Berlaku 1 Januari 2025! Pahami Cara Pengajuan Keberatan sesuai PMK 118/2024
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2024, yang salah satunya mengatur tata cara pengajuan keberatan pajak. Regulasi yang berlaku mulai 1 Januari 2025 ini diharapkan dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak, meningkatkan efektivitas, efisiensi, serta untuk simplifikasi regulasi. Lantas, bagaimana cara pengajuan keberatan pajak dalam PMK Nomor 118 Tahun 2024 itu? Berikut Pajak.com telah merangkumnya untuk Anda.
Pengajuan Keberatan Pajak
Pengajuan keberatan pajak diatur dalam Bab III PMK 118 Tahun 2024. Regulasi ini mempertegas bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
- Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
- Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
- Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Terutang; atau
- Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKP PBB).
Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap:
– Materi atau isi dari SKP yang meliputi:
- Jumlah rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan/atau
- Jumlah besarnya pajak.
- Materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak; atau
- Materi atau isi dari SPT Pajak Terutang atau SKP PBB dalam penetapan besarnya PBB yang terutang.
Apabila terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi, alasan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan.
Cara Pengajuan Keberatan Pajak
PMK Nomor 118 Tahun 2024 memerinci cara pengajuan keberatan pajak sebagai berikut:
1. Keberatan diajukan oleh Wajib Pajak dengan menyampaikan surat keberatan;
2. Pengajuan keberatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud:
- Dalam Pasal 36 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan/atau
- Pasal 19 dan Pasal 20 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
- Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, jumlah rugi, atau jumlah PBB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan;
- 1 satu keberatan diajukan hanya untuk 1 SKP, pemotongan pajak, pemungutan pajak, SPT Pajak Terutang, atau SKP PBB;
- Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas:
– SKPKB; atau
– SKPKBT.
- Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum Surat Keberatan disampaikan.
- Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal:
– SKP dikirim;
– Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga;
– SPT Terutang diterima; atau
– SKP PBB diterima,
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak; dan
- Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, wakil, atau kuasa
3. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak yang masih harus dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sebagaimana tercantum dalam:
- SKPKB; atau
- SKPKBT
dan belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
4. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas:
- SPT Pajak Terutang; atau
- SKP PBB yang sama,
pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar PBB yang terutang.
5. Surat Keberatan disusun dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PMK Nomor 118 Tahun 2024.
Comments