in ,

Indonesia Berpotensi Jadi Lokomotif Dedolarisasi

Indonesia Berpotensi Jadi Lokomotif Dedolarisasi
FOTO: IST

Indonesia Berpotensi Menjadi Lokomotif Dedolarisasi

Pajak.com, Jakarta – Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menyoroti fenomena menarik ketika Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengemukakan pandangan senada dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tentang dedolarisasi. Untuk itu, menurut Ajib, Indonesia berpotensi jadi lokomotif gerakan dedolarisasi melalui Keketuaan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).

Sekilas mengulas, dedolarisasi adalah proses penggantian dollar AS sebagai mata uang yang digunakan untuk perdagangan dan/atau komoditas lainnya. Hal ini menjadi bagian dari kebijakan pemerintah untuk mendongkrak nilai tukar mata uang lokal terhadap dollar AS. Paling tidak, ada 6 hal yang akan memengaruhi penguatan nilai tukar, yaitu inflasi, suku bunga, neraca pembayaran, ekspektasi, dan kebijakan pemerintah.

“Gubernur BI menyebutkan bahwa Indonesia sudah menggagas diversifikasi penggunaan mata uang, misalnya dalam mekanisme local currency transaction (LCT). Seirama dengan menteri keuangan yang menyampaikan bahwa untuk mengurangi ketergantungan terhadap dollar AS, maka semakin ditingkatkan pola local currency settlement (LCS) dengan negara-negara mitra dagang. Pola kebijakan dan kesepakatan ekonomi ini menjadi potret dedolarisasi,” ungkap Ajib dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com(26/4).

Baca Juga  Investasi Berbasis Syariah, Kenali Definisi dan Jenis Sukuk

Ia mengatakan, gerakan dan kebijakan dedolarisasi telah menjadi fenomena global yang diambil oleh negara-negara maju yang mempunyai orientasi ekonomi yang sama. Misalnya, kelompok negara BRICS yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Republik Rakyat Tiongkok (RTT)/Cina, dan Afrika Selatan yang berupaya mengurangi penggunaan dollar AS dalam bertransaksi antar negara.

“Cina dengan PDB (Produk Domestik Bruto) mencapai 17,5 miliar dollar AS bisa menjadi motor lokomotif ekonomi dunia. Ditambah dengan Rusia yang bisa membuat kontraksi ekonomi global, tentunya akan memberikan dampak yang signifikan dalam konteks politik dan ekonomi. India juga mempunyai potensi ekonomi yang luar biasa, karena mempunyai demand, dalam jumlah penduduk, nomor besar kedua di dunia, dengan lebih dari 1,4 miliar populasi,” ujar Ajib.

Dengan demikian, Ajib menganalisis, dalam konteks regional, Indonesia pun bisa menjadi lokomotif gerakan dedolarisasi melalui Keketuaan ASEAN. Posisi strategis yang diemban oleh Indonesia menjadi kesempatan untuk menghasilkan kesepakatan regional yang bisa memberikan keuntungan ekonomi seluruh anggota ASEAN. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pada 9-11 Mei 2023 di Nusa Tenggara Timur (NTT), beragam kebijakan strategis tentang dedolarisasi perlu dibahas secara terstruktur.

Baca Juga  Syarat dan Cara Mengurus Perubahan HGB Jadi SHM

“Kebijakan-kebijakan dedolarisasi yang bisa dibangun dengan negara-negara hubungan dagang, paling tidak akan memberikan 3 dampak positif terhadap ekonomi Indonesia. Pertama, efisiensi. Ketika terjadi transaksi dagang antar 2 negara, maka transaksi bisa langsung menggunakan mata uang bersangkutan. Kedua, relatif terhindarnya dari ancaman global financial crisis karena banyaknya diversifikasi mata uang yang dilakukan dalam transaksi internasional. Ketiga, keuntungan dalam neraca pembayaran dan kesehatan fiskal Indonesia, ketika dollar AS menjadi lebih terdepresiasi dan stabil,” jelas Ajib.

Selain itu, menurutnya, hal yang perlu menjadi bahan perhatian adalah proyeksi ekonomi tahun 2023 yang sudah dirancang dalam Kerangka Ekonomi Makro (KEM). Kisaran nilai tukar rupiah terhadap dollar AS adalah Rp 14.300 hingga Rp 14.800 pada tahun ini. Adapun posisi kurs dollar AS saat ini berada pada kisaran Rp 14.800.

Baca Juga  Jokowi Terima Kunjungan CEO Apple, Ini yang Dibahas

“Dengan nilai yang fluktuatif, bahkan sebelumnya nilai kursnya stabil di atas Rp 15.000, menurut menteri keuangan kurs ini menjadi salah satu faktor fluktuasi utang negara. Di mana posisi utang negara per Desember 2022 sudah mencapai angka Rp 7.733,99 triliun. Artinya, stabilitas nilai tukar rupiah dalam rentang KEM, menjadi satu hal penting untuk turut menjaga kesehatan fiskal Indonesia,” ujar Ajib.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *