in

Alasan Dilakukan Modernisasi Perpajakan

Alasan Dilakukan Modernisasi Perpajakan
FOTO: IST

Alasan Dilakukan Modernisasi Perpajakan

Alasan dilakukan modernisasi perpajakan. Sejak awal dekade 2000, “Modernisasi” telah menjadi salah satu kata kunci yang melekat dan bahan pembicaraan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan. Hal itu dilakukan yang bertujuan untuk menerapkan “good governance” dan “pelayanan prima” kepada masyarakat, demikian juga dengan tuntutan pelayanan yang lebih baik dari stakeholders perpajakan.

Dengan demikian, diharapkan semua unit kerja di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, dan KPP sebagai unit pelaksana teknis/operasional perpajakan, berbenah-benah dalam menyambut, memahami, mengondisikan dan menyesuaikan serta melaksanakan (mengimplementasikan) modernisasi perpajakan sesuai dengan konsep, prinsip, dan sasaran yang sudah ditetapkan di unit masing-masing. Dari penelaahan atas tujuannya, terdapat beberapa kondisi menjelang dekade 2000 yang menjadi dasar sekaligus sasaran apa tujuan modernisasi perpajakan dilakukan.

Aspek Kepatuhan Wajib Pajak

Rendahnya kepatuhan masyarakat melaksanakan kewajiban pajak seperti membayar pajak menjadi gambaran umum di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kondisi atau indikator seperti berikut:

– Jumlah Wajib Pajak terdaftar masih rendah bila dibandingkan dengan potensi yang ada (coverge ratio).

Baca Juga  AKP2I Sampaikan Aspirasi Perumusan Perubahan Izin Konsultan Pajak

– Kepatuhan Wajib Pajak masih rendah yang tercermin dari pelaksanaan kewajiban perpajakannya. Diantara indikator adalah penyampaian SPT baik masa maupun tahunan yang masih rendah.

– Realisasi penerimaan pajak setiap tahun belum menunjukkan tingkat optimalnya, dengan membandingkan kepada potensi yang ada. Sebagai Indikatornya, realisasi dan peranan pajak terhadap APBN pada tahun 1998-2000 masih sekitar 50% hingga 60%.

Tax ratio sebagai salah satu indikator kinerja perpajakan disuatu negara yang masih rendah sebagaimaana dikemukakan banyak pihak (terutama para pengamat, akademisi, kalangan DPR, dunia usaha, dan lainnya). Ratio-nya yang diperoleh dari perbandingan antara pajak terhadap Produk Domestrik Bruto (PDB) masih jauh dibanding negara lain, termasuk dikawasan ASEAN.

Aspek Administrasi Perpajakan

Tuntutan pelayanan yang cepat, mudah, murah dan akurat merupakan harapan masyarakat, demikian juga dengan perpajakan. Untuk mendukung hal ini, kondisi administrasi perpajakan yang baik merupakan suatu prasyarat. Di tengah keterbatasan dalam berbagai hal, yakni sarana dan prasana, sumber daya manusia, teknologi, dan sistem informasi, maupun dana yang tersedia dari penelitian dapat diketahui bahwa pada saat itu kondisi administrasi perpajakan kita adalah:

Baca Juga  Peran Pajak Dalam Menyukseskan SDGs 8

– Pelayanan perpajakan di suatu kantor dilakukan di beberapa Seksi (berdasarkan jenis pajak), sehingga masyarakat terkadang harus berhubungan dengan beberapa Seksi-Seksi terkait.

– Akses atau perolehan informasi perpajakan dan ketentuannya yang terkadang dirasakan sulit, sehingga kondisi ini membuat tingkat pemahaman masyarakat mengenai perpajakan menjadi kurang atau bahkan tidak tahu sama sekali.

– Proses kerja yang dilakukan secara umum masih secara manual, sesuai dengan sarana kerja yang digunakan.

– Untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, masyarakat harus datang ke KPP. Padahal, bisa saja karena masalah waktu menjadi tidak bisa datang, atau karena jaraknya ke KPP jauh sehingga masyarakat enggan untuk datang mendaftar.

– Pembayaran pajak di bank persepsi yang banyak dikeluhkan masyarakat, karena terkadang jam kerja untuk melayani pajak sangat terbatas.

– Pelaporan pajak yang dilakukan melalui sarana SPT harus disampaikan langsung ke KPP atau kirim melalui pos, sehingga membutuhkan waktu dan biaya.

Baca Juga  PNS Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Terapkan Skema Tabungan Pajak

– Terdapat beberapa unit kerja vertikal DJP sebagai unit pelaksana teknis (UPT) yang melayani masyarakat, yakni KPP, Kantor Pelayanan PBB (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa). Keberadaan beberapa unit kerja ini bisa menimbulkan dikotomi dalam pelayanan berdasarkan jenis pajak.

Dari kondisi diatas, dapat dipetakan bahwa ada 3 (tiga) hal yang melatarbelakangi dilakukannya modernisasi perpajakan pada awal dekade 2000-an, yakni menyangkut:

– Citra DJP, yang dinilai harus diperbaiki dan ditingkatkan;

– Tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang harus ditingkatkan; dan

– Intergritas dan produktivitas sebagaian pegawai yang masih harus ditingkatkan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *