Menu
in ,

BKI Dukung Implementasi Pajak Karbon

Pajak.com, Jakarta – PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) atau BKI mendukung implementasi pajak karbon sebagai upaya mengurangi efek Gas Rumah Kaca (GRK) secara nasional dan global. Seperti Diketahui, pelaksanaan pajak karbon merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 yang mengatur Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurut rencana kementerian keuangan, pajak karbon akan diterapkan mulai Juli 2022 pada sektor ketenagalistrikan.

Sekilas mengulas, BKI adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi kewenangan oleh pemerintah untuk mengklasifikasi kapal niaga berbendera Indonesia. Sementara klasifikasi merupakan kegiatan penggolongan kapal berdasarkan konstruksi lambung, mesin, dan listrik kapal guna memberikan penilaian terhadap kapal yang akan berlayar.

“BKI menyambut baik pihak-pihak yang terus mendukung penerapan dekarbonisasi yang salah-satu unsur terpenting adalah pajak karbon. Hal itu sejalan dengan tekad kami di BKI selaku ketua IDSurvey bersama tujuh BUMN lain untuk melakukan pilot project dekarbonisasi di kalangan BUMN,” ujar Direktur Utama BKI Rudiyanto dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (21/6).

Dengan demikian, ia menilai, pembahasan tentang pajak karbon menjadi semakin penting agar pelaksanaan dekarbonisasi di Indonesia bisa segera berjalan secara aktif.

“Pembahasan itu amat penting bagi BKI selaku ketua IDSurvey bersama tujuh BUMN lain yang saat ini sedang melaksanakan pilot project dekarbonisasi,” kata Rudiyanto.

Ia menyebutkan, pada Februari 2022 lalu, IDSurvey yang diwakili oleh BKI, bersama tujuh BUMN telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dekarbonisasi di kalangan BUMN. Tujuh BUMN itu adalah PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, PT Pupuk Indonesia (Persero), PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN, PT Semen Indonesia (Persero), Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perhutani), dan MIND ID.

“Dekarbonisasi di kalangan BUMN akan menjadi bagian dari perusahaan, lembaga, dan pihak lain yang secara bersama bertekad mencapai target nasional mengurangi efek GRK secara nasional sebesar 29 persen pada 2030 dan net zero emission pada 2060. Ini harus menjadi tekad bersama demi mencapai ruang hidup yang berkualitas karena Indonesia adalah salah-satu pasar karbon terpenting di dunia,” ungkap Rudiyanto.

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Pusat Riset Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Haruni Krisnawati menuturkan, penerapan pajak karbon akan menjadi salah satu alat kontrol dalam mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan.

“Dengan penerapan pajak karbon ini, tidak hanya untuk mengubah perilaku konsumen, namun juga praktik buruk produsen penyumbang emisi karbon tinggi dan pemerintah harus menjadikan skema pajak karbon ini sebagai instrumen untuk menekan emisi,” kata Haruni.

Menurutnya, hutan sangat potensial untuk memitigasi pengendalian perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca. Dalam kaitannya dengan isu perubahan iklim, hutan sangat diandalkan sebagai solusi iklim berbasis alami mulai dari kegiatan perlindungan hutan, restorasi dan upaya-upaya pengelolaan hutan secara lestari.

Di sisi lain, Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim BRIN Raden Deden Djaenuddi menilai, penerapan pajak karbon akan mendukung ekonomi hijau di Indonesia. Sebab saat ini negara masih berfokus pada pemanfaatan atau pengelolaan sumberdaya alam ternyata menimbulkan permasalahan eksternalitas memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.

“Penerapan pajak karbon di Indonesia akan diterapkan pada 1 Juli 2022 untuk subsektor pembangkit PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) batu bara, tarif pajak karbon ditetapkan minimal Rp 30 ribu per tCO2 eq (carbon dioxide equivalent) atau setara dengan 2,1 dollar AS per tCO2 eq. Penerapan pajak karbon bagi perekonomian Indonesia belum banyak dilakukan kegiatan seperti itu. Akan tetapi pada tahun 2007 pernah dilakukan penerapan pajak karbon untuk di semua sektor perekonomian. Dampak dari penerapan pajak karbon tersebut salah satunya menurunkan daya beli masyarakat,” ungkap Deden.

Ia menilai, respons kebijakan pajak karbon dari setiap kelompok masyarakat pasti berbeda. Kelompok masyarakat miskin akan lebih merasakan dampaknya, sehingga pemerintah harus memberikan kebijakan lain yang bisa mengurangi dampak sosial terhadap penerapan pajak karbon.

“Dari segi sosial ekonomi, yaitu pajak karbon akan mendorong pada naiknya harga bahan bakar yang bisa menimbulkan peningkatan pengeluaran atau biaya overhead perusahaan,” tambah Deden.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version