

Sri Mulyani menjelaskan, penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh signifikan didorong kinerja positif seluruh komponen penerimaan. Penerimaan Bea Masuk tumbuh 30,5 persen didorong tren perbaikan kinerja impor nasional terutama sektor perdagangan dan sektor industri. Selanjutnya, penerimaan Bea Keluar tumbuh 74,9 persen didorong tingginya harga komoditas, kenaikan tarif bea dan cukai produk kelapa sawit, dan kebijakan flush out.

“Penerimaan cukai tumbuh 33 persen dipengaruhi oleh efektivitas kebijakan tarif, lonjakan produksi bulan Maret. Nah ini efek kenaikan tarif PPN. Dan, efektifitas pengawasan,” tambah Sri Mulyani.

Sementara, kinerja Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai dengan Semester I-2022 mencapai Rp 281 triliun atau 58,3 persen dari target. Realisasi penerimaan PNBP didukung semua komponen, kecuali Badan Layanan Umum (BLU).

Sri Mulyani pun memerincinya, Pendapatan Kekayaan Negara Dipisahkan tumbuh 122,9 persen, utamanya diakibatkan kenaikan setoran dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selanjutnya, PNBP lainnya tumbuh 19,9 persen, utamanya disebabkan oleh peningkatan pendapatan penjualan hasil tambang (PHT), kompensasi Domestic Market Obligation (DMO) batu bara, dan layanan kementerian/lembaga (K/L). Kendati demikian, pendapatan BLU tumbuh negatif 24 persen akibat penurunan pendapatan BLU Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit dan Pengelolaan Kawasan Otorita.

Dengan demikian, hingga Semester I-2022, pendapatan negara tercatat sebesar Rp 1.317,2 triliun atau 58,1 persen target dan tumbuh 48,5 persen secara tahunan dibandingkan tahun lalu di periode yang sama.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version