Menu
in ,

Wamenkeu: Energi Terbarukan untuk Kesejahteraan Rakyat

Wamenkeu: Energi Terbarukan untuk Kesejahteraan Rakyat

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Rencana pemerintah untuk memberlakukan pajak karbon masih mendapat penolakan dari sebagian kalangan dunia usaha. Namun, pemerintah memastikan, besaran pungutan pajak karbon tidak akan membebani pelaku usaha dan penerapan dilakukan pada waktu yang tepat. Pemberlakuan pajak karbon ini tidak sekadar untuk menambah penerimaan negara, tetapi juga untuk memenuhi komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris, terutama terkait penurunan emisi karbon. Lebih dari itu, pemerintah memandang, energi terbarukan sebagai masa depan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, saat ini, energi fosil dan energi terbarukan bisa berjalan beriringan. Seperti diketahui saat ini perusahaan-perusahaan energi multinasional masih menerapkan energi fosil seperti batu bara, minyak bumi, gas alam dan sebagainya. Oleh sebab itu, pajak karbon sebagai klausul yang saat ini masih dibahas dengan DPR melalui Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP), adalah cara pandang di masa depan.

“Pajak karbon lebih sekadar dari pendapatan pemerintah. Tapi bagaimana menjadi perspektif baru untuk melindungi rakyat di masa depan,” demikian pernyataan Suahasil dalam webinar, dikutip Jumat (3/9/2021).

Suahasil menegaskan, pajak karbon mewakili cara pandang Indonesia di masa depan tentang bagaimana melihat ekonomi, lingkungan, energi terbarukan sebagi pilihan bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat.

“Ini tentang perspektif baru yang penting bagi kami. Saya mengerti bahwa perusahaan multinasional juga internasional sangat intens mengenai isu lingkungan di masa depan,” kata Suahasil.

Menurut Suahasil, kesejahteraan rakyat yang bisa diraih melalui pajak karbon ini bisa dilihat bagaimana pemerintah memperhatikan semua sektor, dan tidak bermaksud untuk membebani sektor atau perusahaan tertentu. “Jauh dari niat mengumpulkan pendapatan dalam waktu sesingkat-singkatnya, sangat jauh dari itu. Saya dapat meyakinkan Anda,” ujar Suahasil.

Bagi pemerintah, pajak karbon adalah sinyal dari Indonesia untuk mengkomunikasikan kepada dunia tentang bagaimana pemerintah bisa berkontribusi mengurangi emisi karbon. Hal ini juga dilakukan oleh negara Jepang. Pemerintah Jepang bahkan sudah menetapkan akan memungut pajak karbon dari sektor industri pada tahun depan sebagai salah satu bagian dari reformasi pajak Jepang pada 2022. Upaya ini sekaligus menjadi program dalam melawan pemanasan global. Mengutip berita MSN, saat ini Jepang tengah meminta masukan publik atas penerapan pajak karbon dengan skala yang lebih luas tersebut. Dia juga berjanji penerapan pajak karbon terhadap industri akan dilakukan secara hati-hati dengan perhitungan yang matang.

Seperti diketahui, melalui RUU KUP yang diajukan ke DPR RI, Indonesia berencana menerapkan pajak karbon pada 2022 dengan tarif minimal Rp 75 per kilo gram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Dalam aturan ini disebutkan bahwa subjek pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. Adapun pajak karbon yang berlaku yakni barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu dan pada periode tertentu.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version