in ,

Ketentuan Kompensasi Kerugian Fiskal di Indonesia

Ketentuan Kompensasi Kerugian Fiskal
FOTO: IST

Ketentuan Kompensasi Kerugian Fiskal di Indonesia

Ketentuan kompensasi kerugian fiskal di Indonesia. Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) yang kita laporkan terdiri dari berbagai komponen. Utamanya untuk menghitung PPh terutang pada tahun berjalan, kita membutuhkan penghasilan kena pajak serta tarif. Penghasilan kena pajak dihitung dari penjumlahan berbagai macam penghasilan tahun berjalan yang kemudian dikurangkan dengan beberapa pengurang. Salah satu pengurang tersebut, selain dari pengurang penghasilan bruto adalah kompensasi kerugian.

Sebelumnya perlu diketahui, Wajib Pajak yang melakukan pembukuan memiliki 2 jenis penyusunan laporan keuangannya, yakni komersial dan fiskal. Komersial berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan untuk keperluan bisnis, sedangkan fiskal berkaitan penyusunan laporan keuangan untuk keperluan pemenuhan kewajiban perpajakan.

Dasar hukum yang dipakai keduanya pun tentunya berbeda, komersial menggunakan aturan sesuai PSAK dan fiskal menggunakan aturan perundang – undangan perpajakan. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas kompensasi kerugian fiskal yang diperkenankan untuk Wajib Pajak yang melakukan pembukuan.

Ketentuan kompensasi kerugian fiskal diatur pada pasal 6 ayat (2) UU nomor 36 tahun 2008 tentang PPh sebagaimana terakhir diubah dengan UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa apabila hasil perhitungan penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1) menghasilkan kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya secara berturut – turut hingga 5 tahun.

Adapun pengurang penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1) UU PPh diantaranya:

1. Pengurangan biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha.

2. Penyusutan atas pengeluaran agar memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk mendapatkan hak dan atas biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun.

Baca Juga  Peran Pajak Dalam Menyukseskan SDGs 8

3. Iuran ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

4. Kerugian yang terjadi akibat penjualan dan pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan terkait.

5. Kerugian yang disebabkan oleh selisih kurs mata uang asing.

6. Pengurangan atas biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

7. Biaya beasiswa, pelatihan, dan magang.

8. Piutang yang ternyata tidak dapat ditagih.

9. Bentuk sumbangan yang dialokasikan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang mana ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

10. Biaya sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang mana ketentuannya juga diatur dengan PP.

11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya juga diatur dengan PP.

12. Sumbangan untuk fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dalam PP.

13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan PP.

Lalu bagaimana mekanisme kompensasi kerugian fiskal ini? Ada 2 jenis kompensasi yang harus Anda ketahui, yakni kompensasi fiskal secara horizontal dan kompensasi fiskal secara vertikal.

Kompensasi kerugian fiskal secara horizontal artinya mengkompensasikan suatu kerugian fiskal yang dialami oleh suatu unit usaha yang dimiliki Wajib Pajak terhadap unit usaha lain di tahun yang sama. Namun terdapat pengecualian bagi kerugian fiskal yang dialami unit usaha di luar negeri, penghasilannya dikenakan PPh final, atau penghasilannya bukan objek PPh.

Atas pengecualian tersebut tidak berhak mengkompensasikan kerugian fiskalnya. Kemudian apabila masih terdapat kerugian setelah dikompensasikan secara horizontal, maka dapat dikompensasikan secara vertikal.

Baca Juga  Belum Ada Aktivitas dan Transaksi, Wajib Pajak Tetap Harus Lapor SPT Badan?

Contoh soal dan perhitungannya:

WP X menjalankan usaha kuliner sejak 1990. Karena omzet pertahunnya telah melebihi threshold, mulai 2014 ia melaksanakan pembukuan dalam penyusunan laporan keuangannya. Ia memiliki 3 resto yang tersebar di seluruh Indonesia, dan 1 resto di Malaysia. Berikut informasi masing – masing resto di tahun 2015:

– Resto A di Jawa         : Laba fiskal Rp500.000.000,00

– Resto B di Bali           : Laba fiskal Rp1.000.000.000,00

– Resto C di Sumatera : Rugi fiskal (Rp350.000.000,00)

– Resto D di Malaysia   : Rugi fiskal (Rp250.000.000,00)

Bagaimanakah laba neto fiskal WP A di tahun 2015?

Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Resto A                        : Rp. 500.000.000,00

Resto B                        : Rp. 1.000.000.000,00

Resto C                        : (Rp. 350.000.000,00)

TOTAL       : Rp. 1.150.000.000,00

Kerugian fiskal resto C dikompensasikan secara horizontal pada resto lainnya, sedangkan kerugian fiskal resto D tidak dikompensasikan karena berada di luar negeri.

Nah, untuk kompensasi kerugian fiskal secara vertikal artinya mengkompensasikan kerugian fiskal pada suatu tahun pajak ke tahun pajak berikutnya. Untuk kompensasi dengan jenis ini utamanya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

1. Kerugian fiskal diberikan berdasarkan ketetapan pajak yang diterbitkan oleh DJP atau berdasarkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak berdasarkan pemeriksaan bila ketetapan belum terbit.

2. Kerugian fiskal akibat biaya – biaya yang diperbolehkan menurut ketentuan fiskal.

3. Kompensasi kerugian fiskal vertikal timbul apabila tahun pajak sebelumnya terdapat kerugian fiskal.

Baca Juga  Staf Ahli Menkeu Ungkap Perubahan Proses Bisnis Perpajakan pada “Core Tax”

4. Kerugian fiskal dikompensasikan dengan laba neto fiskal tahun berikutnya berturut – turut hingga 5 tahun.

Contoh soal dan perhitungannya:

PT. X dalam tahun 2010 menderita kerugian fiskal sebesar Rp500.000.000. Berikut informasi laba rugi fiskal PT. X dalam 5 tahun berikutnya:

2011 : laba Rp200.000.000,00

2012 : rugi (Rp150.000.000,00)

2013 : laba Rp400.000.000,00

2014 : rugi (Rp100.000.000,00)

2015 : laba Rp300.000.000,00

Perhitungan kompensasi kerugian fiskal PT. X adalah sebagai berikut :

Sebagaimana pada tabel contoh soal diatas, kerugian fiskal dapat dikompensasikan secara vertikal pada tahun berikutnya dimana terdapat laba fiskal. Kompensasi yang dilakukan pun harus berurutan dari tahun pajak yang paling awal.

Seperti pada soal, maka rugi fiskal yang terlebih dahulu di dahulukan adalah rugi fiskal tahun 2010. Bila rugi fiskal tahun 2010 telah habis atau apabila belum habis tetapi telah mencapai jangka waktu 5 tahun, maka barulah rugi fiskal 2011 dapat dikompensasikan, dan seterusnya.

Kompensasi kerugian fiskal merupakan sebuah kemudahan yang diberikan oleh DJP terhadap Wajib Pajak. Namun jangan salah, janganlah Anda menyalahgunakan fasilitas ini dengan merekayasa kerugian usaha Anda dalam SPT. Karena sebelum kompensasi diberikan Anda akan diperiksa terlebih dahulu, bisa jadi Anda akan dikenai sanksi yang berat apabila terbukti merekayasa laporan keuangan, Orang bijak taat pajak!

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *