in ,

DJP dan Pemda Lakukan Pengawasan Industri Tambang

Pengawasan Industri Tambang
FOTO: IST

DJP dan Pemda Lakukan Pengawasan Industri Tambang

Pajak.com, Jakarta – Dirjen Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan pemerintah daerah (pemda) berkolaborasi untuk fokus melakukan pengawasan kepatuhan pajak pada beberapa sektor industri, salah satunya tambang. Sinergi yang yang ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) ini diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak pusat maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kerja sama ini bertujuan untuk menutup celah ketidakpatuhan dari subjek pajak, termasuk dari sektor pertambangan. Saya sudah bicara sedikit dengan Pak Gubernur Kalimantan Utara (Zainal A. Paliwang), bagaimana dengan kira-kira tambang (diawasi bersama). Tambang ada juga di Kalimantan, Sulawesi, dan daerah lainnya. Ayo, kita lihat bareng-bareng potensi yang bisa dikonversikan sebagai penerimaan entah pusat maupun daerah, kita bisa lakukan pengawasan atau penegakan hukum bersama, ” kata Suryo dalam acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Optimalisasi Pemungutan Pajak Pusat dan Pajak Daerah DJP- DJPK-Pemda, di Kantor Pusat DJP, dikutip Pajak.com (17/9).

DJP dan pemda lakukan pengawasan industri tambang. DJP juga membuka potensi pengawasan bersama dengan pemda di turunan sektor pertambangan lainnya, seperti mineral, batu bara, dan sawit. Suryo meyakinkan, bahwa tugas DJP dan pemda sejatinya sama, yaitu mengumpulkan penerimaan untuk pembangunan yang masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Ini waktu yang tepat dan bagus untuk kita berkolaborasi. Kemanfaatan ternyata dirasakan, kita lihat pajak dalam APBN setiap tahun mengalami peningkatan, tahun ini penerimaan pajak yang harus kita lakukan Rp 1.485 triliun. Saya yakin pemda pun juga sama (target pajak daerah mengalami peningkatan),” ujarnya.

Baca Juga  4 Sektor Dominan Penyumbang Penerimaan Pajak Kanwil DJP Jakut Sebesar Rp 8,35 T

Selain pertambangan, fokus pengawasan bersama antara DJP dan pemda adalah sektor industri hotel dan restoran. Kedua sektor ini memiliki kewajiban pembayaran pajak ke daerah melalui Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) kepada DJP.

“Kami di DJP sangat terbuka untuk kerja sama dengan pemda lainnya untuk optimalisasi pemungutan pajak pusat dan daerah. Apalagi, DJP memiliki kantor vertikal di setiap daerah, 34 Kanwil (Kantor Wilayah) DJP dan sekitar 350 KPP (Kantor Pelayanan Pajak),” kata Suryo.

Ia menyebutkan, sinergi pengawasan kepatuhan pajak ini juga telah dilakukan DJP dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengawasan terutama terhadap sektor usaha yang memanfaatkan sumber daya alam (SDA).

Secara lebih rinci, ruang lingkup perjanjian kerja sama DJP dan KPK, meliputi dukungan optimalisasi penerimaan negara di sektor pajak, pemanfaatan informasi dan data, pencegahan tindak pidana korupsi, pembentukan tim bersama, dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia.

“Melalui perjanjian kerja sama ini kita akan memiliki tim bersama yang bisa saling bertukar informasi untuk optimalisasi penerimaan negara. Kalau kita awasi bersama kemanfaatannya juga bukan hanya pajak pusat, (pajak) daerah, tetapi juga PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak),” kata Suryo.

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti memproyeksi, terdapat potensi tambahan penerimaan pajak bagi pemda sebesar Rp 901 miliar berkat sinergi antara DJP, pemda, dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). Bahkan, DJP telah mendapat tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 63,68 miliar dari hasil kolaborasi ini.

Baca Juga  15 Rencana Aksi BEPS Inclusive Framework Cegah Penghindaran Pajak

“Kerja sama memberikan tambahan potensi penerimaan pajak yang cukup besar bagi pemda. Bedanya yang di daerah itu potensi, yang di DJP sudah jadi realisasi. Jadi tantangan bapak dan ibu para kepala daerah adalah bagaimana merealisasikan yang Rp 901 miliar tersebut melalui kerja sama pemda, DJP, dan DJPK,” ujar Prima.

Dengan demikian, kerja sama antara DJP, pemda, dan DJPK diharapkan dapat terus membantu peningkatan local taxing power. Hal ini seirama pula dengan tujuan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Tax ratio di daerah masih berada di angka 1,2 persen pada tahun 2020 akibat pandemi. Maka, diharapkan UU HKPD dan kerja sama ini dapat meningkatkan local taxing power dengan tetap menjaga kemudahan berusaha di daerah atau investasi. Jadi kalau sisi penerimaan sudah kuat, yang belanja juga pasti akan kuat,” ungkap Prima.

Ia menegaskan, semangat dalam UU HKPD adalah sinergi antara pusat dan daerah dari aspek perpajakan melalui kebijakan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RPP KUPDRD), sebagai peraturan pelaksanaan UU HKPD.

Regulasi ini masih dalam proses penyusunan oleh pemerintah karena memerlukan penyelarasan KUPDRD dengan UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan pengaturan mengenai kerja sama optimalisasi pemungutan pajak ini.

Baca Juga  Kanwil DJP Jaksus dan Politeknik Jakarta Internasional Teken Kerja Sama Inklusi Perpajakan

Sebagai informasi, beberapa capaian dari kerja sama DJP, pemda, DJPK tahap I-III (2019-2021), diantaranya dilakukannya pengawasan bersama dengan penerbitan Daftar Sasaran Pengawasan Bersama (DSPB) sebanyak 6.745 Wajib Pajak dengan 152 pemda.

Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) atas DSPB paling banyak berada pada sektor penyediaan akomodasi, makanan, dan minuman dengan persentase 54 persen, kegiatan jasa lainnya (19 persen); perdagangan besar dan eceran (14 persen), real estate dan konstruksi (4 persen); kebudayaan, hiburan, dan rekreasi (3 persen); dan lain-lain (6 persen).

Pada tahap IV tahun 2022 kali ini, terdapat 86 pemda yang berkomitmen melakukan PKS dengan DJP dan DJPK, antara lain Kabupaten Aceh Timur, Asmat, Balangan, Bangka Barat, Bangka Selatan, Barito Selatan, Batanghari; Bengkulu Utara, Blitar, Bogor; Kota Ambon, Banjarbaru, Binjai, Dumai, Kupang; Provinsi Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Riau, Sumatera Barat; dan lain-lain. Dengan demikian, sudah 254 pemda atau 46,86 persen dari keseluruhan pemda yang telah bergabung dalam kolaborasi ini.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *