Penerapan Pajak Karbon di Indonesia – Pemerintah Indonesia, melalui UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan semula menerapkan pajak karbon sejak April 2022. Dalam pasal ke-13 UU HPP disebutkan bahwa Pemerintah Indonesia akan mengenakan pajak karbon atas setiap emisi karbon yang dihasilkan baik dari kegiatan produksi maupun konsumsi. Untuk itu, setiap perusahaan yang menggunakan bahan bakar fosil sehingga menghasilkan emisi karbon dan/atau setiap konsumen (masyarakat) yang menggunakan bahan bakar fosil bagi segala keperluannya sehingga menghasilkan emisi karbon, akan dikenakan pajak karbon. Pajak karbon ini akan terutang pada saat konsumen membeli barang yang mengandung karbon tersebut dan/atau pada akhir tahun kalender bagi produsen yang menghasilkan emisi karbon.
Pemerintah Indonesia merancang mekanisme penerapan pajak karbon yang unik dan berbeda dari beberapa negara lain. Pajak Karbon di Indonesia akan menggunakan skema Cap and Tax. Skema ini adalah gabungan dari pajak karbon dan perdagangan karbon. Intinya, setiap perusahaan akan diberikan batasan emisi yang diperbolehkan atau dikenal dengan istilah Cap. Apabila perusahaan menghasilkan emisi karbon yang lebih besar dibanding batasan yang diperbolehkan, maka perusahaan harus membayar atas selisih lebih tersebut. Cara pembayaran ini dapat dilakukan dengan 2 pilihan, boleh dengan perdagangan emisi karbon atau dengan pajak karbon.
Jika perusahaan memiliki skema pertama, yaitu perdagangan karbon, maka perusahaan tersebut harus membeli Cap atau jatah dari perusahaan lain yang menghasilkan emisi karbon dibawah batasan yang diberikan. Dalam hal perusahaan tidak menemukan perusahaan lain yang menghasilkan dibawah Cap atau perusahaan tersebut tidak mau berusaha untuk mencari perusahaan lain yang menghasilkan emisi dibawah Cap, maka perusahaan dapat memilih untuk dikenakan pajak karbon saja.
Tarif pajak karbon, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 ayat (8) dan (9) UU HPP, adalah ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon yang ada di pasar karbon per CO2 ekuivalen. Artinya, tarif pajak karbon akan mengacu kepada harga karbon yang ada di pasar karbon sehingga tarif pajak karbon di Indonesia akan terus mengalami perubahan setiap saat. Dalam hal harga yang ada di pasar karbon lebih rendari dari Rp.30 per kilogram CO2 ekuivalen atau Rp30.000 per ton CO2 ekuivalen- maka tarif pajak karbon ditetapkan menjadi sama dengan Rp30 per kilogram CO2 ekuivalen. Menurut pendapat salah seorang pegawai Badan Kebijakan Fiska (BKF) yang diperoleh dari wawancara, adanya aturan ini adalah untuk memberikan batasan terkecil atau batasan bawah bagi tarif pajak karbon sehingga tarif pajak karbon yang berlaku di Indonesia tidak terlalu renda. Berdasarkan hal diatas, karena tarif pajak karbon di Indonesia bukanlah tarif yang tunggal dan bukan tarif yang tetap, maka tarif pajak karbon ini akan ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), namun setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Comments