in ,

Angsuran PPh Pasal 25 Menguntungkan atau Merugikan?

Angsuran PPh Pasal 25
Foto: IST

Angsuran PPh Pasal 25 Menguntungkan atau Merugikan?

Merujuk pada Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) terdapat salah satu fasilitas dalam perpajakan yang akrab disebut angsuran PPh Pasal 25. Angsuran PPh Pasal 25 merupakan pembayaran pajak yang terutang dengan cara mengangsurnya tiap bulan, yang ditujukan untuk meringankan beban Wajib Pajak. Pemerintah mengatur pembayaran pajak dengan mengangsur untuk menjawab masalah yang seringkali terjadi di lapangan, yaitu ketika Wajib Pajak memiliki kendala dalam membayarkan pajak yang terutang secara sekaligus. Atas hal tersebut, pemerintah memberikan keringanan melalui angsuran PPh Pasal 25 ini, agar Wajib Pajak tetap dapat memenuhi kewajiban perpajakannya.

Contoh perhitungan PPh Pasal 25

Besaran yang dipakai untuk menghitung angsuran PPh Pasal 25 ini adalah pajak yang terutang sesuai Surat Pemberitahuan (SPT) tahun pajak tahun sebelumnya dengan dikurangkan kredit pajak, kemudian dibagi 12 bulan.

Sebagai contoh:

Diketahui, PPh yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2020 PT X adalah Rp 1.000.000.000

Kemudian, dikurangi:

PPh Pasal 21                                       = Rp 120.000.000

PPh Pasal 23                                       = Rp   70.000.000

Baca Juga  Navigasi Ketidakpastian Investasi Menghadapi GMT di Indonesia

Jumlah kredit pajak                            = Rp 190.000.000

PPh yang masih harus dibayar           = Rp 810.000.000

Sehingga, besaran perhitungan untuk angsuran PPh Pasal 25

= Rp 810.000.000 / 12 bulan

= Rp 67.500.000

 

Maka, Rp 67.500.000 adalah nominal yang harus dibayarkan Wajib Pajak setiap bulannya untuk tahun pajak berikutnya yaitu tahun 2021. Jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Angsuran PPh Pasal 25 dilihat dari aspek psikologis

Melihat perhitungan tersebut, secara psikologis akan sangat membantu Wajib Pajak karena diperbolehkan untuk mengangsur atau mencicil dalam membayar pajak terutangnya. Kemudian, Wajib Pajak akan merasa nyaman dalam mengeluarkan biaya sesuai dengan syarat the requirement of convenience (Setiabudi, 2019). Syarat tersebut selaras dengan asas perpajakan convenience, bahwa pembayaran pajak harus memperhatikan saat kondisi yang memudahkan bagi Wajib Pajak. Rosdiana & Irianto (2012) juga menyatakan, asas convenience tersebut dapat dilakukan dengan membayar pajak yang terutang secara berangsur-angsur setiap bulan seperti pada ketentuan PPh Pasal 25. Sehingga dapat dikatakan PPh Pasal 25 mencerminkan asas convenience dalam hal pemungutan pajak.

Baca Juga  PPN PMSE Mampu Meningkatkan Kepatuhan dan Penerimaan

Angsuran PPh Pasal 25 ketika Wajib Pajak Badan alami kerugian pada tahun berikutnya

PT X yang merupakan Wajib Pajak Badan melaporkan SPT tahun pajak 2020 pada tanggal 25 April 2021. Pajak yang terutang sesuai pada SPT tahun pajak 2020 tersebut menjadi dasar perhitungan untuk angsuran PPh Pasal 25 pada tahun berjalan. Akan tetapi, kondisi keuangan PT X pada tahun 2021 menurun sehingga pajak yang terutang untuk tahun tersebut juga menurun. Sedangkan, angsuran PPh Pasal 25 yang dibayarkan pada tahun berjalan adalah mengikuti perhitungan untuk tahun sebelumnya yang menyebabkan kondisi SPT tahun pajak 2021 akan lebih bayar, karena kredit pajaknya lebih besar dibandingkan pajak terutangnya.

Berdasarkan kasus tersebut, PT X memiliki hak untuk mengajukan restitusi atas lebih bayar tersebut. Sebagaimana yang kita tahu, tentu saja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak akan serta merta mengabulkan permohonan PT X untuk restitusi karena harus melewati proses pemeriksaan yang akan dilakukan oleh DJP. Tentu saja atas pemeriksaan tersebut akan memakan waktu yang sangat lama, mengingat belum adanya integrasi data Wajib Pajak oleh DJP. Selain waktu, juga akan timbul compliance cost yang tinggi ketika Wajib Pajak ingin membuktikan kepatuhannya. Compliance cost tersebut dapat berupa biaya ahli dan biaya untuk menyediakan data-data pendukung.

Baca Juga  Maximizing Fiscal Incentives and Ensuring Sustainable Growth

 

Kesimpulan

Adanya salah satu fasilitas perpajakan angsuran PPh Pasal 25 terbukti dapat membantu Wajib Pajak untuk menjaga cash flow mereka dan secara psikologis hal tersebut memenuhi the requirements of convenience serta asas convenience perpajakan. Namun, dengan adanya angsuran PPh Pasal 25 juga berpotensi menimbulkan lebih bayar yang memungkinkan terjadinya pemeriksaan. Proses pemeriksaan yang memakan waktu dan biaya tidak sedikit pada akhirnya akan merugikan Wajib Pajak.

 

Referensi

 

Rosdiana, H., & Irianto, E. S. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. In PT RajaGrafindo Persada.

Setiabudi, A. W. (2019). ANALISIS PEMENUHAN KONSEP CURRENT PAYMENT DAN FINAL LIABILITY DALAM PENGHITUNGAN PPH PASAL 25 DAN PENGENAAN SANKSI TERKAIT. Jurnal Akuntansi, 13(1), 72–104. https://doi.org/10.25170/jara.v13i1.489

 

Penulis: Nur Khaira Ramadhani adalah Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal Tahun 2022.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *