in ,

Bea Cukai Sediakan Insentif Fiskal untuk Pengembangan EBT

Insentif Fiskal untuk Pengembangan EBT
FOTO : IST

Bea Cukai Sediakan Insentif Fiskal untuk Pengembangan EBT

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)/Bea Cukai telah menyediakan insentif fiskal untuk aktivitas pemanfaatan energi panas bumi dalam rangka pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Fasilitas tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK 172/PMK.04/2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.04/2019 tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Tidak Dipungut Pajak dalam Rangka Impor (PDRI) atas Impor Barang untuk Kegiatan Penyelenggaraan Panas Bumi.

“Pemberian fasilitas fiskal untuk penyelenggaraan panas bumi ini merupakan langkah nyata Bea Cukai dalam menjalankan perannya di bidang fasilitator perdagangan dan asistensi industri. Fasilitas ini berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk investasi dan produksi panas bumi. Di sisi lain, panas bumi merupakan energi alternatif yang memiliki potensi besar sebagai pemasok kebutuhan energi baru terbarukan untuk mendorong kemandirian energi nasional,” jelas Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto dalam keterangan tertulis, dikutip Pajak.com (23/3).

Baca Juga  MK Tolak Permohonan Penghapusan Sanksi Penjara bagi Wajib Pajak yang Lalai Lapor SPT

PMK 172/PMK/04/2022 yang telah berlaku sejak 23 Desember 2022 ini memiliki poin tambahan dari aturan sebelumnya, yaitu akomodasi pemberian fasilitas untuk kegiatan survei pendahuluan atau survei pendahuluan dan eksplorasi; penambahan subjek penerima fasilitas, seperti kementerian/lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga penelitian, serta kontraktor kontrak operasi bersama (KKOB) atau badan usaha yang menerima penugasan dukungan eksplorasi; serta dimungkinkan untuk melakukan perubahan/perbaikan fasilitas yang diberikan terkait jumlah dan/atau jenis barang.

Nirwala menyebut, bagi kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang ingin mengajukan insentif fiskal ini dapat melengkapi sejumlah dokumen, seperti surat permohonan yang ditandatangani pimpinan satuan kerja atau pejabat eselon II, salinan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) atau dokumen sejenis, surat pernyataan pembiayaan dalam DIPA atau dokumen sejenis atas barang yang diajukan pembebasan bea masuk, salinan perjanjian atau kontrak pengadaan barang dengan vendor yang menyebutkan harga dalam perjanjian atau kontrak pengadaan barang tidak, meliputi pembayaran bea masuk dan/atau PDRI dalam hal pengadaan barang menggunakan vendor, serta rincian impor barang.

Baca Juga  Klarifikasi Kemenkeu Soal Aturan Barang Bawaan ke Luar Negeri

“Penerima insentif fiskal dapat terdiri dari KKOB atau badan usaha, dan perguruan tinggi atau lembaga penelitian,” jelas Nirwala.

KKOB atau badan usaha itu juga perlu menyampaikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan kontrak operasi bersama/kuasa/izin/surat ketetapan penugasan/surat penugasan dukungan eksplorasi, bukti kontrak pengadaan barang antara KKOB/badan usaha dengan vendor jika importasi dilakukan oleh vendor, serta rencana impor barang.

Sementara itu, bagi perguruan tinggi, syarat yang diperlukan, diantaranya menyampaikan surat yang ditandatangani setingkat dekan atau kepala lembaga penelitian, surat ketetapan penugasan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang panas bumi, serta rincian impor barang.

“Pengajuan permohonan fasilitas dilakukan secara on-line. Pengajuan bisa dilakukan secara single submission melalui portal Indonesia National Single Window (INSW). Namun, dalam hal terdapat gangguan, permohonan dapat diajukan melalui portal Bea Cukai, baik secara otomasi atau manual dengan mengajukan hardcopy dokumen,” jelas Nirwala.

Baca Juga  Kanwil DJP Sumut I Ingatkan Wajib Pajak Badan Lapor SPT Sebelum 30 April

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *