in ,

Kas dan Setara Kas Menurut Perpajakan

Kas dan Setara Kas Menurut Perpajakan
FOTO: IST

Kas dan Setara Kas Menurut Perpajakan

Kas dan Setara Kas Menurut Perpajakan. Kas merupakan aset yang paling likuid meliputi uang logam, uang kertas, cek, wesel pos, dan simpanan kas di bank yang setiap saat tersedia untuk digunakan. Kas mencerminkan informasi tentang uang tunai yang ada ditangan (cash on hand) dan simpanan uang tunai yang ada di bank (cash in bank) yang memiliki entitas, sementara setara kas adalah investasi jangka pendek dan deposito yang sangat likuid yang dapat dikonversi atau diuangkan dalam bentuk uang tunai dalam waktu yang sangat singkat, biasanya kurang dari atau sama dengan tiga bulan (90 hari).

Perlakuan akuntansi untuk kas dan setara kas tidak diatur secara tersendiri dalam undang-undang perpajakan sehingga mengikuti ketentuan akuntansi komersial. Penyajian kas dalam neraca komersial atau saldo fiskal dicantumkan sebesar nilai nominalnya. Jika ada uang tunai dan bank dalam mata uang asing, nilai tukar yang biasanya digunakan adalah nilai kurs tetap (historis) atau nilai kurs pada tanggal neraca.

Baca Juga  Kanwil DJP Jaksus dan Politeknik Jakarta Internasional Teken Kerja Sama Inklusi Perpajakan

Penggunaan salah satu dari dua nilai tukar harus dilakukan secara konsisten (taat asas) dengan kata lain jika perusahaan memutuskan untuk menggunakan kurs tetap, maka kurs tetap akan terus digunakan dalam menyajikan uang tunai dan bank dalam neraca komersial atau saldo fiskal.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia jo. PMK-212/PMK-03/2018 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, penghasilan dalam bentuk bunga yang didapat dari deposito atau tabungan, yang ditempatkan pada bank yang didirikan di dalam negeri maupun di luar negeri melalui cabangnya di Indonesia, termasuk jasa giro serta diskonto SBI, Kecuali Wajib Pajak orang pribadi yang seluruh penghasilannya dalam satu tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebih Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dikenakan PPh final sebesar 20% dari jumlah bruto.

Baca Juga  Kurs Pajak 17 – 23 April 2024

Penghasilan atas bunga deposito atau tabungan, diskonto SBI, dan jasa giro dipotong oleh bank pembayar pada saat pembayaran atau pembebanan biaya dilakukan. Nantinya pihak bank tersebut akan membayar atau menyetor PPh final ke kas Negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan menggunakan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2).

Pihak bank (selaku pemotong) wajib menyetorkan PPh final tersebut paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan melaporkannya paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir. Dengan menggunakan metode neto (sesuai dengan Buku Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Badan), penghasilan bunga dicatat sebesar jumlah bersihnya (80% dari jumlah bruto).

Perlakuan akuntansi pajak untuk jasa giro dan bunga deposito sama seperti perlakuan akuntansi pajak untuk bunga tabungan, yaitu dikenakan PPh final sebesar 20% dari jumlah bruto. Karena penghasilan ini terkena PPh final, maka memerlukan koreksi negatif dalam rekonsiliasi fiskal pada akhir tahun.

Baca Juga  Strategi Penyelesaian Ragam Kasus Sengketa Kepabeanan di Pengadilan Pajak

Hal ini berarti bahwa penghasilan bunga sudah dipotong pajak (yang masuk dalam perhitungan laba rugi sebagai penambah laba akuntansi) tidak lagi dimasukkan dalam perhitungan laba fiskal. Oleh sebab itu, penghasilan bersih dari bunga tersebut haruslah dikurangkan dari laba akuntansi untuk mendapat laba fiskal. Koreksi negatif adalah koreksi pajak yang akan membuat laba fiskal menjadi lebih kecil dibanding laba akuntansi.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *