Menu
in ,

DJP Fokus Lakukan Pengawasan dan Penegakan Hukum

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah tidak akan lagi memberikan program pengampunan pajak setelah pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) berakhir. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan fokus dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum kepada Wajib Pajak yang tidak patuh.

“Semua data yang kita peroleh akan menjadi database, baseline di Direktorat Jenderal Pajak untuk kemudian melakukan upaya-upaya enforcement dan kepatuhan, yaitu kepatuhan dan penegakan hukum secara konsisten bagi seluruh Wajib Pajak. Upaya ini tidak dalam rangka untuk memberikan ketakutan, tetapi saya ingin menyampaikan kita ingin menjalankan undang-undang secara konsisten dan tentu se-transparan dan se-akuntabel mungkin,” jelas dalam Konferensi Pers Program Pengungkapan Sukarela, di Kantor Pusat DJP, yang juga disiarakan secara virtual (1/7).

Ia juga mengungkapkan, selain data dari PPS, DJP telah memperoleh data Automatic Exchange of Information (AEoI) dari pelbagai negara. Data itu akan digunakan untuk meningkatkan kepatuhan bagi Wajib Pajak dan menegakkan hukum secara konsisten serta adil. Dalam Forum Presidensi G20 Indonesia, para anggota telah menyepakati dua pilar mengenai perpajakan internasional.

“Pada level internasional, yurisdiksi-yurisdiksi telah menyepakati solusi 2 pilar yang mempersempit ruang bagi Wajib Pajak untuk melakukan penghindaran pajak. Wajib Pajak di mana pun mereka berada, dalam yurisdiksi mana pun mereka pasti akan tertangkap oleh petugas pajak. Mau pajak di sini, pajak di sana, semuanya sekarang seluruh dunia makin memiliki kesepakatan bahwa pajak adalah instrumen penting bagi pembangunan bagi semua negara,” jelas Sri Mulyani.

Dengan demikian, semua ekosistem akan mendorong penguatan database, sehingga DJP dapat menjadi institusi yang diandalkan dan dipercaya oleh seluruh masyarakat dan pelaku usaha. DJP akan menjadi institusi yang mempunyai integritas, kompetensi, dan profesionalitas.

“Ke depan, DJP akan terus membenahi basis data, proses bisnis, hingga kepatuhan internal untuk menciptakan institusi yang memiliki integritas dan dipercaya. DJP juga terus mengembangkan coretax administration system guna menciptakan cara kerja yang lebih sistematis dan terukur. Seluruh usaha ini adalah sinkron karena seluruh dunia sedang berupaya untuk memulihkan kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesudah mereka mengalami kondisi pandemi yang luar biasa,” kata Sri Mulyani.

Dirjen Pajak Suryo Utomo menambahkan, selama enam bulan terakhir, DJP telah membatasi aktivitas pengawasan serta pemeriksaan karena ingin mendorong Wajib Pajak untuk ikut dalam PPS.

“Kami lebih banyak melakukan encouraging untuk mengikuti program PPS. Kegiatan pengawasan dan pemeriksaan selama enam bulan ini untuk sementara waktu agak kami tahan. Setelah PPS berakhir pada 30 Juni, DJP akan menindaklanjuti PPS berdasarkan data dan informasi yang diterima baik melalui pengawasan, pemeriksaan, hingga penegakan hukum. Bukan bermaksud menakut-nakuti, itu yang diatur dalam UU KUP (Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan). Ada dimensi kita melakukan edukasi, kami pilih siapa yang perlu diedukasi sebelum diawasi,” jelas Suryo.

Sebelumnya, secara teknis, Kepala Subdirektorat Perencanaan Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Iis Mazhuri menuturkan, DJP akan melakukan penelitian atas surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH) dari Wajib Pajak peserta PPS.

“Wajib Pajak yang ikut PPS akan dilakukan penelitian oleh DJP. Jadi, semua Wajib Pajak itu akan diteliti SPPH-nya. Bila ditemukan adanya harta yang belum atau kurang diungkap dalam SPPH, DJP dapat menerbitkan surat klarifikasi kepada Wajib Pajak. Wajib Pajak diberi kesempatan untuk merespons surat klarifikasi yang dikirimkan oleh DJP atau membayar PPh yang kurang dibayar,” ungkap Mazhuri dalam Talk Show PPS bertajuk Apa dan Bagaimana Setelah PPS, yang disiarkan secara virtual (22/6).

Namun, ia memastikan, tindak lanjut penelitian akan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila hasil klarifikasi menunjukkan harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam SPPH sudah sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, penelitian tidak akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan. Sebaliknya, jika harta pada SPPH tidak sesuai, Wajib Pajak akan diusulkan untuk dikenai pemeriksaan data konkret atas harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPPH. Terhadap Wajib Pajak ini, DJP akan diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar disertai sanksi administrasinya.

“DJP juga melakukan penelitian atas harta yang akan direpatriasi oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak harus melakukan repatriasi harta paling lambat pada 30 September 2022. Bila kewajiban ini tidak terpenuhi, DJP dapat menerbitkan surat teguran. Bila surat teguran tidak ditanggapi, Wajib Pajak bisa diperiksa dan dikenai PPh (Pajak Penghasilan) final tambahan akibat kegagalan melakukan repatriasi,” jelas Mazhuri dalam paparannya.

Secara simultan, DJP juga akan melakukan penelitian atas kepatuhan Wajib Pajak dalam menginvestasikan harta yang dideklarasikan pada SPPH. Bila Wajib Pajak diketahui tidak memenuhi ketentuan investasi, DJP dapat melakukan pemeriksaan dan mengenakan PPh final tambahan atas kegagalan investasi oleh Wajib Pajak. Adapun ketentuan investasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196 Tahun 2021 tentang Program Pengungkapan Sukarela.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version