in ,

Saham “New Economy” Tangkis Dampak “Tapering”

Saham “New Economy” Tangkis Dampak “Tapering”
FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Direktur Utama PT Surya Timur Alam Raya Asset Management (STAR AM) Reita Farianti optimistis saham new economy dapat menangkis dampak kebijakan tapering The Fed, sehingga bursa saham Indonesia diyakini tetap tangguh hingga akhir tahun 2021. New economy merupakan saham-saham yang tengah bertumbuh seperti teknologi, kesehatan, logistik, energi baru dan terbarukan (EBT).

“Saham-saham teknologi akan IPO (initial public offering) di bursa saham kita, apalagi nilai valuasi yang besar. Justru ini yang ditunggu para pelaku karena merupakan alternatif, yang terdekat kita tahu GoTo (Gojek dan Tokopedia) bakal melantai. GoTo akan menambah stock new economy dan salah satu trigger untuk bisa mengangkat IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) di tengah rencana tapering maupun isu nasional. Kami para manajer investasi sangat menunggu (IPO GoTo),” kata Reita dalam acara CNBC Indonesia Exclusive, pada (19/9).

Baca Juga  OJK: Bursa Karbon Indonesia Terbesar di ASEAN

Menurutnya, STAR AM selalu melakukan rebalancing agar harga-harga saham teknologi tetap memiliki eksistensi yang stabil. Pihaknya selalu berupaya agar saham teknologi menarik untuk semua kalangan investor.

“Berdasarkan bloomberg estimate, kita punya skenario bahwa IHSG menyentuh 6.300 dan mudah-mudahan dengan isu dampak kebijakan tapering, isu global, tidak terpengaruh. Karena kita punya saham-saham yang kita sebut sebagai new economy,” tambah Reita.

Hal senada diungkapkan Kepala Makroekonomi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat. Ia optimistis dampak tapering tahun ini tidak seburuk pada tahun 2013 lalu. Kala itu, rupiah anjlok 26 persen, indeks surat berharga negara (SBN) jatuh 13 persen, sedangkan IHSG minus 1 persen. Menurut Budi, tahun ini kebijakan pemerintah Indonesia juga dinilai cukup solid untuk menjaga stabilitas keuangan.

Baca Juga  Indonesia Siap Produksi Massal Baterai Kendaraan Listrik pada April 2024

Sedikit menilik peristiwa sewindu silam, kebijakan tapering diawali dengan mengurangi pembelian obligasi lewat program pelonggaran moneter (quantitative easing/QE). Waktu itu, program QE digulirkan The Fed untuk memulihkan perekonomian Amerika Serikat (AS) yang digerogoti krisis finansial pada 2008 akibat kasus kredit macet aset properti berkualitas rendah (subprime mortgage). Setelah ekonomi AS mulai pulih, The Fed melakukan tapering. Gejolak pasar finansial akibat isu tapering pada 2013—2014 populer dengan sebutan taper tantrum.

Ditulis oleh

Baca Juga  BCA Jadi “Brand” Perbankan Terkuat di Dunia Versi Brand Finance

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *