Cara Menentukan Kategori TER Pascapemberlakuan PMK 168/2023
Pajak.com, Jakarta – Tax Compliance and Audit Manager at TaxPrime Penni Arumdati, membeberkan cara menentukan kelas tarif efektif rata-rata (TER) dalam pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 pascapemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi.
Harus diakui, sejumlah karyawan merasa bingung dengan rumus menghitung PPh Pasal 21 setelah regulasi yang merupakan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 itu mulai diberlakukan sejak awal tahun 2024 lalu.
Menurut Penni, sebenarnya cara menentukan kategori TER bukan sesuatu yang sukar. Kategori TER ditentukan berdasarkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Dengan mengetahui besaran dan status PTKP Wajib Pajak, kita bisa langsung mengetahui kategori TER.
“Kalau untuk penentuan TER-nya memang menggunakan PTKP atau berdasarkan PTKP,” kata Penni kepada Pajak.com dalam sebuah wawancara di Kantor TaxPrime, Menara Kuningan, Jakarta, (27/8).
“Kalau untuk pegawai tetap cara menghitung TER-nya dia melihat dari PTKP. PTKP dengan status TK/0, TK 1 dan sebagainya. Itu dia TER A lalu untuk yang TER B PTKP dengan TK2, TK3 dan K1, K2. Lalu yang TER C yang terakhir adalah PTKP dengan K3,” tambahnya.
Adapun TER terbagi ke dalam tiga kategori yakni TER A, B, dan C. Kategori pertama berlaku bagi Wajib Pajak dengan status PTKP tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan jumlah tanggungan satu orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0).
Kemudian kategori kedua diperuntukkan bagi perorangan dengan status PTKP tidak kawin dengan tanggungan dua orang (TK/2), tidak kawin dengan jumlah tanggungan tiga orang (TK/3), kawin dengan jumlah tanggungan satu orang (K/1), dan kawin dengan jumlah tanggungan dua orang (K/2).
Sementara, kategori C berlaku bagi Wajib Pajak berstatus PTKP kawin dengan jumlah tanggungan tiga orang (K/3).
“Lalu pertanyaannya, jadi memang pada dasarnya melihat PTKP untuk menentukan TER? Iya, PTKP kita yang terdaftar itu apa, status PTKP terakhir,” ujarnya.
Menurut Penni, kategori TER tidak bersifat tetap atau permanen, statusnya juga dapat berubah setiap bulan, levelnya bisa naik dan turun tergantung besaran penghasilan setiap bulannya.
“Di masing-masing TER itu sendiri kan nanti ada lapisan-lapisannya lagi, tergantung seberapa besar jumlah penghasilan yang diterima pada bulan itu. Jadi seseorang bisa berbeda. Bulan ini mungkin TER A yang level berapa, bulan depan bisa TER A level berapa,” ujarnya.
Pemotongan PPh Pasal 21 dengan skema TER hanya berlaku bagi pegawai tetap atau karyawan yang diupah bulanan, bagi kelompok pekerja dengan upah harian punya mekanismenya sendiri. Untuk kelompok pekerja ini cara menghitung PPh Pasal 21 jauh lebih mudah.
“Untuk yang dibayar harian itu tidak menggunakan TER, namun langsung untuk yang penghasilan bruto hariannya masih di bawah Rp 450.000 sehari dia kena tarif 0 persen saja. Dalam artian tidak ada PPh yang dipotong. Nah, untuk yang Rp 450.000 sampai dengan Rp 4.500.000 per bulan itu mendapatkan tarif 0,5 persen dikali penghasilan bruto hariannya, seperti itu,” jelasnya.
Sejak berlaku di awal 2024, pemotongan PPh Pasal 21 lewat skema TER memang beRp olemik lantaran ketidakpahaman mengenai mekanisme pemotongan pajak. Polemik itu berujung pada kesimpulan keliru, di mana banyak yang memandang TER sebagai beban. Skema ini dianggap hanya meningkatkan jumlah PPh Pasal 21 terutang pada bulan Desember.
“Ini tidak akan selalu terjadi seperti itu. Di masa Desember pasti akan lebih besar dari masa-masa sebelumnya,” tegas Penni membantah.
Wanita yang menempuh pendidikan di Universitas Indonesia ini mengatakan, besaran PPh pada Desember setiap tahun pasti bakal berbeda, bisa lebih besar atau lebih kecil dibanding pada Desember tahun sebelumnya. Nilai PPh pada Desember tergantung pendapatan setahun.
“Jadi melihat lagi tren penghasilan yang bersangkutan itu selama satu tahun. Kalau memang itu mungkin terjadi, tapi ada juga kasus di mana bahkan yang bulanannya itu justru lebih besar daripada tahunannya. Itu bisa terjadi kalau dia pernah mendapatkan penghasilan tidak teratur dengan nilai cukup signifikan, namun mungkin hanya sekali atau dua kali dalam satu tahun itu,” ucapnya.
“Jadi di masa itu dia bisa tinggi sekali pajaknya, namun nanti di akhir tahun justru bisa jadi lebih bayar seperti itu. Jadi narasi yang tadi ditanyakan pasti di bulan Desember akan lebih besar, saya katakan itu tidak pasti seperti itu. Jadi kembali lagi melihat tren penghasilan masing-masing individu atau masing-masing karyawan selama satu tahun terakhir,” tambahnya.
Meski demikian, Penni mengatakan pemotongan PPh Pasal 21 di Desember beRp otensi lebih besar daripada PPh bulanan apabila penghasilan Wajib Pajak tak mengalami perubahan selama setahun. Itu disebabkan kurang bayar PPh bulan selama periode Januari-November. Baginya, itu hal normal.
“Namun memang jika penghasilan yang didapatkan itu nilainya stagnan seperti itu setiap tahunnya, nah itu memang kemungkinan besar nanti di Desember dia akan terutang pajaknya lebih besar, kurang bayarnya akan menjadi lebih besar daripada perhitungan sebelum PP 58/2023 itu berlaku,” pungkasnya.
Agar lebih jelas, berikut rincian bulan kategori TER A hingga C dilansir Pajak.com dari berbagai sumber:
Tarif Efektif Rata-rata bulanan Kategori TER A
Lapisan Penghasilan Bruto Bulanan: Rp 0 – Rp 5,4 juta, tarif Pajak 0%
Di atas Rp 5,4 juta – Rp 5,65 juta tarif Pajak 0,25%
Di atas Rp 5,65 juta – Rp 5,95 juta tarif Pajak0,5%
Di atas Rp 5,95 juta – Rp 6,3 juta tarif Pajak 0,75%
Di atas Rp 6,3 juta – Rp 6,75 juta tarif Pajak 1%
Di atas Rp 7,5 juta – Rp 8,55 juta tarif Pajak 1,5%
Di atas Rp 8,55 juta – Rp 9,65 juta tarif Pajak 1,75%
Di atas Rp 9,65 juta – Rp 10,05 juta tarif Pajak 2%
Di atas Rp 10,05 juta – Rp 10,35 juta tarif Pajak 2,25%
Di atas Rp 10,35 juta – Rp 10,7 juta tarif Pajak 2,5%
Di atas Rp 10,7 juta – Rp 11,05 juta tarif Pajak 3%
Di atas Rp 11,05 juta – Rp 11,6 juta tarif Pajak 3,5%
Di atas Rp 11,6 juta – Rp 12,5 juta tarif Pajak 4%
Di atas Rp 12,5 juta – Rp 13,75 juta tarif Pajak 5%
Di atas Rp 13,75 juta – Rp 15,1 juta tarif Pajak 6%
Di atas Rp 15,1 juta – Rp 16,95 juta tarif Pajak 7%
Di atas Rp 16,95 juta – Rp 19,75 juta tarif Pajak 8%
Di atas Rp 19,75 juta – Rp 24,15 juta tarif Pajak9%
Di atas Rp 24,15 juta – Rp 26,45 juta tarif Pajak 10%
Di atas Rp 26,45 juta – Rp 28 juta tarif Pajak 11%
Di atas Rp 28 juta – Rp 30,05 juta tarif Pajak 12%
Di atas Rp 30,05 juta – Rp 32,4 juta tarif Pajak 13%
Di atas Rp 32,4 juta – Rp 35,4 juta tarif Pajak 14%
Di atas Rp 35,4 juta – Rp 39,1 juta tarif Pajak 15%
Di atas Rp 39,1 juta – Rp 43,85 juta tarif Pajak 16%
Di atas Rp 43,85 juta – Rp 47,8 juta tarif Pajak 17%
Di atas Rp 47,8 juta – Rp 51,4 juta tarif Pajak 18%
Di atas Rp 51,4 juta – Rp 56,3 juta tarif Pajak 19%
Di atas Rp 56,3 juta – Rp 62,2 juta tarif Pajak 20%
Di atas Rp 62,2 juta – Rp 68,6 juta tarif pajak 21%
Di atas Rp 68,6 juta – Rp 77,5 juta tarif pajak 22%
Di atas Rp 77,5 juta – Rp 89 juta tarif pajak 23%
Di atas Rp 89 juta – Rp 103 juta tarif pajak 24%
Di atas Rp 103 juta – Rp 125 juta tarif pajak 25%
Di atas Rp 125 juta – Rp 157 juta tarif pajak 26%
Di atas Rp 157 juta – Rp 206 juta tarif pajak 27%
Di atas Rp 206 juta – Rp 337 juta tarif pajak 28%
Di atas Rp 337 juta – Rp 454 juta tarif pajak 29%
Di atas Rp 454 juta – Rp 550 juta tarif pajak 30%
Di atas Rp 550 juta – Rp 695 juta tarif pajak 31%
Di atas Rp 695 juta – Rp 910 juta tarif pajak 32%
Di atas Rp 910 juta – Rp 1,4 miliar tarif pajak 33%
Di atas Rp 1,4 miliar ke atas tarif pajak 34%
Tarif Efektif Bulanan Kategori B
Lapisan Penghasilan Bruto Bulanan Rp 0 – Rp 6,2 juta tarif pajak 0%
Di atas Rp 6,2 juta – Rp 6,5 juta tarif pajak 0,25%
Di atas Rp 6,5 juta – Rp 6,85 juta tarif pajak 0,5%
Di atas Rp 6,85 juta – Rp 7,3 juta tarif pajak 0,75%
Di atas Rp 7,3 juta – Rp 9,2 juta tarif pajak 1%
Di atas Rp 9,2 juta – Rp 10,75 juta tarif pajak 1,5%
Di atas Rp 10,75 juta – Rp 11,25 juta tarif pajak 2%
Di atas Rp 11,25 juta – Rp 11,6 juta tarif pajak 2,5%
Di atas Rp 11,6 juta – Rp 12,6 juta tarif pajak 3%
Di atas Rp 12,6 juta – Rp 13,6 juta tarif pajak 4%
Di atas Rp 13,6 juta – Rp 14,95 juta tarif pajak 5%
Di atas Rp 14,95 juta – Rp 16,4 juta tarif pajak 6%
Di atas Rp 16,4 juta – Rp 18,45 juta tarif pajak 7%
Di atas Rp 18,45 juta – Rp 21,85 juta tarif pajak 8%
Di atas Rp 21,85 juta – Rp 26 juta tarif pajak 9%
Di atas Rp 26 juta – Rp 27,7 juta tarif pajak 10%
Di atas Rp 27,7 juta – Rp 29,35 juta tarif pajak 11%
Di atas Rp 29,35 juta – Rp 31,45 juta tarif pajak 12%
Di atas Rp 31,45 juta – Rp 33,95 juta tarif pajak 13%
Di atas Rp 33,95 juta – Rp 37,1 juta tarif pajak 14%
Di atas Rp 37,1 juta – Rp 41,1 juta tarif pajak 15%
Di atas Rp 41,1 juta – Rp 45,8 juta tarif pajak 16%
Di atas Rp 45,8 juta – Rp 49,5 juta tarif pajak 17%
Di atas Rp 49,5 juta – Rp 53,8 juta tarif pajak 18%
Di atas Rp 53,8 juta – Rp 58,5 juta tarif pajak 19%
Di atas Rp 58,5 juta – Rp 64 juta tarif pajak 20%
Di atas Rp 64 juta – Rp 71 juta tarif pajak 21%
Di atas Rp 71 juta – Rp 80 juta tarif pajak 22%
Di atas Rp 80 juta – Rp 93 juta tarif pajak 23%
Di atas Rp 93 juta – Rp 109 juta tarif pajak 24%
Di atas Rp 109 juta – Rp 129 juta tarif pajak 25%
Di atas Rp 129 juta – Rp 163 juta tarif pajak 26%
Di atas Rp 163 juta – Rp 211 juta tarif pajak 27%
Di atas Rp 211 juta – Rp 374 juta tarif pajak 28%
Di atas Rp 374 juta – Rp 459 juta tarif pajak 29%
Di atas Rp 459 juta – Rp 555 juta tarif pajak 30%
Di atas Rp 555 juta – Rp 704 juta tarif pajak 31%
Di atas Rp 704 juta – Rp 957 juta tarif pajak 32%
Di atas Rp 957 juta – Rp 1,405 miliar tarif pajak 33%
Di atas Rp 1,405 miliar tarif pajak 34%
Tarif Efektif Bulanan Kategori C
Lapisan Penghasilan Bruto Bulanan Rp 0 – Rp 6,6 juta tarif pajak 0%
Di atas Rp 6,6 juta – Rp 6,95 juta tarif pajak 0,25%
Di atas Rp 6,95 juta – Rp 7,35 juta tarif pajak 0,5%
Di atas Rp 7,35 juta – Rp 7,8 juta tarif pajak 0,75%
Di atas Rp 7,8 juta – Rp 8,85 juta tarif pajak 1%
Di atas Rp 8,85 juta – Rp 9,8 juta tarif pajak 1,25%
Di atas Rp 9,8 juta – Rp 10,95 juta tarif pajak 2%
Di atas Rp 10,95 juta – Rp 11,2 juta tarif pajak 1,75%
Di atas Rp 11,2 juta – Rp 12,05 juta tarif pajak 2%
Di atas Rp 12,05 juta – Rp 12,95 juta tarif pajak 3%
Di atas Rp 12,95 juta – Rp 14,15 juta tarif pajak 4%
Di atas Rp 14,15 juta – Rp 15,55 juta tarif pajak 5%
Di atas Rp 15,55 juta – Rp 17,05 juta tarif pajak 6%
Di atas Rp 17,05 juta – Rp 19,5 juta tarif pajak 7%
Di atas Rp 19,5 juta – Rp 22,7 juta tarif pajak 8%
Di atas Rp 22,7 juta – Rp 26,6 juta tarif pajak 9%
Di atas Rp 26,6 juta – Rp 28,1 juta tarif pajak 10%
Di atas Rp 28,1 juta – Rp 30,1 juta tarif pajak 11%
Di atas Rp 30,1 juta – Rp 32,6 juta tarif pajak 12%
Di atas Rp 32,6 juta – Rp 35,4 juta tarif pajak 13%
Di atas Rp 35,4 juta – Rp 38,9 juta tarif pajak 14%
Di atas Rp 38,9 juta – Rp 43 juta tarif pajak 15%
Di atas Rp 43 juta – Rp 47,4 juta tarif pajak 16%
Di atas Rp 47,4 juta – Rp 51,2 juta tarif pajak 17%
Di atas Rp 51,2 juta – Rp 55,8 juta tarif pajak 18%
Di atas Rp 55,8 juta – Rp 60,4 juta tarif pajak 19%
Di atas Rp 60,4 juta – Rp 66,7 juta tarif pajak 20%
Di atas Rp 66,7 juta – Rp 74,5 juta tarif pajak 21%
Di atas Rp 74,5 juta – Rp 83,2 juta tarif pajak 22%
Di atas Rp 83,2 juta – Rp 95,6 juta tarif pajak 23%
Di atas Rp 95,6 juta – Rp 110 juta tarif pajak 24%
Di atas Rp 110 juta – Rp 134 juta tarif pajak 25%
Di atas Rp 134 juta – Rp 169 juta tarif pajak 26%
Di atas Rp 169 juta – Rp 221 juta tarif pajak 27%
Di atas Rp 221 juta – Rp 390 juta tarif pajak 28%
Di atas Rp 390 juta – Rp 463 juta tarif pajak 29%
Di atas Rp 463 juta – Rp 561 juta tarif pajak 30%
Di atas Rp 561 juta – Rp 709 juta tarif pajak 31%
Di atas Rp 709 juta – Rp 965 juta tarif pajak 32%
Di atas Rp 965 juta – Rp 1,419 miliar tarif pajak 33%
Di atas Rp 1,419 miliar tarif pajak 34%
Comments